PCIM News

[Kabar PCIM][list]

Kabar Persyarikatan

[Muhammadiyah][twocolumns]

MENELUSURI ILMU QIRÂ`ÂT

MENELUSURI  ILMU QIRÂ`ÂT


Al-Qur'an bagi umat muslim adalah verbum dei (kalâmu’lLâh) yang telah diwahyukan kepada Nabi Muhammad melalui perantara Malaikat Jibril. Keberadaan al-Qur'an adalah sebagai sebuah kitab samawi yang terakhir. Allah menjadikan al-Qur'an sebagai sebuah kitab yang banyak memiliki keistimewaan tersendiri yang tidak dimiliki oleh kitab-kitab samawi terdahulu seperti Injil dan Taurat. Ia bahkan menjadi kitab suci yang luar biasa yang berada di luar kemampuan apapun. Allah Swt. berfirmanKalau sekiranya Kami turunkan Al-Qur'an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah/hancur berkeping-keping disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir”.[1] Oleh karena itu, al-Qur'an sebagai kitab pamungkas yang berfungsi sebagai petunjuk hidup bagi umat manusia senantiasa dijamin penjagaannya oleh Allah Swt. dari segala perubahan, penambahan maupun pengurangan. Dalam makalah ini akan dipaparkan secara lebih mendetail aspek pemeliharaan dan penjagaan al-Qur'an oleh Allah Swt., sebagai upaya penulis untuk meyakinkan pembaca, bahwa apa yang kita pegang dan kita jadikan pedoman—yaitu al-Qur'an—adalah sebuah kebenaran yang datang dari Allah Swt.
Janji pemeliharan Allah Swt. terhadap eksistensi al-Qur'an bisa kita lihat dalam berbagai hal, yaitu;
1.     Dilarangnya para jin untuk mendengarkan al-Qur'an sebelum Nabi Muhammad Saw. diutus sebagai Nabi dan Rasul. Dalam Al-Qur'an disebutkan “Dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api”. “Dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barangsiapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya).[2] Redaksi ayat tersebut menceritakan adanya penjagaan yang ekstra hati-hati dari Allah Swt. terhadap kitab suci al-Qur'an yaitu dengan menjadikan para jin tidak bisa mendengar al-Qur'an sebelum diturunkannya kepada Muhammad Saw. melalui perantara malaikat Jibril.
2.     Bukti yang lain dari penjagaan dan pemeliharaan Allah terhadap al-Qur'an adalah dengan diutusnya Malaikat Jibril sebagai perantara dalam menurunkan al-Qur'an kepada Nabi Muhammad. “Dia dibawa turun oleh al-Rûhu’l Amîn (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas”.[3]
3.     Janji Allah Swt., seperti yang tertera dalam al-Qur'an untuk menjaga al-Qur'an Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.[4]
4.     Kemudahan yang diberikan oleh Allah kepada umat Islam dalam membaca dan menghafal al-Qur'an Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?”.[5]

Pemeliharaan Nabi terhadap al-Qur'an itu sendiri:
1.     Kesungguhannya dalam menerima wahyu dari Jibril dengan cara memahami dan menghafalnya.
2.     Turunnya al-Qur'an dengan berangsur-angsur setiap tahun, terutama pada bulan Ramadhan melalui perantara Jibril. Bahkan Malaikat Jibril tidak hanya menyampaikan al-Qur'an saja, namun dia sendiri juga mengajarkan dan melafazkan al-Qur'an tersebut kepada Nabi Muhammad Saw.. Malaikat Jibril juga selalu rutin mendengarkan dan mengecek bacaan dan hafalan al-Qur'an Nabi setiap tahun pada bulan Ramadhan (ngaji sorogan).
3.     Demikian juga dengan kesungguhan Dia dalam mentransformasikan wahyu tersebut pada para sahabat sekaligus juga mengajarkannya.
4.     Perhatian Rasul untuk mendengarkan (simâ‘ah) bacaan dan hafalan al-Qur'an dari para Sahabat.
5.     Perintah Rasul pada para Sahabat untuk menuliskan wahyu tersebut dan melarang mereka di awal-awal turunnya wahyu untuk menulis selain al-Qur'an karena khawatir  wahyu akan tercampur dengan yang lain.
6.     Bukti lain dari Rasul dalam hal pemeliharanannya terhadap al-Qur'an adalah dengan senantiasa membacanya di waktu-waktu salat, menyampaikannya di waktu khutbah dan dijadikannya sebagai hujjah (argumentasi) dalam memberikan nasehat.

