PCIM News

[Kabar PCIM][list]

Kabar Persyarikatan

[Muhammadiyah][twocolumns]

Perbedaan Metodologi dan Kemajuan Khazanah Fikih Indonesia


Perbedaan  penentuan awal dan akhir bulan Ramadhan merupakan diskursus klasik yang tak kunjung mendatangkan solusi alternatif. Truth claim yang diusung para petinggi ormas, sering kali membingungkan kaum awam, sehingga menimbulkan keresahan yang akan mengganggu ketentraman masyarakat bila ada faktor lain yang memicunya. Memang dalam kenyataannya, hal ini dipicu oleh perbedaan metodologi yang digunakan dalam menetapkan awal bulan Qamariah. Bukan lahir dari prinsip pokoknya asal beda yang selama ini disematkan kepada Muhammadiyah.

Perbedaan pendapat tentang penentuan awal bulan qamariyah dalam masyarakat sesungguhnya lebih bersifat fiqhiyyah, artinya perbedaan pendapat itu berawal dari masalah paradigma fikih dan implementasinya. Bagi sebagian kaum muslimin, ketentuan puasa Ramadhan dan metode untuk mengetahuinya adalah satu paket yang tak dapat dipisahkan. Keduanya termasuk dalam wilayah ta’abbudi. Oleh karena itu harus dan hanya berdasarkan wahyu an sich. Bagi kelompok ini, metode untuk mengetahui awal dan akhir bulan Ramadhan adalah rukyah. Ada juga sebagian lain yang membedakan antara ketentuan waktu puasa yang taabudi dan tata cara untuk mengetahuinya yang termasuk dalam wilayah ta’aqquli atau ijtihâdi. Dalam pandangan kelompok ini, cara menentukannya dapat dilakukan dengan metode hisab.

Muhammadiyah dengan yang dikenal memilki paradigma berikir modernis dan memiliki kepercayaan penuh terhadap science, menganut sistem hisab (ru’yah bi’l 'ilmi) sebagai metodologi penentuan awal bulan Qamariyah. Sejalan dengan perkembangan ilmu hisab, Muhammadiyah pun mengalami evolusi dalam menetapkan sistem hisab yang digunakannya. Dari sistem ijtimâ’ qabla’l ghurûb, sampai pada akhir tahun 60-an beralih ke sistem wujâdu’l hilâl . Selain Muhammadiyah ada kaum tradisional yang bersikukuh dengan ketradisionalan-nya, sekalipun ia sendiri tengah hidup di zaman teknologi.

Dibutuhkan pendekatan persuasif supaya umat menjadi lebih dewasa dalam memahami persoalan yang cukup komplek ini. Seperti Simposium Internasional Penyatuan Kalender Hijriyah September 2007 yang diadakan di Jakarta oleh PP Muhammadiyah. Mudah-mudahan acara seperti ini bukan dimaksudkan untuk memperuncing masalah atau mempertajam perbedaan pendapat tersebut, akan tetapi justru sebaliknya memberikan solusi, atau setidaknya memininalisir kemungkinan terjadinya kembali perbedaan dalam penetuan awal bulan Qamariyah khususnya Ramadhan. Berdasarkan keikhlasan dan rasa tanggungjawab yang penuh dalam rangka mencari kebenaran ilmiah dan kemaslahatan bagi umat Islam.

Walakhir, perbedaan metodologi yang ada, bukan berarti harus dilebur menjadi satu, justru jika ini dilakukan, ia malah merupakan sebuah bentuk 'penghinaan intelektual'. Tapi, mari kita biarkan ia berkembang menjadi bagian dari khazanah ilmu pengetahuan Islam. Semoga Allah Swt. senatiasa memberikan bimbingan dan petunjuk kepada kita semua untuk mencapai kebenaran yang telah ditetapkan-Nya. (QS:Al-Fatihah:5). Wallahu ‘alamu bi al-shawâb. Yusuf Tarlim
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

Tidak ada komentar :


Majelis dan Lembaga

[Seluruh Artikel][grids]

Kajian MCIS

[Kajian Utama][bsummary]

Majalah Sinar Mesir

[Seluruh Artikel][threecolumns]

Shaffatul 'Aisyiyah

[Shaffatul 'Aisyiyah][list]