PCIM News

[Kabar PCIM][list]

Kabar Persyarikatan

[Muhammadiyah][twocolumns]

PETA PERGERAKAN ISLAM

PETA PERGERAKAN ISLAM

Prof. Dr. Abdul Hay Al-Farmawi
Guru Besar Ilmu Tafsir dan Wakil Dekan Fakultas Ushuluddin – Universitas al-Azhar Kairo.
Pernah menjabat sebagai anggota parlemen dari Ikhwanul Muslimin

Sebenarnya tidak ada jamaah atau kelompok Islam
yang ingin memerangi pemerintah. Yang ada adalah
Kelompok tertentu yang memerangi mereka yang
Menghalangi tegaknya syariat Islam

Apakah Islam mengenal konsep pergerakan dan pemberdayaan yang terorganisir ? Dan jika memang ada, apakah ada landasan normatif dan historisnya?

            Bismillahirrahmanirrohim.
   
PETA PERGERAKAN ISLAM
         Sebelumnya harus dipahami terlebih dahulu bahwa dari awal kemunculannya, Islam berdiri atas dasar organisasi dan pergerakan. Tanpa itu, tidak mungkin Islam sampai kepada kita. Tentunya, peletak dasar gerakan Islam adalah Allah Swt., yang kemundian diterapkan oleh Rasul-Nya.
            Al-Qur'an sendiri banyak mengajak umat Islam untuk beramal, dan itu berarti sebuah pergerakan. Al-Quran juga memberikan prinsip dan aturan-aturan bagi sebuah gerakan masal, individu bahkan pemikiran.
            Dalam penyebaran dakwah Islam di Mekkah, semua yang dilakukan Rasul Saw., adalah bentuk kongret dari sebuah gerakan dengan langkah-langkah yang terorganisir (tandzim).
            Demikian juga halnya yang terjadi pada peristiwa hijrah, peperangan Nabi (ghazawât) di Madinah dan peristiwa lainnya. Kesemuanya mencerminkan sebuah gerakan yang rapi dan teratur.

Kita mengetahui di Timur Tengah terdapat banyak pergerakan Islam. Bisakan anda menjelaskan mengapa keragaman tersebut bisa terjadi ?

            Sebenarnya, konsep 'amal dalam islam satu, pergerakan dalam Islam satu, sebagaimana metode dakwah dan jalan menuju kebenaran adalah satu juga. Jika gerakan Islam diberdayakan dan diberi ruang berpartisipasi, mereka pasti akan bersatu.
            Adapun penyebab terjadinya keberagaman tersebut adalah adanya permusuhan terhadap Islam dan pergerakannya yang tidak memungkinkan mereka bertemu secara legal. Karena itulah, setiap golongan dari umat berusaha untuk menghadapinya sesuai dengan kadar kemampuan masing-masing.
            Benar, ada di antara mereka yang mengambil aqidahnya saja, ada yang terjun di bidang ilmu pengetahuan, ada yang terjun di dunia pergerakan dan ada juga yang mengambil aspek keislaman secara komprehensif (Syumûl). Tapi iti tidak berarti kemudian bahwa keragaman tersebut adalah sebuah penyimpangan atau sesuatu yang membahayakan, karena hal itu muncul disebabkan oleh permusuhan dan tekanan dari pihak-pihak tertentu terhadap Islam.
            Seandainya di sana ada jaminan kebebasan berekspresi, maka mereka aka menjadi satu barisan, satu manhaj  dan satu jamaah, yaitu Ahlu Sunnah. Kita berharap kesatuan itu akan dapat dicapai untuk waktu-waktu mendatang.

Banyak orang berasumsi bahwa munculnya pergerakan Islam berangkat dari adanya ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah setempat, bagaimana anda menanggapi asumsi ini?

            Bisa jadi, tergantung pemerintahannya. Jikalau pemerintahannya memang tidak menerapkan syariat Islam, dan tidak rela terhadap kelompok tertentu yang ingin menerapkan syariat Islam, asumsi diatas bisa diterima.
            Jadi bukan sebatas pada permusuhan terhadap kelompok berkuasa. Sikap pemerintah tersebut merupakan bentuk diskriminatif terhadap orang-orang tertentu atau pihak-pihak tertentu.
            Karena itu, sebenarnya tidak ada jamaah atau kelompok Islam yang ingin memerangi pemerintah. Yang ada adalah kelompok tertentu (pemerintah red) yang memerangi dan menghalangi syariat Islam.

