Definisi, Relevensi dan Kelebihan Ekonomi Islam
Sembari ekonomi Islam mengembangkan 'sayap'nya, mari kita pahami apa yang dimaksud dengan dunia perekonomian, dengan begitu bilamana di tengah-tengah pergolakannya terdapat kekeliruan kita mampu membenarkannya.
Kata ekonomi, dalam bahasa arab kerap di sebut al-iqtishod. Menurut bahasa berarti at-taufir yang berarti pemenuhan kebutuhan[1].Ada pula yang mengartikan iqtishod dari segi bahasa adalah al-Tawasud wa al-I'tidal[2]. Sebagaimana dalam firman Allah :
واقصد فى مشيك
Adapun secara istilah iqtishod berarti management keuangan baik dengan cara mengamankannya atau mengembangbiakan dan memperbanyaknya, kata iqtishod juga terdapat pada bahasa yunani lama yang artinya management urusan rumah.[3]
Memaknai perekonomian islam para ahli ilmu memiliki pengertian yang berbeda- beda,diantaranya ;
- Menurut ustadz Bâkir al-Shodri dalam kitabnya "iqtishâdinâ" yang dimaksud dengan ekonomi islam adalah :"sebuah sistem yang menjadikan islam sebagai patokan dalam menjalankan proses kegiatan perekonomian".
- DR.Muhammad abdul manna mendefinisikan bahwa perekonomian islam adalah "ilmu sosial yang membahas didalamnya permasalahan-permasalahan dalam perekonomian dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip islam".
- Adapun Dr.Ahmad Shofiuddin Aud mengartikan ekonomi islam sebagai "Ilmu yang membahas didalamnya tata cara berusaha,berinfak sesuai dengan aturan dan etika yang terkandung dalam syariat islam"[4].
B. Relevansi Ilmu Ekonomi dalam Al-quran
Ekonomi Islam dalam Al-Qura’n ditinjau dari segi normatif dan historis.
Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang membicarakan dunia perekonomian, bahkan di kalkulasikan ayat terpanjang dalam surat Al-baqarah menjelaskan atauran-aturan dalam hutang- piutang.
Al-iqtishod di ukur dari ketaatan[5] berarti keseimbangan dan pemerataan antara debet dan kredit, juga tidak mengandung unsur pemborosan atau berlebihan tidak sesuai dengan kebutuhan, hal ini juga dijelaskan dalam Al-Qur’an, Allah berfirman :
و الذين إذا أنفقوا لم يسرفوا ولم يقتروا وكان بين ذلك قواما
"Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanja itu) ditengah-tengah antara yang demikian" (QS. Al-Furqon : 67)
Dari ayat diatas jelas bahwa Al-Quran telah mengatur aktivitas perekonomian sedemikian rupa, sebagaimana hadis Rasul Saw., diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam Musnadnya:
لا عال من إقتصد
"Tidak akan fakir orang yang berlaku adil" (HR. Ahmad).[6]
Disusul Khulafa'ar-rosyidin dan turut mengamalkan ketentuan yang terkandung dalam Al-Quran dan sunnah, sebuah bukti bahwa Islam agama yang compleks hingga perekonomian sekalipun tidak luput dari perhatiannya.
Di penghujung surat al-Baqarah Allah memperbolehkan gadai bilamana dalam keadaan mendesak (perjalanan) dan tidak memiliki apapun sebagai alat tukar,seperti yang dilakukan rasul ketika beliau menggadaikan baju perangnya dengan makanan.
C. Keistimewaan Ekonomi Islam
Pertama ; Sumber yang robbani [7]
Diantara sekian banyak kelebihan ekonomi Islam dengan lainnya,ekonomi Islam memiliki pondasi yang jelas demi kelancaran penerapannya, kebutuhan akan pondasi yang jelas, tidak hanya pada perekonomian Islam saja tapi pada ekonomi lainnya. Namun, satu hal yang membedakan bahwa ekonomi Islam bersandar pada asas ketuhanan, yang bersumber dari Al-Qur’an, sunnah, ijma' dan qias juga sumber-sumber lain. Kendati demikian ekonomi itu sendiri tidak terlepas dari 4 sumber yaitu[8] ;
1.Pertanian;
2.Perdagangan;
3. Perindustrian;
4.Dan yang paling klasik melalu usaha kerja keras manusia.
Corak lain sumber ekonomi Islam, Islam mempunyai sumber perekonomian melalui rumah-rumah zakat[9], sebuah sumber yang tidak dimiliki oleh perekonomian selain Islam.
