Bagaimana Yahudi dan Nasrani Memperlakukan Wanita ?
Wanita Dalam Agama Yahudi
Kaum Yahudi adalah kaum Nabi Musa As., kitab Taurat sebagai pedomannya; yang memiliki ajaran yang mulia; mengajarkan berakhlak mulia pada umatnya, namun mereka telah melakukan dan memasukkan penyimpangan-penyimpangan terhadap ajaran agama mereka secara sengaja. Oleh sebab itu sebagian dari mereka menganggap anak perempuan seperti pembantu, yang merupakan hak bagi ayahnya untuk dijual dan tidak mendapatkan harta warisan kecuali sang ayah tidak memiliki saudara atau keturunan dari kaum laki-laki. Namun apabila harta warisan diwariskan kepada anak perempuan maka dia hanya boleh menikah dengan laki-laki dari sukunya agar warisannya tidak berpindah pada suku lain. Seorang isteri tidak memiliki hak untuk menggunakan hartanya karena semua yang dimilikinya adalah milik suami. Dan jika meninggal suaminya maka saudara suami harus menikahinya; jikalau tidak memiliki saudara laki-laki maka saudara terdekatnyalah yang menikahi isterinya.
Ajaran mereka (yang telah mengandung penyimpangan) mengajarkan bahwa seorang suami menjadi tuan dalam keluarganya, harus tunduk terhadap kekuasaanya isteri, anak-anaknya baik yang sudah menikah atau belum serta para cucunya. Oleh karena itu, seorang ayah boleh menikahkan anak perempuannya tanpa persetujuannya, jika menolak dia akan dibunuh.
Selain itu mereka menganggap perempuan sebagai sebuah kutukan dan dialah yang mendukung dan merayu Adam untuk mengikuti ajakan iblis memakan buah yang telah dilarang Tuhan untuk memakannya sehingga mereka berdua (Adam dan Hawa) diturunkan ke bumi. Sebagaimana terdapat dalam Taurat mereka:
أنّ الرب سأ ل آدم: (هل أكلت من الشجرة التى أوصيتك ألا تأ كل منها, فقا ل آدم: المرأة التى جعلتها معى هي أعطتني من الشجرة فأ كلت)
“Sesungguhnya Tuhan telah bertanya pada Adam: “apakah kamu teah memakan buah dari sebuah pohon yang telah Aku larang engkau memakannya?” maka Adam menjawab: perempuanlah penyebabnya, dialah yang memberiku buah itu maka aku memakannya’.[1]
2. Wanita Dalam Agama Nasrani
Nabi Isa As. adalah nabi yang membawa ajaran Nasrani dengan Injil sebagai kitabnya. Ajaran yang dibawa Nabi Isa As. mengajak kepada kasih sayang, toleransi, menjaga hubungan kekeluargaan; menghormati perempuan. Tapi lagi-lagi penyimpangan terjadi pada ajaran agama ini seperti yang telah terjadi dalam agama Yahudi.
Para pastur dan pendeta menganggap perempuan sebagai mas’uliyah (penanggung jawab) terhadap menyebarnya kekejian dan kemungkaran di masyarakat Romawi. Mereka (para pastur dan pendeta) selalu mengatakan kepada para perempuan “ Seharusnya kalian malu telah ditakdirkan menjadi perempuan serta senantiasa hidup dalam menyesalan yang berkepanjangan karena diturunkan ke bumi sebagai laknat dari tuhan”.[2]Karena perempuan hanya dipandang sebelah mata maka hak-hak merekapun terabaikan, bahkan para pastur telah menetapkan bahwa hubungan antara laki-laki dan perempuan najis, sehingga harus dijauhi.
Hukum pemerintah lebih kejam dari hukum Gereja, contohnya:
i. Suami boleh memukul dan menyiksa isterinya sesuai dengan keinginannya
ii. Seorang perempuan tidak boleh datang ke pengadilan; mengadu serta menuntut sesuatu.
iii. Perempuan tidak berhak memiliki jabatan di Parlemen.
3. Pada Zaman Persia
Sebelum Persia masuk Islam para wanita saat itu dipandang remeh dan tidak memiliki hak apapun baik dalam hal menuntut ilmu, pergaulan serta sebagai seorang istri. Keadaan seperti ini terus berlanjut sampai datang Islam memberikan hak-hak wanita sebagai manusia.[1]
4. Romawi Kuno
Wanita pada zaman ini harus selalu taat dan patuh pada laki-laki (ayah, suami). Laki-laki memiliki hak penuh terhadap istri dan anak wanitanya sehingga dia berhak untuk menikahkan dengan siapa saja yang dia kehendaki dan boleh memperjualbelikan mereka. Ketika pemimpin keluarga(ayah atau suami) meninggal maka yang berhak meneruskan kekuasaannya anak laki-laki dan apabila hanya memiliki anak perempuan, kekuasaan pun jatuh ketangannya sampai dia menikah.
Seperti halnya Yunani Kuno, seorang laki-laki Romawi Kuno memiliki kebiasaan menikah dengan banyak wanita sesuai kehendaknya. Kebiasaan ini terus berlaku hingga Justiyan (raja Romawi) menetapkan secara hukum akan dilarangnya kebiasaan ini, namun hukum tersebut tidak dihiraukan oleh rakyatnya dan tetap melakukan kebiasaan ini bahkan para pemuka agama memberikan kebebasan untuk melakukan kebiasaan itu.[2]
5. Yunani Kuno
Yunani kuno adalah sebuah negara yang maju dan berperadaban, namun para wanita pada saat itu sangat dilecehkan, diperjualbelikan seperti barang dagangan. Mereka dilarang mengerjakan semua pekerjaan kecuali pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak. Selain itu, mereka tidak memiliki hak untuk menggunakan harta mereka tanpa seizin suami, tidak berhak atas harta warisan, tidak boleh menuntut cerai walau terkadang boleh akan tetapi selalu dipersulit dan hanya harus taat pada suami, sehingga suami ketika itu diperbolehkan menikahi banyak wanita sesuai yang dia kehendaki.
Saat Yunani Kuno mencapai puncak keemasan pemberlakuan wanita seperti di atas berubah. Wanita ketika itu memiliki kebebasan bergaul sebebas-bebasnya sehingga perbuatan keji seperti zina menjadi hal biasa dan sering ditemui.[3]
-----
[1]. Susan Fahdu al-Hawwâl, al-Mar’ah fî at-Tashawwur al-Qur’anî, Dar al-‘Ulûm al-‘Arabiyah, Beirut, cet. I, 2004, hal. 39
[2]. Ibid. hal. 40
----------------------------------
Pcim Mesir menerima zakat, infaq, sadaqah. Uang ini akan dipergunakan untuk kepentingan dakwah Pcim Mesir dan dapat disalurkan ke:
No rek. 3660009009 a/n PCIM Mesir, Bank Syariah Mandiri, Jl. Gedong Kuning Selatan, No. 5, Yogyakarta.
Konfirmasi via facebook : https://www.facebook.com/pcim.mesir
Dan semoga amal ini bisa menjadikan kita menerima buku amalan perbuatan dengan tangan kanan diakhirat kelak. Alamat Pcim Mesir: Building 113/2, 10th district, Nasr city, Cairo, Egypt.
Post A Comment
Tidak ada komentar :