Apakah gerakan-gerakan seperti ini tidak berarti kemudian sebuah bughot (pemberontakan) terhadap penguasa setempat ?

            Coba kita lihat sekarang, apabila anda tidak rela melihat sesuatu yang salah apakah anda dihukum? Tidak kan? Anda dianggap salah dan dihukum hanya apabila berusaha meluruskannya dengan cara yang salah pula. Artinya, anda akan dihukum apabila melanggar peraturan dan norma-norma yang memang berlaku di dalam masyarakat. Oleh karenanya, tidak dibenarkan untuk melawan penguasa jikalau hal itu berakibat kepada kerusakan tatanan masyarakat dan membahayakan negara. Bukankah masih ada banyak cara damai untuk melakukan hal itu tanpa harus menyebabkan tatanan masyarakat.

Menurut anda, apakah ada faktor-faktor khusus bersifat lokal yang menyebabkan munculnya pergerakan Islam di Timur Tengah ?

            Islam pada hakikatnya adalah sebuah gerakan. Setiap hari terjadi hal-hal baru dalam masyarakat kita. Artinya, proses pembeharuan itu memang terjadi, sebut saja pembaharuan fiqh. Imam Syafi'I mempunyai qaul qadîm dan qaul jadîd. Demikian pula halnya dengan pergerakan.
            Pergerakan Islam sebenarnya muncul akibat jauhnya umat Islam dari ajaran agamanya. Dari sini kemudian muncul gerakan pembaharu Islam yang menginginkan agar umat Islam kembali kepada ajaran agamanya, seperti yang dipelopori oleh Imam Muhammad bin Abdul Wahab dan Ibn Taimyah. Mereka kepentingan yang sama, yaitu ingin mengembalikan manusia kepada ajaran Islam.
            Contoh lain, pasca keruntuhan khilafah Islamiyah tahun 1924, muncul sebuah pergerakan modernis terbesar Ikhwanul Muslimin, tepatnya pada tahun 1928. Mereka ini juga menghadapi kelompok-kelompok yang memusuhi Islam disamping menginginkan manusia kembali kepada dasar ajaran Islam yang benar.
            Jadi tujuan utama mereka bukan motif kekuasaan atau pemerintahan. Seandainya para rezim penguasa membiarkan Ikhwanul Muslimin hidup bergerak, serta tidak bersikap diskriminatif kepada mereka, niscaya tidak akan muncul gerakan-gerakan Islam sempalan.

Bisakan anda memetakan secara singkat pergerakan Islam yang terjadi di dunia Arab sekrang ini?

            Realitanya, petanya sekarang tidak jelas hi hi hi…  Bagaimana bisa dipetakan kalau pemerintah Amerika membuat bak sampah bernama terorisme. Bahkan mereka menyebut setiap gerakan yang mengajak kepada Islam sebagai kelompok teroris. Itulah opini publik yang sedang dibangun sekarang ini, baik itu melalui telivisi, koran, maupun media lainnya. Kita hanya boleh membicarakan pergerakan Islam sebagaimana tertulis di buku saja, namun secara praktek tidak.
            Sebenarnya di sana ada jamaah Salafiyah yang terang-terangan ingin mengembalikan manusia kepada al-Qur'an dan Sunnah. Segala urusan akan selalu dikembalikan pada keduanya.

Apakah pergerakan tersebut ingin kembali persis seperti pada zaman Rasulullah Saw.?

