PCIM News

[Kabar PCIM][list]

Kabar Persyarikatan

[Muhammadiyah][twocolumns]

Fikih Anti Korupsi: Beginilah Islam Menghukum Koruptor

Kecendrungan untuk menerapkan hukum seberat-beratnya terhadap pelanggar hukum (korupsi), bukan lagi suara perorangan, kelompok, atau organisasi tertentu. Suara itu sudah menjadi suara mayoritas. Bahkan seluruh masyarakat Indonesia. Dengan demikian, semangat ketegasan hukum Islam yang selama ini jadi momok yang menakutkan bagi sebagian kalangan, secara sadar ataupun tidak. Sebenarnya sudah diadopsi masyarakat.


Namun dalam Islam terdapat 3 jenis hukuman. Penggolongan tersebut sesuai dengan jenis pelanggaran (Jarimah) yang dilakukan. Tiga jenis hukuman adalah pertama, tindak pidana hudud, yaitu jarimah yang diancam hukuman had (hukuman yang telah ditentukan macam dan jumlahnya). Misalnya, zina dengan dijilid seratus kali (QS. an-Nur (24) ayat 2), qadzaf (menuduh orang berbuat zina) dengan dijilid 80 kali kalau tidak bisa menghadirkan 4 orang saksi, minum-minuman keras, mencuri dengan potong tangan (al-Maidah ayat 38), Hirabah (pembegalan, perampokan, perusakan dan jenis gangguan keamanan lainnya) dengan dibunuh atau disalib atau dipotong tangan dan kakinya secara berseling, atau diasingkan (QS. al-Maidah ayat 33) dan lain-lain. Kedua, tindak pidana qotlu/jarh (pembunuhan/mencelakai), dan ketiga, tidak pidana takzir (jarimah).   

Abdul Qadir Audah mengatakan bahwa ada tiga kriteria jenis-jenis jarimah Takzir tersebut, yaitu:

a) Terhadap perbuatan itu disyariatakan hukuman hudud, tetapi karena tidak memenuhi syarat, maka hukuman hudud tersebut tidak bisa dilakukan. Misalnya, seseorang melakukan pencurian tetapi tidak mencapai satu nisab harta yang dicuri;

b) Terhadap perbuatan itu disyariatkan hukum hudud, tetapi ada penghalang untuk melakukan hukum hudud itu. Misalnya, anak mencuri harta ayahnya satu nisab atau lebih. Hukuman hudud potong tangan tidak bisa dilakukan, karena antara keduanya ada hubungan keturunan yang mengakibatkan adanya syibhu al-Milk (keraguan kepemilikan);

 c) Terhadap perbuatan itu tidak ditentukan sama sekali hukumannya, baik hudud, kisas, diat, dan kafarat. Bentuk terakhir inilah maksiat yang paling banyak, seperti mengingkari atau mengkhianati amanah, pengurangan timbangan atau takaran, memberi kesaksian palsu, melakukan muamalah riba, dan sogok menyogok.[1]

 Tindak pidana korupsi termasuk dalam kelompok tindak pidana takzir.[2] Oleh sebab itu, penentuan hukuman, baik jenis, bentuk dan jumlahnya diserahkan Syarak kepada pemerintah, (dalam hal ini) Hakim (qadhi). Dalam menentukan hukuman terhadap koruptor, seorang hakim harus mengacu kepada tujuan syarak (maqashid as-Syari’ah) dalam menetapkan hukuman, kemaslahatan masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan, dan situasi serta kondisi sang koruptor, sehingga koruptor akan jera melakukan korupsi dan hukuman itu juga bisa menjadi tindakan preventif bagi orang lain.

 Jenis-jenis hukuman dalam jarimah takzir, menurut Abdul Qadir Audah, Abdul Aziz Amir, dan Ahmad Fathi Bahnasi, ketiga pakar Hukum Pidana Islam, mengatakan bahwa hukuman Takzir bisa berbentuk hukuman paling ringan, seperti menegur pelaku pidana, mencela, atau mempermalukan pelaku, dan bisa juga hukuman yang terberat, seperti hukuman mati.

Melihat besarnya dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi  yang telah membudaya di Indonesia. Boleh dibilang sudah menjadi penyakit kronis yang membutuhkan obat dosis keras. Oleh karena itu, perlu kiranya penulis merekomendasikan ke Hakim (qadhi) hukuman yang seberat-beratnya seperti hukuman mati dan sebagainya. Mungkin itu kiranya menurut hemat penulis sebagai salah satu cara menjamin keamanan harta Negara dari tindak pidana korupsi.

-------------------

[1] . Abdul Qodir Audah, at-Tasyri' al-Jina'I al-Islamy, Muqoranah bi al-Qonun al-Wad'i, (Beirut, Muassasah ar-Risalah) 1992.

[2] . Lihat Kitab al-Fikih ala al-Mazahib al-Arba'ah oleh Abdu ar-Rahman al-Juzairy (kitab Hudud, as-Sariqoh min al-Qhonimah wa baitul mal)", (Qatar, idarah ihya at-Turast ) hal 159-160 menyatakan bahwa mazhab Hanafi, Syafi'I, Hanbali selain Mazhab Maliki menganggap pelaku tindak pidana korupsi (sariqoh minal al-Qhanimah dan Baitul mal) tidak dikenakan hukuman Had (Potong), karena dianggap harta dalam Baitul Mal juga terdapat bagiannya.
----------------------------------
Pcim Mesir menerima zakat, infaq, sadaqah. Uang ini akan dipergunakan untuk kepentingan dakwah Pcim Mesir dan dapat disalurkan ke:
No rek. 3660009009 a/n PCIM Mesir, Bank Syariah Mandiri, Jl. Gedong Kuning Selatan, No. 5, Yogyakarta.
Konfirmasi via facebook : https://www.facebook.com/pcim.mesir
Dan semoga amal ini bisa menjadikan kita menerima buku amalan perbuatan dengan tangan kanan diakhirat kelak. Alamat Pcim Mesir: Building 113/2, 10th district, Nasr city, Cairo, Egypt.
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

Tidak ada komentar :


Majelis dan Lembaga

[Seluruh Artikel][grids]

Kajian MCIS

[Kajian Utama][bsummary]

Majalah Sinar Mesir

[Seluruh Artikel][threecolumns]

Shaffatul 'Aisyiyah

[Shaffatul 'Aisyiyah][list]