PCIM News

[Kabar PCIM][list]

Kabar Persyarikatan

[Muhammadiyah][twocolumns]

Hubungan antara peradaban Barat dan Islam

Hubungan antara peradaban Barat dan Islam

Muhammadiyah

Dalam sebuah simposium yang bertajuk Islam In The West, an Introduction yang diadakan pada tahun 2001 di Universitas Wales, Inggris. Dr Gary R. Bunt mengatakan bahwa transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilakukan terhadap nilai dan peradaban masyarakat muslim dahulu telah memberikan pengaruh formatif terhadap tatanan nilai dan peradaban Barat saat ini[4], sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa Islam mempunyai andil yang sangat besar sekali dalam pembentukan cikal bakal peradaban dan kebudayaan Barat saat ini.

Sejarah telah mencatat betapa Barat dan Islam di masa lalu telah menjalin hubungan yang sangat erat dan harmonis dalam pembentukan interaksi global untuk menuju kemajuan peradaban manusia secara universal. Hal tersebut ditandai dengan berbagai kerjasama yang telah mereka lakukan di berbagai bidang kehidupan, terutama kerjasama budaya dan transformasi ilmu pengetahuan.

Sebenarnya apabila kita benar-benar konsen dan intens mempelajari sejarah dan peradaban masa lalu, mungkin kita akan shock, sebab ternyata jauh—ketika bangsa-bangsa Eropa masih dalam kegelapan dan barbarianisme, justru bangsa-bangsa Timur (baca: Islam) telah memulai mengadakan pelayaran ke berbagai belahan penjuru dunia dan telah melakukan berbagai macam riset ilmiah terhadap berbagai macam jenis Ilmu dan teknologi, di samping saat itu juga mereka sudah menjalin kerjasama yang intensif dengan bangsa-bangsa lain di belahan dunia. Sesudah  masa aufklarung merambah bangsa-bangsa Eropa kajian keislaman pun mulai dikenal dan pelajari di sana, sehingga manakala perang salib usai kesempatan untuk mengkaji secara intensif dan mendalam terhadap Islam dan peradabannya terbuka lebar.[5]

Secara global hubungan antara peradaban Barat dan Islam mungkin bisa diklasifikasikan ke dalam tiga fase, hal tersebut didasarkan pada sejarah yang telah dilalui oleh kedua peradaban tersebut :

Fase Pertama, fase ini ditandai dengan pengaruh yang diberikan oleh peradaban Barat terhadap peradaban Islam pada masa Khalifah Abbasiyah. Bisa dikatakan bahwa Khalifah Abbasiyah adalah Khalifah yang paling terbuka terhadap peradaban lain, hal tersebut digambarkan oleh Ibnu Rusyd  dalam bukunya yang berjudul ‘The Compilations Of  Averoes’. Menurut Ibnu Rusyd keterbukaan yang dialami dalam masa Khalifah Abbasiyah ini dikarenakan oleh nasihat-nasihat para ilmuwan dan fatwa-fatwa para ulama yang mengatakan bahwa dinamisme kehidupan akan timbul manakala kita sudah bisa mengambil kebaikan sebagai prinsip dan pedoman hidup dan meninggalkan kesalahan sebagai pelajaran dan cerminan dari hidup itu sendiri, dan kita juga harus menyadari bahwa kebenaran mungkin tidak selalu dimiliki dan diciptakan oleh orang Islam.

Pertemuan peradaban Islam dan Barat secara langsung terjadi di Andalusia dan Shokaliyah (baca: Sapanyol), peradaban Barat di sana benar-benar telah memberikan warna tersendiri dalam interaksinya dengan peradaban Islam klasik baik itu dalam bidang keilmuan ataupun keagamaan, interaksi kedua kebudayaan itupun makin erat dan kental manakala masa Khalifah Abbasiyah. Pada masa kekhalifahan ini banyak sekali kontribusi yang telah diberikan terhadap terjalinnya interaksi yang harmonis antar peradaban Arab-Islam dan Barat, hal itu ditandai dengan berdirinya Universitas Navoli yang kemudian menjadi tempat belajarnya Thomas Aquino. Di samping Khalifah Abbasiyah yang membantu penyebaran budaya Arab-Islam di Barat perlu juga disebut— disini andil— yang telah diberikan oleh raja Fraderik yang telah mengkontribusikan manuskrip-manuskrip Arab-Islam kepada universitas Oxford dan juga Universitas Paris, proses ini pun berlangsung turun temurun dan berkesinambungan sampai pada raja-raja sesudah Frederik. [6]

Perlu disebut disini bahwa masa sesudah raja Fraderik dan anak-anaknya proses transformasi budaya dan ilmu pengetahuan diwarnai dengan berdirinya departemen translarasi yang dibangun pada masa raja Raymaond dan raja Dominique, lembaga ini telah banyak mentranselarasi manuskrip-manuskrip Arab mengenai kajian-kajian filsafat dan ilmu-ilmu alam ke dalam berbagai bahasa  dan yang terpenting dari semua itu adalah berhasilnya lembaga ini mentranslerasikan Al-Qur'an ke dalam bahasa Latin pada tahun 1143. Sesudah itu dunia translerasi makin familiar dan menyebar di dunia ilmuwan di Barat bahkan ada beberapa lembaga pendidikan yang menjadikan translarasi sebagai dasar ilmu filosofis.