Betul, kembali ke zaman Rasulullah dan para sahabatnya, tapi bukan dalam pengertian jumud. Artinya tentu dengan tetap melihat konteks kekinian sambil memberikan perhatian serius terhadap realita sekarang. Kelompok Salafiyah misalnya, mereka adalah jama'ah Ahlu Sunnah yang hanya bergerak dalam ranah tertentu yang tidak mau ikut campur dalam urusan lainnya, seperti politik. Bagi mereka, yang terpenting adalah mendidik manusianya (tarbiyatu al-Nâs), karena jika manusia sudah berubah, yang lainnya ikut berubah juga.
            Ambil contoh juga kelompok Hizb Tahrir. Mereka mungkin hanya mempunya sedikit pengikut yang tersebar di Yordan, Suriah, Eropa atau Amerika.
            Meskipun demikian, ide utama mereka adalah mengembalikan Khilafah Islamiyah. Yang patut disayangkan, karena tujuan itu, justru mereka meninggalkan kewajiban-kewajiban penting lainnya. Mereka mengangga kehidupan Islam nonsen tanpa Khilafah. Mereka memahami konsep negara Islam hanya sebatas mendirika Khilafah. Karena memang sekali lagi, itulah tujuan utama mereka.
            Coba kita lihat juga sebuah pergerakan besar Islam, Ikhwanul Muslimin. Pergerakan mereka tidak hanya sekedar teori, tapi lebih condong kepada prakter. Mereka ingin merubah keadaan manusia dengan aksi nyata.
            Pemahaman seperti ini tentu harus mencakup aspek aqidah, akhlak, ibadah dan muamalah. Karena Islam adalah agama dan negara, aqidah dan syariah, ibadah dan muamalah, dunia dan akhirat.
            Artinya, politik adalah bagian dari agama, informasi bagian dari agama, pengajaran dan pendidikan juga bagian dari agama. Semua harus tunduk di bawah agama.
            Dari sinilah muncul pertentangan dengan pemerintah, karena gerakan ini dianggap ingin mengambil alih kekuasaan. Padahal tujuannya bukan itu. Mereka hanya ingin menginginkan sebuah perbaikan dan terealisasinya penerapan syariat, itu saja.
            Demikian pula yang terjadi pada gerakan Islam lainnya, seperti jamaah Ishlah di Maroko dan harakah mujtama' sunni di Aljazair. Tiga pergerakan itu saya pikir sudah mewakili.

Kalau anda katakan Ikhwanul Muslimin sepakat dengan konsep Islam tentang agama dan negara, bagaimana bentuk pemerintahan yang ideal menurut mereka?

            Bentuk negara? Tidak penting membicarakan bentuk negara ideal yang ada sekarang, karena bisa jadi ia adalah bentuk negara modern. Meskipun demikian , negara ideal harus memenuhi syarat-syarat tertentu, kekuasaan legislatif, kekuasaan yudikatif dan kekuasaan eksekutif dimana ketiganya adalah ciri negara modern hrus merujuk kepada ajaran, norma dan nilai Islam.
            Ketundukan kepada ajaran Islam itulah yang disepakati oleh tiga model gerakan di atas. Kemudian ada sebagian orang yang pesismis dan mengatakan itu hanya sebatas teori saja. Buktinya mana? Ditambah lagi dengan beberapa kegagalan penerapan hukum Islam di Pakistan dan Sudan misalnya. Jawabanya itu bukan hanya sekedar teori.
            Berkanaan dengan beberapa kegagalan diatas, pada hakikatnya, hal itu berpulang kepada individu yang menerapkannya, bukan Islam itu sendiri. Terkadang, dalam sisi-sisi tertentu, mereka salah menerapkannya, atau bisa jadi penerapannya tidak menyeluruh, hanya parsial saja.

Kalau demikian, berarti Islam tidak mempunyai konsep khusus tentang bentuk negara? Apakah bisa diartikan bahwa bentuk negara Islam bisa berubah seiring dengan perubahan tempat dan waktu serta kondisi sosial masyarakat?

tidak! (tegas). Saya telah katakan tadi bahwasa semua bentuk kekuasaan negara termasuk di dalamnya konsep Imâmah dan riyâsah (kepemimpinan) harus selalu merujuk kepada Islam. Akan tetapi yang berubah adalah masalah kemanusiaan (kebutuhan manusia red), seperti layanan telpon, distribusi listrik, transportasi kereta api dan metro. Ini adalah hal-hal yang baru. Ilmu dan teknologi itu bersifat netral, tidak dimonopoli oleh agama tertentu.
            Jadi, semua tegnologi modern tidak beragama. Raullah Saw., pernah bersabda: "Antum a'lamu bi umûri dunyakum" (kamu sekalian lebih tau urusan dunia). Tidak perlu ada yang dirisaukan selama itu masih sesuai dengan kaidah ajaran Islam.

Apakah yang anda paparkan tersebut baru sebatas konsep. Lebih detai lagi, bisakah anda menyebutkan sebuah nama negara yang memiliki bentuk ideal seperti yang diinginkan Ikhwanuk Muslimin sekarang ini?

