PCIM News

[Kabar PCIM][list]

Kabar Persyarikatan

[Muhammadiyah][twocolumns]

Al-Azhar dan Ilmu Menjaga Eksistensi Turats (bag-2)

Al-Azhar dan Eksistensi Turats
Penulis: M. Fardhan S W



Al-Azhar memperhatikan proses transimisi ilmu kepada anak didiknya. Tujuannya adalah menjaga tradisi keilmuan, khususnya ilmu agama, agar ilmu yang diwariskan kepada peserta didik sesuai dengan apa yang dipahami para pendahulunya. Misalnya dalam ilmu akidah, diajarkan kitab Kharîdah Bahiyyah karangan Imam Dardiri. Maka sang pengajar kitab ini, telah lebih dahulu belajar dari seorang guru yang mana guru tersebut juga mempelajari kitab yang sama pada ulama pendahulunya, yang juga belajar kepada pendahulunya hingga Imam Dardiri. Dengan demikian, mata rantai keilmuan tersebut tetap terjaga sebagaimana esensi yang dikehendaki oleh pengarang kitab tersebut. Disiplin ilmu lainnya juga demikian, baik bahasa arab, hadis, ilmu kalam, dan sebagainya. Metode demikianlah yang dilestarikan oleh Al- Azhar.

Abu ‘Ali al-Jiyani dalam Tadzkirah al-Huffadzh, menuturkan bahwa salah satu karakteristik umat Islam yang tidak dimiliki oleh umat lain adalah sanad. Oleh karena itu, Al-Azhar berupaya menjaga karakteristik umat Islam tersebut. Dari sini timbul pertanyaan, bukankah umat Islam telah diberikan akal untuk memahami agamanya? Namun mengapa umat Islam  hanya membebek pada para penduhulunya? Bukankah banyak buku- buku kontemporer yang jauh lebih mudah, untuk mempelajari Islam?

Pertanyaan tersebut diatas kurang elok jika dilontarkan oleh seorang akademisi. Karena sejatinya, buku- buku tersebut, keberadaannya bersumbu pada buku-buku klasik. Disamping itu, menjaga mata rantai keilmuan yang disebut sanad, tidak berarti mengajarkan umat Islam untuk tidak menggunakan akal yang dikaruniakan-Nya. Karena dalam perkembangannya, pada konteks tertentu, diajarkan juga upaya  kontekstualisasi ajaran-ajaran yang terdapat  dalam teks. Buku-buku kontemporer hanya bersifat pengembangan dan “perangkat” yang membantu belajar ilmu agama, khususnya bagi mereka yang masih berlevel beginner dan intermediate.

Al-Azhar, transmisi keilmuan dari kitab klasik yang muktamad, dan karya luhur para ulama yang kapabilitas dan kredibilitas keilmuannya tidak diragukan, merupakan satu kesatuan mata koin, tidak dapat dipisahkan. Realita pada saat ini. Tidak sedikit kelompok yang menilai kitab klasik atau turats hanya sekedar sejarah. Syekh Usamah Sayyid Azhari, Penasehat Presiden Mesir saat ini, menuturkan dalam salah satu kuliah umumnya, terdapat kelompok-kelompok yang memandang turats dengan keliru, diantaranya:

1.      Kelompok yang memandang  turats  merupakan produk  klasik dan tidak relevan lagi dengan zaman.
2.      Kelompok yang antipati dan menyimpulkan bahwa ulama- ulama terdahulu dan manusia zaman sekarang sama. Maka hasil pemikirannya pun sama, karena sama- sama dikaruniai akal, sehingga tak perlu berkiblat pada khazanah keilmuan para pendahulu.
3.      Kelompok yang perhatian terhadap turats, namun hanya sekedar membaca dan menghafalkannya.  Serta terbatas pada lafadz-lafadz  dan terhenti pada masalah-masalah parsialnya (masâil). Tidak ada upaya transformasi nilai-nilai dan upaya melahirkan ilmu baru, bertolak dari metode yang digunakan oleh ulama-ulama klasik.

Sebenarnya jika dipahami secara benar, turats dan kitab- kitab klasik mampu menjadi gerbong pemikiran yang membawa umat Islam melintasi zaman dan tempat, hingga mencapai tujuan yang diidam-idamkan, Islam yang Rahmatan lil ‘Âlamîn dan berkemajuan. Sesuai dengan ungkapan dari ahli hikmah Arab:

 المحافظة على القديم الصالح والأخذ بالجديد الأصلح (melestarikan nilai lama yang baik dan mengadopsi metode baru yang lebih relevan). Artinya, upaya kontekstualisasi dengan zaman begitu dijunjung tanpa meninggalkan nilai-nilai yang terdapat dalam kitab-kitab klasik. Azhar berusaha mengakomodasi karya-karya luhur ulama klasik dengan mata rantai keilmuannya yang senantiasa dilestarikan, agar bangunan keilmuannya tetap orisinal. Hanya penerapannya saja yang terkadang berbeda. Karena banyak masalah- masalah kontemporer yang dijumpai pada suatu zaman, tidak terdapat pada zaman sebelumnya. Ringkasnya, zaman yang terus bergulir menghendaki munculnya permasalahan-permasalahan baru.

----------------------------------
Pcim Mesir menerima zakat, infaq, sadaqah. Uang ini akan dipergunakan untuk kepentingan dakwah Pcim Mesir dan dapat disalurkan ke:
No rek. 3660009009 a/n PCIM Mesir, Bank Syariah Mandiri, Jl. Gedong Kuning Selatan, No. 5, Yogyakarta.
Konfirmasi via facebook : https://www.facebook.com/pcim.mesir
Dan semoga amal ini bisa menjadikan kita menerima buku amalan perbuatan dengan tangan kanan diakhirat kelak. Alamat Pcim Mesir: Building 113/2, 10th district, Nasr city, Cairo, Egypt.
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

Tidak ada komentar :


Majelis dan Lembaga

[Seluruh Artikel][grids]

Kajian MCIS

[Kajian Utama][bsummary]

Majalah Sinar Mesir

[Seluruh Artikel][threecolumns]

Shaffatul 'Aisyiyah

[Shaffatul 'Aisyiyah][list]