Peran Wanita Sebagai Seorang Anak : Hak Seorang Anak
- Hak Mendapat Susuan
Anak adalah merupakan amanah dari Allah oleh karenanya
Islam sangat mengan-
jurkan kepada kedua orang tua untuk meme-lihara dan memperhatikannya mulai dari mengadzankannya, memilih nama yang terbaik untuknya, mengaqikahkannya, seba-gaimana juga seorang anak berhak mendapat susuan dari ibunya. Hal ini sangat jelas kita temui dalam Al-Qur'an:
jurkan kepada kedua orang tua untuk meme-lihara dan memperhatikannya mulai dari mengadzankannya, memilih nama yang terbaik untuknya, mengaqikahkannya, seba-gaimana juga seorang anak berhak mendapat susuan dari ibunya. Hal ini sangat jelas kita temui dalam Al-Qur'an:
وَالْوَالِدَاتُ
يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ
الرَّضَاعَةَ
“Dan para ibu hendaklah menyusui anak anaknya selama dua tahun penuh, yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan” (QS.
Al-Baqarah: 233)
Islam menganjurkan batas maksimal menyusui anak adalah
dua tahun, hal ini disebabkan karena pada fase ini merupakan fase pertumbuhan
dan pembentukan jasmani seorang anak, karena ASI memberikan dampak positif pada
pertumbuhan tubuh dan akal anak. Akan tetapi jika lebih dari limit penyusuan di
atas, maka akan ada dampak negatif terhadap anak. Di antaranya, anak akan
terbiasa manja kepada ibunya.
- Hak Mendapat Pengasuhan dan Pendidikan
Hak ini merupakan hak yang paling utama harus didapatkan
seorang anak dari orang tuanya dan akan dimintai pertanggungjawa-ban di hadapan
Allah kelak, sebab ia terlahir ke dunia dalam keadaan suci dan bersih, tanpa
ada noda dari dosa apapun, setelah ia mulai tumbuh ia akan mudah terpengaruh
oleh lingkungannya baik pengaruh yang baik maupun pengaruh buruk.
Di samping itu anak haruslah mendapat perhatian dan kasih
sayang dari orang tuanya, perhatian kedua orang tua bukan hanya pada hal hal
yang bersifat materil saja, akan tetapi yang lebih utama dari itu adalah
perhatian terhadap kebutuhan psikologis anak sebagai-mana sabda Rasulullah Saw;
لأن
يؤدب الرجل ولده خير له من ان يتصدق بصاع (رواه الترمذى)
"Mendidik anak lebih baik bagi seseorang dari pada bersedekah dengan
satu mud" (HR. Al-Tirmidzî)
Orang tua wajib memberikan pendidikan kepada anaknya, dan
pendidikan yang terlebih dahulu harus diberikan orang tua adalah pendidikan
keimanan, sebab jika keimanan ini sudah tertanam dalam dirinya maka akan
merefleksikan pendidikan yang lain, seperti mendidik akhlak dan akalnya,
memberikan kebutuhan jasmani dan rohaninya, mendidik kepribadiannya, mem-bimbing
prilaku sosial dan biologisnya agar selalu terjaga dan sejalan dengan ruh
Islam.
- Hak Mendapatkan Kesamaan dan Keadilan
Kedua orang tua hendaklah berlaku adil kepada
anak-anaknya sesuai dengan kebutu-han anak, tanpa membedakan salah satu di
antara mereka dalam memberikan perhatian dan hak hak mereka. Sebab Rasulullah
sangat melarang hal itu. Sebagaimana dalam sabdanya:
اعدلوا
بين أبنائكم، اعدلوا بين أبنائكم، اعدلوا بين أبنائكم (رواه النسائى)
"Berlaku adillah kamu terhadap anak anakmu, berlaku adillah kamu
terhadap anak-anakmu, berlaku adillah kamu terhadap anak anakmu" (HR. Al-Nasâ'î)
Keadilan tersebut sangat berimplikasi da-lam diri seorang
anak terutama kepercayaan-nya terhadap orang tuanya, namun ada be-berapa hal
yang dibolehkan bagi orang tua un-tuk memberikan perhatian lebih kepada anak-nya,
misalnya ketika anak sedang sakit atau kepada anak yang masih balita dan
lain-lain.
- Hak Mendapat Nafkah
Islam mewajibkan orang tua mengasuh anak perempuannnya
sampai ia baligh, dan memberikan nafkah kepadanya sampai ia menikah. Ketika ia
menikah, maka yang wajib memberikan nafkah kepadanya adalah suami-nya, dan
ketika ia bercerai maka orang tuanya wajib memberikan nafkah kepadanya setelah
habis masa kewajiban suami yang telah menceraikannya. Apabila anak perempuan
tersebut bekerja dan penghasilannya dapat memenuhi kebutuhannya, maka orang tua
tidak wajib memberikan nafkah kepadanya.
- Hak Mendapat Warisan
Pada masa jahiliyah bangsa Arab tidak memberikan warisan
kepada anak perempuan mereka, akan tetapi mereka memberikan warisan kepada anak
laki laki yang sudah dewasa dengan alasan bahwa anak laki laki yang ikut
berperang. Dan ketika Islam datang maka Islam memberikan hak waris kepada anak
perempuan sebagaimana jelas disebutkan dalam al-Qur'an:
يُوصِيكُمُ
اللّهُ فِي أَوْلاَدِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنثَيَيْنِ فَإِن كُنَّ
نِسَاء فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِن كَانَتْ وَاحِدَةً
فَلَهَا النِّصْفُ
“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusakan untuk) anak anakmu.