            Harus saya katakan ini sangat dilematis, meskipun tentu saja itu sebuah keharusan. Mungkinkah sebuah negara akan dibiarkan menerapkan syariat Islam pada waktu sperti sekarang ini? Bagaimana mungkin akan muncul sebuah negara Islam selama semuanya masih berada di bawah hegemoni globalisasi dan imperalisme Amerika.
            Jelasnya, bentuk ideal itu belum ada sekarang. Sebaliknya, kalau seandainya kebebasan itu terjamin, maka bentuk ideal itu akan dengan mudah kita temukan.
            Adapun beberapa negara Islam yang dinilai gagal menerapkan ajaran Islam, seperti saya katakan sebelumnya, sesungguhnya yang gagal  adalah orang yang menerapkan, dan bukan Islamnya. Dan sangat mungkin, kegagalan itu disebabkan juga oleh faktor eksternal. Sebetulnya hal itulah yang ditakuti oleh Amerika dan para sekutunya, karena umat Islam dinilai memiliki potensi untuk menjadi lebih besar dan kuat dibandingkan dengan mereka.

Anda katakan bahwa Ikhwanul Muslimin adalah salah satu pergerakan terbesar yang pernah ada, yang mempunyai wawasan global, bisakah anda menjelaskan bagaimana ideologi dan metode yang dipakai oleh mereka? Dan adakah pergerakan lainnya yang memiliki kesamaan dengan Ikhwanul Muslimin saat ini?

            Saya yakin setiap pergerakan memiliki kesamaan dan kedekatan ideologis dengan Ikhwanul Muslimin he..he… Karena bukankah semuanya memiliki satu tujuan yang sama, yaitu menerapkan syari'at Allah Swt?
            Hanya saja, Ikhwanul Muslimin mencoba menganalisa permasalahan yang ada lebih mendalam, lebih bernuansa universal (Syumûl) serta memiliki pandangan yang luas.
            Karenanya, Ikhwanul Muslimin banyak memberikan perhatian kepada perbaikan individu, keluarga, masyarakat dan umat keseluruhan. Ketika empat elemen ini sudah baik maka otomatis akan melahirkan sebuah pemerintahan yang baik pula.
            Gerakan Ikhwanul Muslimin juga mempunyai perhatian serius terhadap pengasahan spiritual, pensucian jiwa, pendidikan iman dan hubungan yang kuat kepada Allah Swt.. Ikhawanul Muslimin ingin menjadikan dirinyasebagai perekat umat dan tidak mengenal rasialisme, karena dakwah Islam memang ditujukan kepada seluruh manusia dan bukan kepada kelompok tertentu.

Itu semua adalah metode kesalehan yang berdimensi vertikal, bagaimana dengan metode kesalehan yang bernuansa sosial-horisontal?

Yang jelas, semua metode tersebut, apapun dimensinya, tidak boleh terlepas dari nilai-nilai al-Qur'an dan al-Sunnah, seperti yang saya katakan di awal tadi. Kesemuanya itu harus merujuk kepada keduanya.

Maaf, yang saya maksud metode khas yang dimiliki oleh Ikhwanul Muslimin?

            Bisa beri saya gambaran kongkrit?

Dalam masalah Hak Asasi Manusia (HAM) misalnnya, bagaimana sikap Ikhwanul Muslimin keseteraan jender anatar pria dan wanita dalam hak-hak sosial politk?

            Sekarang beritahu saya dulu bagaimana sikap Islam terhadap masalah ini, maka akan saya beri tahu anda konsep Ikhwanul Muslimin tentang itu. Nah, sebagaimana Islam bersikap, begitu pulsa sikap Ikhwanul Muslimin!

