Wajibkah menghadiri walimah ? Berikut Syarat yang membuatnya wajib
Ulama berbeda pendapat dalam memenuhi undangan. Di antaranya Jumhur, mereka berpendapat bahwa memenuhi undangan walimah pernikahan hukumnya wajib (fardhu ‘ain) bagi orang yang diundang selama tidak ada halangan, seperti sakit, udara terlalu dingin dan terlalu panas. Kesediaan kita memenuhi undangan menunjukkan perhatian kita, ikut merasakan kebahagiaan dan memuliakan orang yang mengundang.[1] Dalilnya, diriwayatkan dari Abdulullah Ibn Umar Ra., Rasulullah bersabda: “Jika seseorang diundang untuk datang dalam walimah pernikahan maka penuhilah undangan tersebut” (HR. Bukhari dan Muslim)[2] dan diriwayatkan juga dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Siapa yang tidak memenuhi undangan, maka telah bermaksiat kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya”. (HR. Bukhari)[3]
Wajhu al-Dilâlah
Allah tidak akan menyebutkan seorang hamba berbuat maksiat kecuali dia meninggalkan suatu kewajiban. Jadi, orang yang tidak memenuhi undangan sama artinya dengan meninggalkan perkara yang wajib.
Adapun Hanafiyah berpendapat bahwa memenuhi undangan walimah hukumnya sunat. Sebagian ulama berpendapat memenuhi undangan walimah pernikahan hukumnya fardhu kifâyah (kewajiban bagi golongan bukan individu). Dari sekian pendapat, yang paling kuat adalah pendapat jumhur yang mewajibkan memenuhi undangan, karena Rasulullah menyebut orang yang tidak memenuhi undangan dengan telah melakukan maksiat. Hukum ini berlaku untuk undangan walimah pernikahan yang ditujukan pada masing-masing individu.[4]
Berbeda dengan undangan yang ditujukan untuk umum (tidak ditentukan siapa yang diundangan secara pribadi), maka memenuhinya tidak wajib bahkan tidak termasuk sunat.
Adapun memenuhi undangan walimah selain pernikahan[5], hukumnya menurut jumhur sunat. Sebagian Syafi'iyah mewajibkannya.
Tidak semua undangan walimah pernikahan wajib dipenuhi. Ada beberapa syarat yang apabila terpenuhi, maka kita diwajibkan untuk memenuhinya. Syarat tersebut adalah:[6]
Orang yang mengundang harus orang mukallaf dan merdeka.
Undangan tidak dikhusukan untuk orang kaya saja.
Mengadakan walimah yang hanya mengkhususkan orang kaya saja hukumnya makruh. Hadis Nabi Saw.: “Makanan yang paling jelek adalah makanan yang ada dalam walimah dimana yang diundang hanya orang-orang kaya dan mengesampingkan orang miskin". ( HR. Bukhari dan Muslim)[7]
Orang yang mengundang tidak bermaksud mempertemukan dua orang yang bermusuhan. Maksudnya adalah mempertemukan mereka untuk memperdalam permusuhan di antara mereka.
Undangan diutamakan untuk orang Islam.
Utamakan menghadiri undangan yang pertama datang jika undangannya lebih dari satu. Sabda Rasulullah: "Apabila ada dua undangan, maka penuhilah yang paling dekat padamu yaitu tetanggamu. Apabila salah satunya datang terlebih dahulu, maka penuhilah yang pertama". (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Kehadirannya tidak membuat keributan dan menyakiti orang lain.
Di dalamnya tidak terdapat kemaksiatan, seperti minuman keras, nyanyian dan tarian-tarian yang tidak sesuai syariat. Ulama sepekat bahwa memenuhi undangan yang di dalamnya terdapat maksiat tidak wajib. Tapi jika dengan hadirnya kita bisa menghilangkannya, maka kita wajib memenuhinya untuk mencegah kemaksiatan tersebut.[8] Sabda Rasulullah: "Siapa yang melihat kemungkaran maka cegahlah dengan kekuatan. Apabila tidak sanggup, dengan lisan. Apabila tidak sanggup juga, dengan hati". (HR. Imam Muslim)
[1] Ibid., hal. 495, lih. juga Prof. Dr. Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqhu al-Islâmiy wa Adillatuh, op. cit., hal. 6620 dan lih. juga Muhammad bin Muhammad al-Syarbiniy, op. cit., hal. 312.
[2] Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, op. cit., hal. 196 dan lih. juga Abi Zakariya Yahya bin Syarf al-Nawawiy, Sahih Muslim bi Syarhi al- Nawawiy, vol. V, Dâru’l Hâdîts, Kairo, cet. IX, 2001, hal. 250.
[3] Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, ibid., hal. 196.
[4] Al-Sayyid Sabiq, op. cit., hal. 496.
[5] Walimah tidak hanya istilah yang digunakan untuk perayaan pernikahan. Ia juga merupakan istilah untuk perayaan selain pernikahan, seperti perayaan khatam Qur'an, khitanan, maulid nabi dan lain sebagainya.
[6] Al-Sayyid Sabiq, op. cit., hal. 496 dan lih. juga Muhammad bin Muhammad al-Syarbini, op. cit., hal. 313.
[7] Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, op. cit., hal. 202, lih juga Abi Zakariya Yahya bin Syarf al-Nawawiy, op. cit., vol. IX, hal l237 dan lih. juga Al-Sayyid Sabiq, op. cit., hal. 497.
[8] Muhammad bin Muhammad al-Syarbini, op. cit., hal. 314 dan lih. juga Prof. Dr. Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqhu al-Islâmiy wa Adillatuh, op. cit., hal. 6621.
Pcim Mesir menerima zakat, infaq, sadaqah. Uang ini akan dipergunakan untuk kepentingan dakwah Pcim Mesir dan dapat disalurkan ke:
No rek. 3660009009 a/n PCIM Mesir, Bank Syariah Mandiri, Jl. Gedong Kuning Selatan, No. 5, Yogyakarta.
Konfirmasi via facebook : https://www.facebook.com/pcim.mesir
Dan semoga amal ini bisa menjadikan kita menerima buku amalan perbuatan dengan tangan kanan diakhirat kelak. Alamat Pcim Mesir: Building 113/2, 10th district, Nasr city, Cairo, Egypt.
Post A Comment
Tidak ada komentar :