Bisa dari kesemua sumber tadi akan muncul yang namanya hak kepemilikan, lagi-lagi Islam tidak membiarkan sistem kepemilikan ini berjalan brutal. Islam mengatur batasan-batasan dalam hak kepemilikan. Dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa salah-satu fitrah dalam diri manusia adalah rasa ingin memiliki (hak untuk memiliki)[10], yang dijelaskan secara gamblang dalam surat Al-Nisa’ ayat 32 :
للرجال نصيب مما اكتسبوا واانساء نصيب مما اكتسبن
“Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi wanitapun ada bagian dari apa yang mereka usahakan.“(QS. An-Nisâ:32)
Ayat ini merupakan penegasan dari Allah akan kefitrahan yang ada pada diri manusia baik laki-laki atau perempuan, dalam hadis juga dikatakan Rasul Saw., bersabda :
كل المسلم على المسلم حرام دمه و عرضه و ماله
"Setiap muslim diharamkan merampas bagi muslim lainnya pada tiga hal :darahnya (membunuh) kehormatannya (menghina) dan pada hartanya (mencuri)".
Hadis ini memperjelas bahwa setiap manusia memiliki hak kepemilikan yang diharamkan bagi orang lain untuk mengambil alih atau merampasnya, bersamaan dengan itu perlu kita cermati bahwa kepemilikan yang ditetapkan terhadap manusia hanya sebatas hak penggunaannya saja adapun pemilik sebenarnya hanya Allah Swt.[11]
Secara otomatis untuk meraih kepemilikan membutuhkan cara atau sumber untuk mewujudkannya, selain memang Allah sudah menetapkan sebagiannya, adapun cara yang diajarkan dalam islam[12] :
1. Dengan berburuh, termasuk juga menangkap ikan atau berburuh hewan lainnya.
2. Menggali hasil kekayaan alam, baik berupa minyak, batu-bara, emas timah dan lain-lain.
3. Membuka lahan baru Rasul Saw., bersabda :
من أحيا أرضا ميتة فهي له
"Barang siapa menghidupkan tanah yang mati maka akan menjadi miliknya"
Dengan cara mengambil upah atas pekerjaan yang diperbuat terhadap orang lain.
Lalu dari keterangan tadi kita temukan satu titik kesimpulan bahwa ruhnya ekonomi adalah "bekerja" Islam pun menetapkan demikian, sejak abad ke14 yang lalu.
Sebuah undang-undang di mesir, yang cukup terbilang lama, terdapat aturan boleh memperkerjakan pekerja tanpa diberi imbalan dalam jangka waktu 6 bulan (pada awal bekerja sebagai percobaan) dengan adanya undang-undang ini banyak millioner yang memanfaatkan cara tersebut untuk menumpuk kekayaan mereka dengan memperkerjakannya pekerja-pekerja itu tanpa diberi imbalan pada 6 bulan pertama kemudian memecat mereka dengan alasan cara kerja mereka yang tidak baik dan lain sebagainya.
Realita yang ada benar-benar bertentangan dengan nilai-nilai islam, karena salah satu ketentuan dalam islam adalah :
الا كسب بلا جهد كما انه لا جهد بلا جزاء
"Niscaya tidak ada usaha tanpa kerja keras layaknya tidak ada kerja keras tanpa imbalan".[13]
Kedua; Tujuan yang terencana[14]
Ekonomi Islam mempunyai tujuan yang terencana yaitu memenuhi kebutuhan individu, sosial masyarakat dan dunia secara umum, sejalan dengan tujuan agama Islam itu sendiri.
Ketiga ; Extra kontroling (pengawasan ganda)[15]
Ketika konsep ekonomi islam diterapkan maka praktek perekonomian Islam tidak lepas dari dua pengawasan ;
1. Pengawasan manusia (Human Kontrol, roqobah basyariah),
2. Pengawasan tuhan (God Kontrol, roqobah zatiyyah)
Dalam hal ini human kontrol pada zaman rasul langsung ditangani oleh Rasul,saat kota Mekah ditaklukkan rasul mengirim utusan untuk mengawasi praktek perekonomian disana, berbarengan dengan itu ada nya god kontrol juga tak kalah penting.
Keempat; Kolaborasi antara ketetapan baku dan perubahan (perkembangan)[16]
Dalam perekonomian Islam terdapat perkara-perkara baku yang tidak dapat ditawar dan dibolak-balik sesuai sikon, yaitu pengharaman riba', judi, penghalalan jual beli, takaran dalam zakat,dan tidak seorangpun berhak merubah ketetapan ini, adapun perkembangan dalam ekonomi Islam diberikan sebebas-bebasnya dengan sarana modern atau sesuai adat asal tidak bertabrakan dengan ketentuan-ketentuan baku yang telah ditetapkan.