Menurut  Carriford dalam riset ilmiahnya tentang Ibnu Rusdy pada masa pertengahan Eropa dan ditambahkan oleh Raymond dalam bukunya “Ibnu Rusyd And Rusdian controversy “, mereka mengatakan : “ Bahwa pemikiran Ibnu Rusyd saat itu telah banyak memberikan warna dalam peradaban masyarakat Eropa dan pembikinan prinsip kebebasan dan demokrasi di sana.

Fase Kedua, Fase ini dalam perjalanan hubungan antara Islam dan Barat diawali oleh invasi militer yang dilakukan oleh Perancis terhadap wilayah teritorial Mesir pada akhir abad ke 18, pada masa itu sebenarnya negara-negara Timur sudah mengenal dunia Barat, tetapi sayang tidak banyak manfaat yang bisa diambil oleh dunia Timur saat itu terhadap Barat, kecuali beberapa buku karangan Napolean Bonaparte dan beberapa ilmuwan lainnya berkenaan dengan studi kemesiran dan pendirian tempat-tempat riset ilmiah yang masih berdiri sampai sekarang.

Pada awal abad 19 ekplorasi budaya dan peradaban Eropa makin rentan dilakukan pada masa Ali Pasya, masa ini ditandai dengan pengirimian beberapa mahasiswa untuk mengkaji  berbagai macam disiplin keilmuwan yang dipimpin oleh Toha Husain dari pihak al-Azhar. Dan mereka inilah kemudian yang menjadi pionir pembaharuan di dunia Timur pada umumnya dan Mesir pada khususnya, bahkan karena kecerdasan dan keberilianan pikirannya Toha Husain pada masa itu telah berhasil mempertemukan dua peradaban dalam satu titik sentral.

Fase ketiga adalah masa modernisme, fase ini ditandai dengan gelombang modernisme dan revolusi humanisme yang melanda Eropa dan beberapa negara Islam saat itu, dalam fase ini masyarakat muslim terbagi menjadi dua golongan: yang pertama adalah mereka yang mengadopsi aturan nilai dan etika dari masyarakat Barat tanpa melalui proses pemikiran dan eksepsi (taken for granted)  dan yang kedua adalah golongan masyarakat yang mengadopsi aturan nilai dan etika berdasarkan pertimbangan benefisial dan kecocokan terhadap komunitas mereka, golongan kedua ini bisa dikatakan lebih berhati-hati dan selektif dalam melakukan akulturasi budaya dengan Barat, bahkan mereka berusaha untuk mengkombinasikan dua alur kebudayaan yang saling berbeda tersebut untuk dipertemukan ke dalam sebuah titik ideal dengan melakukan kritik ilmiah dan kajian konstruktif [7].
----
[4] Brunt  Gary Dr. dalam Islam In the West, an introduction Makalah ini dipresentasikan dalam seminar yang diadakan oleh Departement of Theology, religious and Islamic Studies university of Wales 2001.
[5] Mustofa halla Dr. Dalam  Al-Islam wa-al Ghorb Min al-Ta’ayus ila al-Tasodum. Hal 27 cetakan pertama  Maktabah Usrah, tahun 2002
[6] Ibid hal. 29
[7] op.cit hal. 30
  
----------------------------------
Pcim Mesir menerima zakat, infaq, sadaqah. Uang ini akan dipergunakan untuk kepentingan dakwah Pcim Mesir dan dapat disalurkan ke:
No rek. 3660009009 a/n PCIM Mesir, Bank Syariah Mandiri, Jl. Gedong Kuning Selatan, No. 5, Yogyakarta.
Konfirmasi via facebook : https://www.facebook.com/pcim.mesir
Dan semoga amal ini bisa menjadikan kita menerima buku amalan perbuatan dengan tangan kanan diakhirat kelak. Alamat Pcim Mesir: Building 113/2, 10th district, Nasr city, Cairo, Egypt.
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

Tidak ada komentar :


Majelis dan Lembaga

[Seluruh Artikel][grids]

Kajian MCIS

[Kajian Utama][bsummary]

Majalah Sinar Mesir

[Seluruh Artikel][threecolumns]

Shaffatul 'Aisyiyah

[Shaffatul 'Aisyiyah][list]