Mendidik Kepribadian dan Kejiwaan Anak
Yang dimaksud dengan pendidikan kepribadian dan kejiwaan anak di sini adalah mendidik anak untuk berani, jujur, menanamkan rasa bahwa dirinya sebagai manusia adalah ciptaan yang sempurna, cinta untuk berbuat baik terhadap orang lain, mampu menahan marah, serta berkperibadian dan berakhlak mulia.
Dalam hal ini, menurut Abdullah Nashih Ulwan, ada beberapa gejala kejiwaan yang mesti diperhatikan oleh seorang pendidik:
1. Minder
2. Takut
3. Rendah diri
4. Dengki
5. Marah
a. Minder
Dalam pertumbuhan anak, sifat minder biasanyamulai muncul ketika anak berumur empat bulan. Setelah umurnya genap atau satu tahun, gejala tersebut biasanya nampak semakin jelas. Dan ketika anak berumur tiga tahun dan ia berada di suatu tempat yang baru atau asing baginya, ia pun tidak akan bergeming dan selalu ingin berada di samping ibunya, karena si anak minder dengan lingkungannya. Jika hal tersebut tidak ditanggulangin, maka pertumbuhan anak pun akan terus demikian, bahkan ketika ia tumbuh dewasa.
Solusinya, seorang pendidik harus membiasakan anak bertemu dan berkumpul dengan orang lain, baik dengan menghadirkan teman-temannya, mengajaknya bersilaturahmi ke sanak famili atau teman, ataupun mendorongnya untuk berkomunikasi dengan orang lain, baik sesamanya ataupun orang yang lebih besar darinya.
b. Takut
Di antara faktor yang menyebabkan anak menjadi sosok yang penakut adalah:
1. Anak sering ditakut-takuti dengan hantu, suasana gelap ataupun makhluk-makhluk aneh;
2. faktor pendidik yang berlebihan mengkhawatirkan keselamatan anak;
3. anak sering mendapat cerita-cerita fiktif yang berbau mistik.
Untuk mengatasi gejal takut ini, maka seorang pendidik harus:
1. Membangun pondasi keimanan kepada Allah serta mengajarkan anak untuk selalu bergantung kepada Allah;
2. memberikan kebebasan kepada anak untuk berbuat, memikul tanggung jawab serta mandiri dalam mengerjakan sesuatu sesuai dengan kemampuan dan pertumbuhannya;
3. tidak menakut-nakuti anak
4. memberdayakan anak untuk bergaul dan memberinya kesempatan untuk bertemu dan mengenal orang lain;
5. mengajarkan pada anak sirah Rasul Saw, sifat-sifat heroik para sahabat dan salaf, serta memicu mereka untuk mem-punyai sifat patriot, berani, dan cinta jihad untuk menegakkan panji Islam.
c. Rendah Diri
Banyak faktor yang menyebabkan anak merasa dirinya rendah. Di antaranya, faktor sosial ekonomi, kondisi anak, kemampuan anak, faktor teman dan orang sekitar, serta faktor lainnya.
Seorang anak yang orang tuanya miskin, ktika melihat orang lain lebih berada atau lebih bergaya, ada kemungkinan muncul dalam dirinya rasa rendah diri. Atau ketika anak mempunyai cacat fisik dan ia tidak mampu mempotensikan kelebihan yang ia miliki, juga sangat rentan untuk merasa lebih rendah dari orang lain, lebih-lebih jika teman atau orang di sekitarnya sering mengejek. Hal ini juga bisa terjadi dalam lingkuangan keluarga, dimana orang tua anak lah yang malah merendahkan anaknya dengan kalimat-kalimat yang biasanya terucap ketika marah. Seperti, "Dasar anak tak tahu diri!", atau kalimat lainnya.
Terapi paling jitu tentu dengan terus menjaga kemapanan pemahaman iman pada diri anak. Setiap apa yang dialami merupakan takdir Ilahi yang harus diterima dengan lapang dada. Selain itu, orang tua (pendidik) juga harus mencerminkan kepribadian yang baik.
Ketika anak berbuat salah, mengumpatnya bukanlah suatu sikap yang benar. Anak boleh dimarahi, namun orang tua tidak boleh lepas kontrol, sehingga keluar kata-kata mengumpat
d. Dengki
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dengki diartika menaruh rasa marah (benci, tidak suka) karena iri yang amat sangat kepada keberuntungan orang lain. Dalam sudut pandang lain, dengki juga bisa diartikan sebagai keinginan agar orang lain kehilangan nikmat yang telah dikaruniakan kepadanya.
Sifat ini seringkali dalam kehidupan bermasyarakat ataupun kehidupan keluarga. Dan terkadang sulit untuk diobati, mengingat dengki merupakan suatu penyakit hati, apalagi kalau sudah akut.
