PCIM News

[Kabar PCIM][list]

Kabar Persyarikatan

[Muhammadiyah][twocolumns]

Pengertian Birrul Walidaini dan Hukum Taat Kepada Orang Tua



Banyak  ulama yang mendefinisikan kata al-birru. Diantaranya adalah :
1. dalam buku Mishbâhul Munîr, al-birru berasal dari kata al-barru yang berarti : ketaatan kepada orang tua, mengangungkannya, melaksanakan apa yang diperintahkan dan menjauhi segala yang dibenci selama tidak keluar dari syariat agama.

2. Menurut Ibnu atsir dalam bukunya An-Nîhâyah fi Gharîb al-Hadist, al-birru berasal dari kata al-birru : kebaikan yang menyangkut hak-hak orang tua dan kerabat terdekat.

3. Menurut Ibnu Manzhur dalam kitabnya Lisan al-'Arab, lawan kata dari al-birru adalah al-'uququ (kedurhakaan)

4. Menurut Ibnu 'Arabi al-birru : melakukan segala amal kebaikan

5. Menurut Imam Nawawi al-birru isa bermakna al-shilah (hubungan) dan al-luthfu (kelembutan).

Dari beberapa definisi di atas, Hasan Bashrî menyimpulkan arti Birrul Walidaini yaitu berbuat baik kepada kedua orang tua dengan cara mendermakan segala sesuatu yang dimiliki, mentaati segala perntahnya dan menjauhi segala yang di benci, selama hal tersebut tidak melanggar syariat, serta tidak menyakitinya baik dengan perkataan dan perbuatan.

III. Hukum Birrul Walidaini

Asal hukum Birrul Walidaini adalah wajib, kemudian bisa menjadi haram jika bertentangan dengan perintah Allah Swt.. Lalu dalam hal apa saja Birrul Walidaini menjadi wajib atau haram?

1. Wajib

Kita sebagai anak wajib mentaati dan melaksanakan segala perintah orang tua selama tidak bertentangan dengan syariat agama, sebagaimana firman Allah:

ووصين الإنسان بوالديه حسنا وإن جاهدوك لتشرك بى ما ليس لك به علم فلا تطعهما

Artinya : "Dan kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuan tentang itu, maka jangan kamu ikuti keduanya." (QS. Al-Ankabut: 8)
Bahkan Birrul Walidaini lebh utama dari pekerjaan nawafi l(sunnah), seperti: jihad, menuntut ilmu,
shalat, puasa dan lainnya. Sebagaimana dalam hadist Rasulullah Saw.:

ارجع فأضحكهما كما أبكيتهما) و فى لفظ آخر (لا أبايعك حتى ترجع إليما فتضحكهما ما أبكيتهما

Artinya :"Kembalilah kamu kepada kedua orang tuamu, hentikan tangisnya dan buatlah merelka bahagia." Dalam hadist lain dikatakan:"Saya (Rasulullah Saw.) tidak membaitmu sampai kamu kembali kepada orang tuanmu untuk menghentikan tangisnya dan membahagiakannya."

Rasulullah Saw.mengatakan hal tersebut ketika ada seorang pemuda yang datang untuk dibaiat, sedangkan orang tuanya menangis dan tidak meridhoi kepergiannya. Karena begitu pentingnya Birrul Walidaini, maka Rasulullah Saw. tidak membaiatnya dan menyuruhnya kembali kepada orang tuanya untuk membahagiakannya.

Jadi dari hadist tersebut dapat diambil kesimpulan bahwasanya meninggalkan perkara sunnah lebih utama dari pelaksanaan Birrul Walidaini.

