PCIM News

[Kabar PCIM][list]

Kabar Persyarikatan

[Muhammadiyah][twocolumns]

Bila Wali Menolak Menikahkan, Bolehkah Wanita Tetap Menikah ?

- Siapa yang Berhak Menjadi Wali?



Jumhur sepakat bahwa wali dalam akad nikah adalah 'ashabah . Mereka adalah yang memiliki hubungan nasab dari pihak ayah. Orang yang pertama lebih berhak menjadi wali adalah orang yang paling dekat hubungan nasabnya (ay
ah). Apabila tidak ada yang terdekat, maka boleh mengambil wali dari saudara lain, tetapi masih memiliki hubungan nasab. Apabila tidak ada juga, maka hakim boleh menggantikannya.

'ashabah adalah keluarga dari bapak yang berhak mendapatkan sisa wrisan. Mereka adalah bapak, kakek, saudara kandung, saudara sebapak, anak laki-laki saudara kandung, anak laki-laki saudara laki-laki, paman, anak laki-laki paman. Jika mereka semua tidak ada atau wali 'udhul, maka hakim berhak menjadi wali.

'Udhul Wali 

'Udhul Wali adalah seorang  wali yang tidak mau menjadi wali.

Para ulama sepakat bahwa wali tidak boleh mencegah dan melarang apa yang diinginkan anaknya. Contoh, apabila seorang laki-laki ingin menikah dengan mahar yang sedikit dan calon istrinya menyetujuinya, maka wali tidak boleh menolak dan melarang perkawinan mereka, kecuali jika perempuan tersebut yang menuntut wali untuk mendapatkan mahar yang lebih banyak. Tetapi jika sebaliknya; wali yang menuntut, maka wali telah berbuat zalim terhadap mereka. Islam melarang pengekangan wali. Pada dasarnya 'udhlul wali adalah haram, karena ia termasuk menzalimi orang yang hendak menikah sebagaimana firman Allah Swt.: “Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (QS. al-Baqarah: 232)

Wajhu al-Dilâlah

Dalam ayat di atas terdapat larangan Allah Swt. terhadap wali yang mencegah anaknya untuk menikah. Hal ini menjelaskan bahwa 'udhlul wali hukumnya haram. Tetapi wali boleh melarang anak perempuannya untuk menikah, jika laki-laki yang dipilihnya tidak sekufu dengannya, karena wali berhak mencari seseorang yang sekufu bagi anaknya. Hal ini bukan termasuk 'udhlul wali. 

Apabila wali tidak mau menikahkan anaknya, maka hakim boleh sebagai gantinya sebagaimana Hadis Nabi: Dari Aisyah bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Setiap wanita yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahya batil, nikahnya batil. Apabila dia disetubuhi, dia berhak mendapatkan mahar sebagai penghalalan farj-nya. Jika dia sebatang kara, maka hakim yang berhak untuk menjadi walinya". (HR. Turmudzi)

Hakim boleh menggantikan wali dengan dua syarat:

1. Apabila wali menuntut dan mengekang. 
2. Apabila tidak ada seorangpun yang menjadi wali. 
Khatib Syarbini menyebutkan, yang termasuk 'udhul wali adalah jika calon penganten perempuan dan laki-laki sekufu dan wali tersebut tidak mau menjadi walinya.    

--------------------
Pcim Mesir menerima zakat, infaq, sadaqah. Uang ini akan dipergunakan untuk kepentingan dakwah Pcim Mesir dan dapat disalurkan ke:
 No rek. 3660009009 a/n PCIM Mesir, Bank Syariah Mandiri, Jl. Gedong Kuning Selatan, No. 5, Yogyakarta. 
Konfirmasi via facebook : https://www.facebook.com/pcim.mesir Dan semoga amal ini bisa

menjadikan kita menerima buku amalan perbuatan dengan tangan kanan diakhirat kelak. Alamat Pcim Mesir: Building 113/2, 10th district, Nasr city, Cairo, Egypt.
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

Tidak ada komentar :


Majelis dan Lembaga

[Seluruh Artikel][grids]

Kajian MCIS

[Kajian Utama][bsummary]

Majalah Sinar Mesir

[Seluruh Artikel][threecolumns]

Shaffatul 'Aisyiyah

[Shaffatul 'Aisyiyah][list]