Ketika muncul kedengkian dalam diri seorang anak, terkadang ibu/pendidik tidak mengetahuinya. Baru setelah sifat ini tersimpan lama dalam diri anak, yang kemudian disadari atau tidak oleh anak, tingkah lakunya merupakan pancaran dari gejala dengki tersebut.
Dalam kehidupan keluarga, sifat ini seringkali muncul karena ketidak arifan orang tua dalam membagi perhatian di antara anak-anaknya, atau melebih-lebihkan satu dari lainnya. Faktor yang sering terlihat adalah kondisi strata sosial, dimana anak bergaul dengan yang tingkat ekonominya di atas rata-rata, sedangkan si anak dari keluarga miskin.
Penanggulannya, orang tua tentu saja harus pandai-pandai membagi perhatian dan kasih sayang terhadap anak-anaknya, sehingga anak merasa mendapat perhatian dan kasih sayang orang tua, selain juga harus mendeteksi sebab-sebab hasad tersebut jika muncul sebab lain.
e. Marah
Sifat marah sebenarnya tidak selalu bernilai buruk. Rasulullah Saw sendiri pernah marah, takkala ada dispensasi hukum hanya karena orang yang berbuat kriminal tersebut seorang yang punya kedudukan. Yang dimaksud marah di sini adalah marah yang tercela (al-ghadhab al-madzmûm) yang muncul untuk kepentingan sendiri, sikap egoisme, sehingga menimbulkan perpecahan. Marah seperti inilah yang tidak dibenarkan dan harus dikendalikan.
Anak yang terlatih mengendalikan amarah, sebenarnya ia meniti tangga-tangga prestasi mental dan akan tumbuh menjadi orang yang berfikiran positif. Dalam al-Qur'an disebutkan:
الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاء وَالضَّرَّاء وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
"(Orang-orang yang bertakwa itu) adalah orang yang menafkahkan (hartanya di jalan Allah), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan" (QS. Âlu 'Imrân:134)
Untuk mengatasi marah, Rasulullah Saw. memberikan beberapa tips:
1. Dengan diam. Rasulullah bersabda:
إذا غضب أحدكم فليسكت (رواه أحمد)
"Jika salah seorang di antara kalian marah, maka diamlah" (HR. Ahmad)
2. Dengan berwudhu. Sabda Rasul:
الغضب من الشيطان و إنّ الشبطان خلق من النار, و إنّما النار تطفأ بالماء, وإذا غضب أحدكم فليتوضأ
(رواه أبو داود)3. Merubah posisi semula.
إذا غضب أحدكم وهو قائم فليجلس فإذا ذهب عنه الغضب و إلا فليضطجع (رواه أحمد
"Jika salah seorang dari kamu marah dan dia berdiri, maka duduklah dengan demikian akan reda marahnya. Jika belum reda, maka berbaringlah" (HR. Ahmad)
4. Mengucap ta'awudz
استب رجلان عند النبى صلى الله عليه وسلم وأحدهما يسب صاحبه مغيضبا قد احمر وجهه, فقال النبى صلى الله عليه وسلم: إنى لأعلم كلمة لو قالها لذهب عنه ما يجد.. لو قال أعوذ بالله من الشيطان الرجيم (رواه البخارى و مسلم
“Ada dua orang yang saling mengejek di hadapan Rasulullah Saw. Salah seorang di antara keduanya mengumpat yang lain dengan wajah memerah karena marah. Rasulullah Saw pun bersabda: "aku mengetahu suatu kalimat, jika kalimat itu diucapkan maka akan hilanglah (rasa marah) yang ia dapat (dalam dirinya), yaitu: A’ûdzu billâhi min al-syaithân al-rajîm” (HR. Al-Bukhârî dan Muslim)
Peran ibu dalam membiasakan anak agar mengendalikan marahnya tentu sa-ngat signifikan. Namun seorang pendidik terlebih dahulu juga harus dilatih untuk menjadi orang penyabar, pemaaf dan mampu mengendalikan amarahnya. De-ngan demikian secara tidak langsung anak bisa mencontoh sifat-sifat yang ada pada ibunya. Wallâhu a'lam.
----------------------------------
Pcim Mesir menerima zakat, infaq, sadaqah. Uang ini akan dipergunakan untuk kepentingan dakwah Pcim Mesir dan dapat disalurkan ke:
No rek. 3660009009 a/n PCIM Mesir, Bank Syariah Mandiri, Jl. Gedong Kuning Selatan, No. 5, Yogyakarta.
Konfirmasi via facebook : https://www.facebook.com/pcim.mesir
Dan semoga amal ini bisa menjadikan kita menerima buku amalan perbuatan dengan tangan kanan diakhirat kelak. Alamat Pcim Mesir: Building 113/2, 10th district, Nasr city, Cairo, Egypt.
Post A Comment
Tidak ada komentar :