PCIM News

[Kabar PCIM][list]

Kabar Persyarikatan

[Muhammadiyah][twocolumns]

Sunnah-sunnah dalam Mandi Wajib bagi Wanita Haid

Hal-hal yang Dianjurkan dalam Mandi Wajib bagi Wanita Haid
a. Sebaiknya menggunakan air yang dicampur sidrah atau minyak wangi.[1]
Sidrah yang berfungsi sebagai sabun dalam membersihkan badan dapat menghilangkan bekas darah haid yang ada pada tubuh. Dalilnya, Hadis Nabi ketika Asma’ bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang mandi wanita haid, Rasulullah Saw. bersabda:
“Hendaklah kalian mengambil air dan sidrah, bersucilah dan baikkanlah bersucinya.[2] Kemudian siramkanlah air ke kepalamu serta gosoklah dengan kuat hingga air mencapai kulit kepalamu…” (HR. Muslim, Abu Daud dan Ibnu Majah).[3]
b. Menggosok kepala dengan kuat[4] agar air sampai pada kulit kepala. Kemudian menyiramkan air ke suluruh tubuh.
c. Memakai misk (semacam minyak wangi) sesudah mandi wajib dengan cara menuangkan misk pada kapas atau sejenisnya, kemudian menggosokannya pada vagina.
Tujuan menggunakan misk adalah untuk menghilangkan bau tidak enak. Hal ini disunatkan bagi wanita haid dan nifas. Jika misk tidak ada, minyak wangi lainnya yang dapat menghilangkan bau sudah cukup atau jika minyak lainnya tidak ada, maka air sudah mencukupinya.
Imam Nawawi menyebutkan, bau darah haid bisa dihilangkan dengan tanah. Tetapi, jika dia tidak memakai wewangian, sedangkan dia sanggup untuk memakainya, maka hal ini dimakruhkan.[5]



[1] Sidrah adalah sejenis tanaman yang harum, sebagai wewangian bagi wanita haid ketika mandi wajib. Memakai wewangian ketika mandi wajib setelah haid sangat dianjurkan oleh Rasulullah. Ini dapat dilihat dari peristiwa yang terjadi pada para janda ketika masa Rasulullah Saw..  Rasulullah melarang para janda untuk berhias dan memakai wewangian, pengecualian bagi janda  ketika haid. Mereka boleh memakai wewangian pada saat mandi wajibnya. Pengecualian dalam keadaan haid mengisyaratkan bahwa memakai wewangian pada saat mandi wajib bagi wanita haid dan nifas sangat dianjurkan bahkan diperintahkan. Lebih lanjut lih. Dr. Abdul Karim Zaidan, ibid., hal. 165-167.  
[2] Ibnu Taimiyyah menjelaskan, yang dimaksud dengan “bersucilah dan baikkanlah bersucinya” adalah menghilangkan kotoran yang melekat pada tubuh.
[3] Sahih Muslim bi Syarhi al- Nawawiy, op. cit.,  hal. 249, Abu Daud Sulaiman Ibnu al- Asy’ats al-Sajastani al-Azdari, op. cit., hal. 165 dan Sunan Abi ‘AbdilLâh Muhammad Ibnu Yazîd al-Qazwîniy Ibnu Majah, op. cit., hal. 210.
[4] Kuat dalam artian menurut kadar yang dibutuhkan agar air sampai pada kulit kepala, tempat tumbuhnya rambut, dan jangan sampai memadlaratkan kepala.
[5]Sahih Muslim bi Syarhi al- Nawawiy, op. cit., hal. 251. Lih. juga Dr. Abdul Karim Zaidan, op. cit., hal. 125. 
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

Tidak ada komentar :


Majelis dan Lembaga

[Seluruh Artikel][grids]

Kajian MCIS

[Kajian Utama][bsummary]

Majalah Sinar Mesir

[Seluruh Artikel][threecolumns]

Shaffatul 'Aisyiyah

[Shaffatul 'Aisyiyah][list]