Hal-hal yang membuat para sahabat sibuk dalam pemeliaraan dan penjagaan terhadap al-Qur'an:
1.     Karena mayoritas para Sahabat adalah orang yang buta huruf (ummiy) maka mereka menjadikan kekuatan hafalan dan ingatan sebagai kekuatan utama   untuk memelihara al-Qur'an.
2.     Kesederhanaan dalam hidup para Sahabat membawa pikiran, hati dan tindakkan mereka untuk lebih menyibukkan diri dengan al-Qur'an dan Sunah Nabi.
3.     Kecintaan para Sahabat kepada Allah dan Rasul-Nya.
4.     Adanya keindahan bahasa (balaghah) sebagai kemukjizatan dalam al-Qur'an juga menjadikan para Sahabat lebih tertarik dan konsen dalam mempelajari al-Qur'an.
5.     Al-Qur'an menempati posisi tertinggi dalam syariat Islam, yaitu sebagai sumber utama rujukan umat Islam dalam menjalani hidup dan padoman dalam kehidupan sehari-hari.
6.     Banyaknya ayat-ayat al-Qur'an yang bersentuhan dengan sebab-sebab turunnya maupun dengan kenyataan dan realita yang terjadi.

Wujud pemeliharaan dan penjagaan para Sahabat terhadap al-Qur'an:
1.     Kesungguhannnya dalam mempelajari dan menghafal al-Qur'an kepada Nabi Saw..
2.     Menuliskan wahyu, ayat demi ayat sesuai dengan apa yang telah mereka dapatkan dari Rasul untuk kemudian mereka tuliskan dalam beberapa lembaran.
3.     Mereka membuat sebuah majelis ilmu untuk bersama-sama mempelajari dan merenungi (tadabur) ayat-ayat al-Qur'an.
4.     Pengumpulan al-Qur'an pada masa Abu Bakar sebagai antisipasi agar al-Qur'an lebih aman, lebih terjaga dan tidak hilang.
5.     Dikodifikasikannya al-Qur'an menjadi satu mushaf pada masa Usman Bin Affan.[6]

Dari data-data di atas terlihat jelas bawa al-Qur'an, kitab suci umat Islam akan senantiasa mendapatkan jaminan penjagaan dan pemeliharaan dari awal turunnya sampai nanti hari akhir. Meski demikian, para sarjanawan Barat (orientalis) selalu berusaha mengaburkan nilai-nilai otentisitas al-Qur'an. Bagi mereka Al-Qur'an adalah sebuah kitab yang sangat sukar dipahami. Bahasa, gaya dan aransemen dalam kitab tersebut pada umumnya telah menimbulkan masalah. Apalagi ketika mereka melihat masa pewahyuan al-Qur'an itu sendiri yang terbentang selama dua puluh tahun lebih telah menyiratkan adanya infiltrasi sosio-historis dalam berbagai kandungannya.[7]
Diskursus “‘ilmu qirâ'ât” dalam studi ilmu-ilmu al-Qur'an adalah satu bagian paling “empuk” untuk digarap para orentalis dalam menjalankan misinya untuk mengaburkan nilai-nilai otentisitas al-Qur'an. Bagi mereka, berbagai ragam bacaan yang ada dalam al-Qur'an sejatinya telah menodai otentisitas al-Qur'an sebagai Kalâmu’lLâh. Hal ini tentu berbeda dengan cara pandang umat Islam yang berpendapat bahwa keberadaan ragam bacaan (variae lectiones) dalam al-Qur'an justru malah menampilkan sisi kemukjizatan (miracle of God) yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw..
Dari sinilah muncul kesadaran dari penulis pribadi untuk mengupas tentang ilmu qirâ'ât. Pembahsan yang akan disampaikan adalah segala hal yang berkaitan dengan ilmu qirâ'ât itu sendiri. Mulai dari dasar-dasar ilmu qirâ'ât, perkembangan ilmu qirâ'ât, para imam qirâ'ât sampai pada hubungannya dengan tema sab‘atu ahruf. Urgensi dari pembahasan yang akan di sampaikan adalah pengenalan tentang ilmu qirâ'ât sebagai sebuah usaha untuk lebih meyakini eksistensi al-Qur'an yang akan menunjukkan manusia jalan yang benar.



[1] QS. Al-Hasyr: 21
[2] QS. Jin: 8-9
[3] QS. As-Syu’arâ’: 193-195
[4] QS. Al Hijr: 9
[5] QS. Al-Qamâr: 17
[6]  Muhammad bin Mahmud Hawa, Al-Madkhal ilâ ‘Ulûmi’l Qira’ât, Hal 4-6
[7]  Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Quran, Penerbit FKBA, Yogyakarta, Cetakan I, 2001, hal 1
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

Tidak ada komentar :


Majelis dan Lembaga

[Seluruh Artikel][grids]

Kajian MCIS

[Kajian Utama][bsummary]

Majalah Sinar Mesir

[Seluruh Artikel][threecolumns]

Shaffatul 'Aisyiyah

[Shaffatul 'Aisyiyah][list]