Begini, yang saya maksud adalah apakah Ikhwanul Muslimin mempunyai pandangan tersendiri dalam masalah ini? Karena bisa jadi ada banyak keragaman pemahaman, tergantung dari sisi mana memahaminya?
Oh, tidak. Islam memandang masalah ini dari segala sisi. Begini, kata-kata kesetaraan antara pria dan wanita adalah kata yang benar tetapi mempunyai maksud yang batil. Hal itu seperti yang dipahami oelh orang Barat.
            Wanita memang mempunyai kesamaan dengan pria dalam nilai kemanusiaannya, posisi di depan hukum, juga dalam pandangan syari'at. Dalam al-Quran banyak sekali ayat yang menegaskan hal itu.
            Akan tetapi jangan lupa, di sana terdapat wilayah tertentu di mana kesetaraan itu tidak bisa diterapkan, yaitu permasalahn biologis dan fitrah. Maka jika seorang wanita sudah keluar dari wilayah ini, maka dia telah keluar dari fitrahnya dan itu berarti menentang sunnatullah.
            Hak dan kewajiban wanita dalam Islam selalu mengikuti fitrah dan sunnatullah. Kita ambil contoh, Medeline Albright, menteri luar negri Amerika Serikat, dia adalah wanita yang bercerai dengan suaminya, sampai-sampai dia pernah berkata terus terang, kalau bukan karena cerai maka tidak mungkin saya akan menduduki jabatan ini. Pada akhirnya dia mengakui terus terang, ingin menjadi wanita normal, sebagai istri dan ibu bagi anak-anaknya.
            Contoh lain Condoliza Rice, penasehat keamanan nasional Amerika, adalah perawan tua. Ia bisa mencapai karir tinggi itu karena tidak punya sifat malu, feminim sebagai perempuan, lihat saja nanti seteleh pensiun dia akan memenuhi hasrat kewanitaannya.
            Demikian pula yang terjadi pada "si wanita besi", Magareth Tatcher, mantan PM Inggris, dan masih banyak contoh lainnya. Pendeknya, setiap wanita yang keluar dari fitrahnya, nanti pada suatu hari pasti akan menyesal.
            Sebagaimana Islam, Ikhwanul Muslimin juga membedakan pekerjaan-pekerjaan mana yang bisa yang bisa dilakukan oleh wanita dan mana yang tidak. Tidak membebani mereka di atas kemampuan mereka, tidak sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Barat yang menganggap mereka sebagai komoditi yang diobral dan diekploitir.

Apakah dapat disimpulkan, kalau wanita mempunyai kesempatan untuk aktif di bidang politik, walau dalam masalah kepimpinan negara misalnya?

            Tentu, tentu, tentu. Kenapa dilarang? Tetapi tentunya sesuai dengan batasan syari'at. Seperti tidak adanya ikhtilath, tidak tampil seronok dalam sikap, ucapan, pakaian dan lain sebagainya serta menyuarakan advokasi hak-hak kaum hawa.
            Berkenaan dalam masalah kepemimpinan wanita, saya sempat diskusi dengan Dr. Sofwan (salah seorang pimpinan wilayah Muhammadiyah. red) tentang masalah ini. Masalah ini akan bergantung banyak dengan sistem yang dipakai. Kalau standar yang dipakai adalah sistem pemerintahan diktator, tentu wanita tidak boleh masuk dalam wilayah publik. Sayangnya, kebanyakan negara-negara Arab menggunakan sistem ini.
            Adapun di Negara lain yang sudah bersifat modern dengan mempunyai sistem tiga kekuasaan seperti tersebut di atas, sehingga terjadi pembagian tugas yang jelas, maka tidak ada penghalang bagi wanita untuk terjun di wilayah publik.

Apa pendapat anda berkaitan dengan adanya radikalismedi Timur-Tengah yang muncul dari kalangan pergerakan Islam sebagai akibat dari tidak adanya pemahaman yang baik terhadap realita dan skala prioritas dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada? Dan banyak dari para pemikir yang mengatakan bahwa salah satu cara  untuk membendung radikalisme adalah dengan mengedepankan Islam sebagai syari'at dan ajaran kehidupan, dan bukan sebagai gerakan. Karena jikalau Islam dipahami sebagai gerakan, maka tentu ia akan bertabrakan dengan kekuatan lain sehingga pada akhirnya timbul benturan yang melahirkan kekerasan?