Yaitu, bagian anak laki laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan
jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua maka bagi mereka dua pertiga
dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu hanya seorang, maka ia
memperoleh setengah harta” (QS. Al-Nisâ:11)
-
Hak
Mengeluarkan Pendapat Ketika Akan Dinikahkan
Dalam pandangan Islam seorang wanita adalah manusia yang
kamil yang memiliki keinginan sendiri, dan pilihan sendiri. Ketika
seorang wanita telah cukup umur dan siap menikah, maka orang tuanya
berkewajiban untuk meminta pendapatnya ketika akan menikahkannya dengan
siapapun, dan tidak ada seorangpun yang berhak memaksanya untuk menikah dengan
seorang yang tidak ia inginkan selama wanita tersebut masih sehat jasmani dan
rohani, kecuali ia dalam keadaan 'sakit' dan tidak dapat membedakan mana yang
baik dan mana yang buruk buat dirinya maka orang tua berhak memaksanya untuk
menikah dengan pilihan orang tuanya.
Wanita muslimah memiliki hak untuk menolak dan menerima
seorang yang akan menjadi pasangan hidupnya, akad nikah tidak akan syah apabila
ia tidak ridha dengan pernikahan tersebut, karena keridhaan dan penolakannya
akan sangat menentukan masa depan rumah tangganya.
عن
أبى هريرة رضى الله قال : قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم: "لا تنكح الأيم حتى تستأمر، ولا البكر حتى تستأذن"
قالوا : يا رسول الله وكيف إذنها ؟ قال ان تسكت (رواه الجماعة)
Dari abu Hurairah RA. berkata, Rasulullah Saw. bersabda: “Janganlah seorang
janda dinikahkan kecuali meminta pendapatnya, dan janganlah seorang perawan
dinikahkan kecuali meminta izinya. Kemudian sahabat bertanya, “Lalu bagaimana
dengan izinnya seorang perawan, ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Dengan
diamnya" (Diriwayatkan oleh Jama’ah)
Hadits ini dengan tegas menyatakan bahwa seorang wali
tidak berhak seenaknya menikahkan anak wanitanya baik ia seorang perawan maupun
janda. Jika ia seorang janda maka orang tua harus meminta pendapatnya dan
persetujuannya, tidak cukup hanya dengan "diam" , akan tetapi jika ia
seorang perawan, maka orang tua juga harus meminta izinnya dan diamnya sudah
menunjukkan keridhaannya.
- Hak Hidup
Sebelum Islam datang, bangsa Arab tidak memberikan hak
hidup bagi anak perempuan-nya. Ketika mereka mendengar bahwa anak yang lahir
adalah perempuan, mereka lalu me-nguburnya hidup-hidup tanpa merasa bersa-lah
dan berdosa, seolah olah kehidupan anak perempuan tersebut tidak bermanfaat
sama sekali. Hal ini dilukiskan dalam al-Qur'an:
وَإِذَا
بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالأُنثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ يَتَوَارَى مِنَ
الْقَوْمِ مِن سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ
فِي التُّرَابِ أَلاَ سَاء مَا يَحْكُمُونَ
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak
perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari
orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia
akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke
dalam tanah (hidup-hidup)?. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka
tetapkan itu.” (QS. Al-Nahl:58-59)
Sekarang kita melihat di negeri kita tercinta, sudah
berapa banyak anak-anak yang lahir di karena hubungan yang tidak 'jelas' tanpa punya perasaan orang tuanya
tega membuang anak bayinya ke tong sampang, ke sungai, ke hutan, dan
sebagainya. Kalau demikian apa bedanya dengan kebiasaan bangsa jahiliyah
sebelum Islam? Barangkali kalau di zaman jahiliyah yang dikubur hanya anak
perempuan kalau di Indonesia malah lebih parah tanpa membedakan antara
laki-laki dan perempuan.
Islam sangat melarang perilaku tidak berprikemanusiaan
ini sebagaiamana yang disinyalir dalam Al-Qur'an:
وَإِذَا
الْمَوْؤُودَةُ سُئِلَتْ بِأَيِّ
ذَنبٍ قُتِلَتْ
"Apabila bayi bayi perempuan yang dikubur hidup hidup ditanya, atas
dosa apakah dia dibunuh?" (QS. Al-Takwîr:8-9)
وَلاَ
تَقْتُلُواْ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ
بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. Demikian itu yang
diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya)” (QS. Al-An’âm:151)
Rasulullah Saw. Bersabda;
كل
المسلم على المسلم حرام : دمه و ماله وعرضه (رواه مسلم)
"Di antara sesama muslim haram atasnya: darahnya, hartanya, dan tanah
airnya" (HR. Muslim)
Serta masih banyak lagi dalil-dalil yang mengharam-kan
membunuh anak dan tidak memberikannya hak hidup kepadanya, karena hal itu
merupakan tindakan pidana dan tidak manusiawi, maka pelakunya harus menda-patkan
hukuman setimpal sekalipun dia orang tuanya sendiri.
Labels
Fikih Wanita
Post A Comment
Tidak ada komentar :