Kelima; Keseimbangan antara rohani dan jasmani.[17]
Ekonomi islam tidak membedakan antara hak jasmani dan rohani, ketika panggilan salat telah diperdengarkan maka tinggalkan kehidupan ekonomi sejenak, dalam al-quran Allah berfirman :
فإذا قضيت الصلاة فانتشروا في الأرض وابتغوا من فضل الله واذكروا الله كثيرا لعلكم تفلح
“Apabila telah ditunaikan salat,maka bertebarlah kami dimuka bumi; dan carilah karunia Allah dan banyak-banyaklah mengingat allah supaya kamu beruntung".
Keenam; Selaras antara kemaslahatan individual dan social.[18]
Setiap individu memiliki hak yang sama dalam memanfaatkan miliknya dengan cara yang baik dengan tidak mengganggu kepentingan orang lain, dan menimbulkan dampak negative bagi yang lain.
Ketujuh; Tidak ekslusif (terbuka)[19]
Konsep Ekonomi Islam tidak kaku juga tidak tertutup ia bebas digunakan oleh siapapun karena memang Islam datang Rahmatan lil `alamin oleh karenanya tidak ada klasifikasi di dalamnya, ia digunakan oleh mereka yang kaya juga dapat masuk dan digunakan oleh mereka yang berada di line kelas bawah
Kedelapan; Realistis[20]
Ekonomi Islam bersifat praktis, dan relistis hingga dapat diterapkan dimanpun, dan kapan pun juga sesuai dengan tabiat manusia.
------
[1]Dr. Abdul Qodir Sayyid Abdurrouf, Adwa' `ala al-Nuzhum al-Islamiy, Muqoror universitas al-Azhar,Kairo,cet. II, 2005, hal. 242.
[2]Dr.Rofiq Yunus al-Misry, Ushul al-Iqtishâdi al-Islâmiy, Dâr al-Qalam, Damaskus, cet. II,1993, hal.11.
[3]Ibid. hal. 242-243.
[4] Dr. Syauqi Ahmad Dunya, Muqadimah Fiy Ilmi al-Iqtishâdi al-Islamiy, Muqoror Universitas Al-Azhar, Kairo, 2003, hal. 14-15.
[5]Syehk Muhammad bin Sholih al-`atsimin, Syarih Riyadh al-Shâlihin, vol. I, Dâr Ibnu Haitsam, kairo, 2002, hal. 346.
[6] Dr. Abdul Qodir Sayyid Abdurrouf, op. cit., hal. 242, lih. Juga. Dr.Rofiq Yunus al-Misry, op. cit.,hal. 11.
[7]Ustadz. Dr. Ali Ahmad al-Sâlusi, Mausuah al-Qodhâya al-Fiqhiyyah al-Muâshiroh wa al-Iqtishâdi al-Islamy, Maktabah Dâr al-Quran, kairo, cet. X, 2006, hal. 22.
[8] Dr. Abdul Qodir Sayyid Abdurrouf, op. cit., hal. 245.
[9] Ibid., hal.247.
[10] Abdu al-Sami' al-Mishry, Maqumât al-Iqtishâdi al-Islamiy, Maktabah Wahbah, Kairo, cet. IV, 1990, hal. 40-41
[11] Ibid., hal. 41.
[12] Ibid., hal 45-46.
[13] Ibid., hal. 20-27. lafadz lain dengan makna yang sama :الا كسب بلا جهد ولا مال بلا عمل
[14] Ustadz. Dr. Ali Ahmad al-Sâlusi, op. cit., hal. 25.
[15]Ibid., hal. 27.
[16]Ibid., hal.27.
[17]Ibid., hal. 28.
[18]Ibid., hal. 29.
[19]Ibid., hal. 34.
[20]Ibid., hal. 30.
----------------------------------
Pcim Mesir menerima zakat, infaq, sadaqah. Uang ini akan dipergunakan untuk kepentingan dakwah Pcim Mesir dan dapat disalurkan ke:
No rek. 3660009009 a/n PCIM Mesir, Bank Syariah Mandiri, Jl. Gedong Kuning Selatan, No. 5, Yogyakarta.
Konfirmasi via facebook : https://www.facebook.com/pcim.mesir
Dan semoga amal ini bisa menjadikan kita menerima buku amalan perbuatan dengan tangan kanan diakhirat kelak. Alamat Pcim Mesir: Building 113/2, 10th district, Nasr city, Cairo, Egypt.
Post A Comment
Tidak ada komentar :