Pertama-tama, harus kita pahami bahwa aksi radikalisme itu sebenarnya muncul pertama kali dari pemerintah dan penguasa. Artikulasi gerakan Islam sekedar reaksi. Jadi ada aksi yang dibalas dengan reaksi. Kalau saja para penguasa itu mau mendengarkan keinginan kelompok-kelompok ini, atau mau berdiskusi dengan mereka, maka tentu radikalisme tidak akan muncul.
            Yang terjadi adalah, para penguasa tidak mau mendengarkan dan tidak mau berdiskusi. Jika pun ada, hal itu justru bertujuan untuk memaksakan kehendak atau bahkan sampai taraf pencucian otak.
            Kemudian, untuk menutupi kelemahannya, pemerintah akan menggunakan cara-cara kekuatan (kekerasan) agar seolah-olah tampak kuat. Al-Quran banyak sekali mensinyalir tindakan seperti ini, "lanukhrijannaka yâ syu'aibu" (sungguh kami akan mengeluarkan kamu wahai Syuaib) "la'in lam tantahi lanarjumannakum" (sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merajam kamu).
            Demikian pula halnya sejarah manusia sepanjang masa. Mereka selalu anti kritik dang mengintimidasi kelompok yang kritis terhadap kebijakannya. Dalam kasus sekarang, yang terjadi adalah kedua belah pihak saling mengkritisi. Ketika satu pihak menganggap kesalahan selalu ada di pihak lain, tentu saja itu tidak diterima.
            Pada akhirnya, ketika pemerintah di satu sisi, mulai membela sikapnya tidak dengan perkataan lagi, tapi sudah menggunakan kekuatan (kekerasan). Dari sini sebagian para pemuda yang tidak memahami Islam secara benar melakukan hal yang sama.
            Cara menampilkan Islam bukanlah diserahkan kepada pemerintah atau gerakan-gerakan Islam tertentu. Bagaimana Islam harus ditampilkan kepada dunia adalah tugas ulama sesuai dengan pakar dan spesialisasi di bidangnya.
            Mereka dapat berkumpul dalam sebuah seminar atau konferensi yang mencerminkan keragaman spesialisasi dan latar belakang madzhab, dengan satu syarat saja bahwa hasil-hasli pemikiran itu dijamin dapat direalisasikan.
            Meski hasil pemikiran yang sehebat dan secermelang apapun, tapi kemudian hanya disimpan di laci, nonsen!! Umat banyak yang kecewa dan akhirnya menuduh yang bukan-bukan baik kepada pemerintah maupun para ulama. Lebih parah lagi akibat lumpuh dan mandulnya pemikiran tersebut, mulailah pemuda-pemuda sempalan ingin mengajukan solusi alternatif yang keliru.

Anda mengatakan kalau radikalisme itu muncul dari pihak pemerintah, tetapi di sana terdapat kelompok-kelompok tertentu yang tidak memperhitungkan situasi dan kondisi sehingga tidak memiliki keserasian. Jelasnya, di sana ada kelompok yang eksklusif-konservatif, mereka tidak mau berkompromi dengan waktu dan tempat, bagaimana komentar anda?

            Permasalahan kelompok seperti ini harus diajukan kepada ulama yang memiliki kapabiitas dan kredibilitas. Diajukan kepada mereka pemikiran-pemikiran pokoknya. Apakah sudah benar atau salah. Ketika diputuskan bahwa konsep pemikiran mereka benar, maka ditunjuklah penanggung jawab untuk merealisasikan konsep tersebut. Tapi kalau ternyata salah, para ulama bisa mengajak mereka berdialog dan mengajak mereka kepada yang benar. Hal itu, karena pemikiran harus dihadapi dengan pemikiran juga.
            Tapi yang terjadi adalah mereka dihadapkan pada kekuatan militer , dan mereka mengira merekalah yang benar. Mereka adalah syuhada', pahlawan, yang akan tercatat dalam sejarah dan akan masuk surga dengan izin Allah Swt.. Mereka salah dalam konsep pemikiran, dan para penanggung jawab salah dalam merealisasikan. Seharunya, yang bertanggung jawab dalam masalah ini adalah para ulama yang memang mempunyai capability dan dapat dipercaya, yaitu mereka yang independen, tidak mengikuti arah tertentu dan tidak mempunyai kepentingan tertentu pula. Saya yakin kalau ini yang dilakukan, maka akan banyak perubahan terjadi di dunia Islam.
Terdapat kelompok tertentu di Palestina dan juga di Indonesia di mana sebagian anggota mereka melakukan aksi bunuh diri, dan berkeyakinan ini adalah aksi istisyhad, bagaimana pendapat anda?

