Pernikahan Islami: Istikhârah (Meminta Petunjuk Allah Swt.)
Sebelum mengajukan lamaran (bagi khâthib) atau
sebelum menerima lamaran (bagi makhtûbah) disunatkan salat istikhârah.[1]
Jika dalam memutuskan hal yang biasa saja baik itu sudah jelas kebaikannya
ataupun tidak disunatkan salat istikharah,[2]
maka salat untuk memutuskan hal yang sangat urgen seperti nikah lebih
disunatkan. Hadis Jabir, dia berkata:
`“Nabi mengajarkan kami istikhârah dalam (memutuskan)
segala sesuatu seperti mengajarkan (kami) surat al-Qur’an. Rasul bersabda:
Apabila salah satu kamu sekalian bermaksud (memutuskan) satu perkara maka
ruku’lah (salatlah) dua rakaat selain (salat) fardlu, kemudian membaca:
“Ya, Allah! Dengan ilmu-Mu aku meminta petunjuk. Dengan
kekuasaan-Mu aku meminta kekuatan. Aku meminta
karunia-Mu yang agung, karena Engkau berkuasa sedang aku tak mampu.
Engkau tahu sedang aku tak tahu. Engkau Maha mengetahui segala yang gaib. Ya,
Allah! kalau Engkau pandang hal ini lebih baik bagiku; bagi agama, kehidupan
dan akibat urusanku (akhiratku) –atau membaca: bagi urusan dunia dan akhiratku,
maka jadikan itu ketentuanku, mudahkanlah serta berkatilah hal itu bagiku. Jika
Engkau pandang hal ini buruk bagiku; bagi agama, kehidupan dan akibat urusanku
–atau membaca: bagi perkara dunia dan akhiratku, maka jauhkanlah hal itu dariku
dan jauhkan aku darinya serta berikanlah ketentuan yang baik bagiku apapun
adanya dan ridlailah aku dengan hal itu. Dia berkata: kemudian menyebutkan apa
keperluannya”. (HR. Jamaah
kecuali Muslim)[3]
Hadis Anas tentang Zainab binti Jahsyin, dia berkata: “Ketika
idah Zainab habis, Nabi berkata pada Zaid: katakan padanya atasku (khitbah dia
untukku). Kemudian Zaid pergi menemui Zainab… kemudian aku (Zaid) berkata:
wahai Zainab Rasul mengutus(ku) menyebutmu (melamarmu). Zainab berkata: aku
tidak bisa berbuat apa-apa sehingga aku meminta pentunjuk Tuhanku. Kemudian
Zainab pergi ke mesjidnya (tempat salatnya). Kemudian turun (ayat) al-Qur’an.
Selanjutnya Rasul masuk (rumah) Zainab tanpa izin (karena Allah telah
menikahkannya dengan ayat tadi)”. (HR. Muslim)[4]
Dianjurkan mengulang-ngulang doa di atas, baik itu
sesudah salat sunat seperti tahiyat masjid, sunat sebelum subuh dan yang
lainnya.[5] Yang
perlu diperhatikan dalam istikhârah adalah keikhlasan hati, hanya
karena-Nya.[6]
Selain itu, mimpi, kelapangan dan yang lainnya bukan sebuah kemestian dalam istikhârah.
Yang lebih penting adalah usaha yang dilakukan untuk selalu mengingat Allah
demi ketenangan hati. Jika setelah itu terjadi sesuatu di luar dugaan, baik
yang diharapkan maupun tidak. Semuanya adalah kehendak Allah. Insya Allah itu
adalah yang terbaik bagi hamba-Nya, karena tugas manusia hanya rida dengan
ketentuan-Nya.[7]
[1] Ibid., hal. 383. Lih. juga, Dr. Abdul Karim
Zaidan, op. cit., hal. 61.
[2] Sahih Muslim bi
Syarhi al-Nawawiy, op. cit., hal. 248.
[3] Sunanu al-Nasâiy bi Syarhi’l
Hâfizh Jalâluddin al-Suyûthiy wa Hâsyiyatu’l Imâm al-Sindiy, op.
cit., hal. 388-389.
[4] Ibid., hal. 388. Lih. juga, Sahih
Muslim bi Syarhi al- Nawawiy, op. cit., hal. 243-244. Ini lafal
Bukhari.
[5]Abu Malik Kamal Ibnu Sayid Salim, op. cit., hal. 383.
[6] Ibid., hal 384.
[7] Ibid., hal. 384.
Labels
Fikih Wanita
Post A Comment
Tidak ada komentar :