Dalam hal yang syubhat pun, mentaati perintah orang tua tetaplah kewajiban, meskipun kita sudah membiasakan diri untuk menghindari segala sesuatu yang syubhat hukumnya. Sebagai contoh; apabila ada seorang anak yang meragukan pekerjaan orang tuanya; apakah halal, haram atau syubhat, di lain sisi dia ingin bersikap wara'. Kemudian apakah dia harus bersikap wara' dengan cara tidak makan bersama mereka atau Birrul Walidaini dengan makan bersama?. Maka, apabila dengan bersikap wara' dapat menyakiti orang tua, dia harus mengutamakan Birrul Walidaini, karena menyakiti oarng tua termasuk perbuatan haram dan dosa besar, sedangkan melakukan suatu yang syubhat tidak termasuk perbuatan yang haram.  Sebagaimana dalam Al-Qur'an disebutkan:

إما يبلغنّ عندك الكبر أحدهما أو كلا هما أف ولا تنهر هما فقل لهما قولا كريما

Artinya: "Jika salah seorang di antara keduanya(orang tua) atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah sekali-kali kamu mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah' dan jangnalah membentak mereka dan ucapkanlah perkatan yang mulia." (QS. Al-Isrâ: 23)

Jadi, dari pemaparan diatas sudah jelas bahwasanya ketaatan kita kepada orang tua adalah wajib dan lebih utama daripada melaksanakan sunah dan meninggalakan kesyubhatan.
 
2. Haram

Taat kepada perintah orang tua haram hukumnya ketika:
Pertama : Bertentangan dengan syariat Islam, seperti: perintah untuk kufur atau keluar dari agama Islam. Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an:

وإن جاهدوك على أن تشرك بى ما ليس لك به علم فلا تطعهما

Artinya : "Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah ikuti keduanya." (QS. Lukman: 14)

Dalam Tafsîr al-qur'ani'l-'azhim dijelaskan bahwasanya setelah turun ayat tersebut, ada seorang pemuda bersama Sa'ad bin Malik baru masuk Islam dan dia adalah orang yang selalu berbuat baik kepada orang tua. Akan tetapi ketika ibunya menyuruh untuk kufur (keluar dari agama Islam), kemudian mengancamnya dengan tidak akan makan dan minum sampai dia kufur, dia tetap pada pendiriannya yaitu Islam. Bahkan dia berkata: "wahai ibuku, sesungguhnya andaikan engkau dikarunia Allah Swt. seratus nyawapun dan menghilang satu-persatu, saya tidak akan keluar dari agama Islam. Setelah mendengar perkataan tersebut, pada akhirnya sang ibu kembali makan dan minum seperti biasanya."

Kedua : Bersinggungan dengan hal-hal yang fardhu 'ain (wajib), seperti: mencari ilmu karena tidak ada seorangpun yang pergi menuntut ilmu, maka kita tidak boleh mengikuti perintah orang tua untuk tetap di rumah. Sebagaimana firman Allah Swt.:

ولتكن منكم أمة يدعون إلى الخيرو و يأمرون بالمعروفو وينهون عن المنكر

Artinya : "Dan hendaklah diantara kamu segolongan umat menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar."  (QS. Ali Imran: 104)

Begitu juga dengan jihad yang diwajibkan kepada setiap mukallaf. Maka kita harus tetap pergi walau orang tua tidak mengizinkan.

----------------------------------
Pcim Mesir menerima zakat, infaq, sadaqah. Uang ini akan dipergunakan untuk kepentingan dakwah Pcim Mesir dan dapat disalurkan ke:
No rek. 3660009009 a/n PCIM Mesir, Bank Syariah Mandiri, Jl. Gedong Kuning Selatan, No. 5, Yogyakarta.
Konfirmasi via facebook : https://www.facebook.com/pcim.mesir
Dan semoga amal ini bisa menjadikan kita menerima buku amalan perbuatan dengan tangan kanan diakhirat kelak. Alamat Pcim Mesir: Building 113/2, 10th district, Nasr city, Cairo, Egypt.
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

Tidak ada komentar :


Majelis dan Lembaga

[Seluruh Artikel][grids]

Kajian MCIS

[Kajian Utama][bsummary]

Majalah Sinar Mesir

[Seluruh Artikel][threecolumns]

Shaffatul 'Aisyiyah

[Shaffatul 'Aisyiyah][list]