            Nabi pernah bertanya kepada sahabatnya siapakah itu syahid? Para sahabatnya menjawab, "Syahid adalah mereka yang meninggal dalam peperangan atau di jalan Allah Swt". Sampai sini terkesan kalau makna syahid sanagtlah sempit. Lalau beliau menambahkan, "Barang siapa mati di jalan Allah Swt., dia adalah syahid, barang siapa mati karena menjaga harta dan khormatannya dia juga syahid".
            Dalam hadis lain,orang yang mati tenggelam adalah syahid dan masih banyak lagi kategori syahid lainnya. Kesimpulannya, syahid mempunyai makna yang sangat luas. Berkenaan dengan mereka yang bunuh diri, kita lihat dulu apa motif di balik itu. Apakah karena keputusasaan, atau karena ingin lepas dari beban hidup atau motif duniawi lainnya. Atau mereka melakukan aksi itu karena tidak mendapat jaminan keamanan bagi dirinya, keluarganya, agamanya, kehormatannya, kecuali dengan cara bunuh diri itu.
            Jika demikian, maka aksi tersebut adalah syahid. Seperti mereka yang melindungi Masjidil Aqsha di palestina, seperti mereka yang melawan kekuatan militer Amerika di Irak, dan seperti yang terjadi di Afghanistan, Checnya dan di belahan bumi lainnya.
            Ketika mereka tidak punya pilihan lain, maka aksi bunuh diri bisa dikategorikan syahid. Dan hal ini juga terjadi pada zaman Nabi Saw.. Bagaimana Ali bin Abi Thalib mengorbankan dirinya pada malam Nabi Saw., hijrah ke Madinah dengan menggantikan beliau tidur di ranjangnya. Bukankah itu juga mempertaruhkan nyawa? Bukankah itu  juga aksi bunuh diri? Dan masih banyak contoh lainnya. Jadi tergantung niat dan motifnya.

Di indonesia, terdapat kecenderungan dalam pergerakan islam. Pertama: mereka yang bergerak di bidang dakwah dari sisi pengaturan kebudayaan masyarakat dan kehidupan sosial mereka, serta menjahui praktek politik praktis. Dan yang kedua: mereka yang berdakwah dalam dunia perpolitikan untuk merealisasikan tujuan Islam. Apakah juga ada kecenderungan ini di dunia Arab?

Ada. Kedua kecenderungan ini ada di dunia Arab. Jama'ah Salafiyah sebagai contoh pertama misalnya, mereka bergerak di wilayah perluasan wawasan (tatsqîf) aqidah, pemantapan (tasrîkh) iman dan metode dakwah. Adapun kecenderungan kedua, dapat kita lihat pada kelompok Ikhwanul Muslimin, Jama'ah Islamiyah, dan kelompok lainnya. Akan tetapi sebenarnya, Ikhwanul Muslimin melakukan keduanya bersamaan, tatsqîf dan gerakan politik. Keduanya memang sama-sama dibutuhkan.
            Setiap manusia yang ingin sampai pada tujuan tapi tidak mau mengikuti jalan menuju kesana adalah omong kosong, demikian pula sebaliknya. Sehinnga keduanya harus dilaksankan bersamaan, tatsqîf kemudian gerakan

Hizbu tahrir berupaya mengembalikan Khilafah Islamiyah, apakah sekarang seruan itu realistis? Benarkah reinkarnasi Khilafah tetap menjadi impian bersama gerakan-gerakan Islam kontemporer?

            Khilafah dalam pengertian untuk mempersatukan barisan (shaf) umat Islam, semua kelompok sepakat. Jika kita bicara tentang bentuk kongkrit Khilafah, dalam pandangan kami tidak harus sama persis Khilafah Utsmaniyah, Abbasiyah, Umawiyah bahkan era sahabat. Bentuk apapun yang menjadi konsensus umat Islam, apapun bentuk dan namanya, yang lebih penting dan substantif adalah marja'iyyah al-Quran dan Sunnah yang dapat menyatukan seluruh potensi umat Islam.
            Hizbu Tahrir banyak melakukan kekeliruan karena terjebak pada klaim formalitas bentuk Khilafah, seperti era sahabat.

Slogan "kembali pada hidup Islami" telah menjadi seruan bersama. Apakah slogan itu adalah konsep Islam orisinil ataukah karena implikasi desakan eksternal? Mengapa mereka bisa berbeda-beda dalam penjabaran programnya, dan tidak mengarah kepada persatuan umat Islam?

