Rekonstruksi Fakta Dalam Ilmu Falak
Setiap kali bicara tentang tata surya, kita pasti akan menyebut nama
Nicolas Copernicus yang dikenal sebagai pembaru dalam dunia astronomi. Selain
itu, kita juga tak luput menyebut nama Johannes Kepler khususnya dengan hukum
Keplernya. Hukum yang digagas oleh Johannes Kepler pada awal abad ke-15 M
mendasarkan hukumnya berdasarkan data yang dikumpulkan oleh astronom Denmark,
Tycho Brahe. Hukum ini memang telah diakui sebagai terbenar dalam abad ini.
Hukum Kepler terdiri dari tiga postulat yang menjelaskan tentang orbit planet.
Secara singkat, Hukum Kepler pertama menjelaskan bahwa planet-planet mengorbit
(mengelilingi) Matahari dengan lintasan berbentuk elips (ihlîjî) dengan
Matahari pada salah satu fokusnya. Hukum kedua Kepler menjelaskan tentang
pergerakan planet. Dalam satu rentang waktu yang sama, planet bergerak menyapu
daerah yang sama panjangnya. Karena orbit planet berbentuk elips, maka
konsekuensinya makin dekat jarak planet ke Matahari, makin cepat pula gerak
orbitnya. Terakhir, hukum ketiga Kepler menyatakan bahwa kuadrat dari periode
planet (waktu yang diperlukan untuk menempuh satu orbit) adalah sebanding
dengan pangkat tiga jarak rata-rata planet itu dari matahari. Pernyataan ini
dituangkan dalam persamaan matematis: P2 = a3, dimana P
adalah periode planet mengelilingi Matahari (dihitung dalam tahun) dan a adalah
jarak planet ke Matahari (dalam Satuan Astronomi). Konsekuensi dari hukum ini
adalah semakin jauh jarak planet, makin lambat pula pergerakannya.[1]
Terhadap tiga hukum Kepler diatas, Prof.Dr.Muhammad Shalih an-Nawawi (Guru
Besar Falak Universitas Kairo) menyatakan (menulis) dalam makalahnya yang
berjudul "Ibn Syâthir wa Nashîruddîn at Thusî wa Dawâ'ir al Aflâk"
yang dipresentasikan pada seminar internasional sejarah ilmu pengetahuan
tanggal 28 s.d. 30 September 2004 M di Perpustakaan Alexandria - Mesir, ia
mengungkap, bahwa teori tersebut pada dasarnya telah dikemukakan atau
setidak-tidaknya disinggung oleh Ibn Syathir (w.777 H) diabad 8 H/14 M dalam
karyanya "Ta'lîq al Arshâd" dan "Nihâyat al Ghâyat
fî[l] a'mâl al Falakiyyât".[2] Dengan demikian setidak-tidaknya informasi ini mematahkan gagasan tata
surya Copernicus dan Kepler meski perlu penelitian lebih lanjut. Lebih lanjut,
melalui diskusi (bincang-bincang) penulis dengan Dr.Muhammad Abdul Wahab Jalal
(eks Guru Besar Matematika-Astronomi & Sejarah Ilmu Pengetahuan (History
Science) Universitas Prancis) menyatakan, bahwa Nicholas Copernicus dalam
teori-teorinya terdapat kemiripan komposisi (jadwal) astronomi yang ia buat
dengan yang dibuat oleh Ibnu Syathir dalam jadwal (zig)-nya.[3]
[2] Lihat:
Kertas makalah Prof.Dr.Muhammad Shalih an-Nawawy dalam "Abhâts an Nadwah al 'Âlamiyah as Tsâminah li Târîkh al 'Ulûm" di
Perpustakaan Iskandariah-Mesir, 28-30 September 2004 M, dipublikasi oleh Mansyûrât Jâmi'ah Halb (Ma'had at Turâts al 'Ilmî al 'Arabî), 1427 H/2006 M, h.231-239.
[3] Diskusi
dilakukan beberapa kali (pada tahun 2007 M) di kantor Kedutaan Prancis di Kairo
(wilayah Tahrir), tempat beliau bertugas sebagai peneliti. Beliau (Dr.Muhammad
Abdul Wahab Jalal) menyelesaikan S-1 di Universitas Ummu Darman Sudan jurusan
ilmu pengetahuan (Science), S-2, S-3 Universitas Sourbone-Prancis
jurusan Matematika-Astronomi. Beliau adalah Supervisor (Musyrif) Tesis
Magister penulis.
Labels
AFDA Astronomi
Post A Comment
Tidak ada komentar :