            Banyak faktor yang menyebabkan munculnya slogan dakwah tersebut, sedangkan yang terpenting adalah jauhnya umat Islam dari ajaran agama mereka, sehingga mendorong mereka yang ikhlas dan memiliki ghirah yang tinggi untuk mengembalikan umat kepada al-Quran dan Sunnah. Hal ini sudah menjadi sunnatullah. Dalam sebuah hadis, Rasul Saw., menyatakan bahwa Allah Swt., akan mengutus di setiap 100 tahun, seorang yang memperbaharui agamanya.
            Agama Islam selalu mengalami fluktuasi kuat dan lemah. Saat ini kita sedang berada dalam kondisi yang sangat lemah. Selanjutnya, tekanan eksternal menghalangi umat Islam untuk bersatu. Jadi faktor internal dan eksternal memiliki peran yang seimbang. Sedang faktor yang menyebabkan gerakan-gerakan Islam itu tidak bisa bersatu seperti yang saya katakan, mereka tidak diberi kesmpatan untuk saling bertemu karena berbeda dengan musuh-mush dakwah.
            Kita tidak menguasai media, pendidikan, ekonomi dan sebagainya. Mereka yang berusaha mengembalikan pola hidup yang Islami akan selalu dikucilkan dan disingkirkan.

Belakangan ini terbit buku baru karya Prof. Dr. Toha Jabir 'Ulwani berjudul: dimensi yang hilang dari pemikiran dan aksi gerakan Islam kontemporer" yang menyoroti hilangnya kajian dan ijtihad kolektif yang terkesan bahwa masing-masing gerakan menyuguhkan solusi lokal dan temporal. Padahal krisis yang terjadi bersifat global dan membutuhkan solusi global pula. Bagaimana tanggapan anda?

            Menanggapi masalah tersebut, saya hanya bisa memberi komentar; pertama: saya sendiri belum pernah membaca buku tersebut. Kedua: sebagai penghormatan terhadap beliau yang saat ini terkenal sebagai tokoh pemikir, beliau telah membebani kelompok-kelompok gerakan Islam di luar batas kemampuan mereka.
            Sebelum melangkah kesana, beliau seyogyanya menghilangkan lebih dahulu beban-beban yang dipikul oleh gerakan Islam. Pola pikir yang konprehensif seperti yang ia tawarkan tidaklah beliau temukan didalam ideologi  yang di anut Ikhwanul Muslimin. Tidaklah beliau menyadari bahwa solusi global yang di tawarkan gerakan islam sengaja tidak di berdayakan dan di beri kesempatan untuk di terapkan?
            Sebagian besar aktifis gerakan Islam tidak bebas menyampaikan ide dan pendapatnya sebagai contoh Dr. Yusuf Qardhawi dicekal dan tidak di izinkan masuk ke Amerika. Karena selain pemikiran diharapkan saling bertemu dan bertukar pengalaman, pertemuan tatap muka juga berperan penting untuk menyatukan fikrah. Kenapa beliau hanya membebani gerakan islam dan tidak membebani tanggung jawab atas rezim pemerintahan?
            Ikhwanul Muslimin sendiri sering di anggap oleh pemerintah memiliki jaringan internasional, padahal bukan jaringannya yang penting, melaikan dakwah dan solusi krisis yang berdimensi global dan internasional. Yang penting bagi kita di beri kesempatan untuk merealisasikan solusi tersebut.

Terakhir, layakkah umat Islam menggantungkan harapan kepada gerakan-gerakan Islam tersebut?

            Dan kepada siapa lagi kita akan berarap selain kepada mereka? Apakah ummat akan berharap kepada kelompok yang memerangi Islam seperti Amerika dan sekutunya? Atau apakah mereka akan berharap pa da musuh-musuh Islam yang ada di Barat ataupun di Timur? Tidak ada pilihan lain kecuali harapan kita terhadap mereka yang berjuang (berjihad) di jalan Allah dan rela mempersembahkan jiwa-jiwa mereka untuk agama Allah yang mulia ini dan mati di jalan Alllah sebagai cita-cita mereka yang tertinggi.

Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

Tidak ada komentar :


Majelis dan Lembaga

[Seluruh Artikel][grids]

Kajian MCIS

[Kajian Utama][bsummary]

Majalah Sinar Mesir

[Seluruh Artikel][threecolumns]

Shaffatul 'Aisyiyah

[Shaffatul 'Aisyiyah][list]