Umara yang Menaungi dan Ulama yang Mengayomi
Umara
yang Menaungi dan
Ulama yang Mengayomi
Jamak diketahui
bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia. Sekitar
207 juta jiwa (87 %) penduduk Indonesia beragama Islam. Hal ini tentu menjadi
sorotan dunia, ketika Islam sebagai agama dengan pengikut paling banyak dalam
sebuah negara, tapi tidak mampu menjadikan negara tersebut sejahtera dan maju. Bagaimana
umat lain akan percaya bahwa Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin, jika pada
realitanya negara muslim terbesar di dunia justru pendudukannya menjadi budak di negeri sendiri. Hal ini menjadi salah
satu problem masyarakat kita saat ini, dan berpotensi akan terus menggerogoti nafas keislaman
masyarakat kita, jika tidak segera ditanggulangi.
Untuk
menanggulangi masalah di atas, Islam telah menunjuk segolongan orang untuk berdiri di garda
paling depan yang akan memimpin dan menentukan keseimbangan serta kemajuan umat
islam, bahkan seluruh umat manusia secara keseluruhan. Golongan ini juga bisa disebut sebagai
penentu baik dan buruknya umat. Merekalah ulama dan umara.
Pengertian Ulama dan Umara
Ulama dan umara
adalah pasangan pemuka masyarakat. Ulamâ dalam bahasa arab adalah bentuk
jamak dari âlim. Artinya orang yang berpengetahuan, ahli ilmu, orang
pandai. Dalam bahasa Indonesia,
ia menjadi bentuk tunggal yang berarti orang yang ahli
ilmu dalam agama Islam. Dalam al-Quran kata ulama sepadan dengan kata ulul
albâb, yang berarti orang yang arif. Sedangkan umarâ, ia adalah bentuk jamak dari kata amîr, yang bermakna pemimpin
atau penguasa. Dalam al-Quran, kata amir sepadan dengan ulul amri yang berarti orang yang
mempunyai pengaruh, kekuasaan, orang yang memangku urusan rakyat, penguasa.
Al-Quran
menyebutkan keduanya dalam ayat yang berbeda. Allah
Swt. menyebut ulama dalam firman--Nya:
“…di antara hamba-hamba-Nya yang takut kepada Allah, hanyalah ulama…” (QS. Faathir: 28). Sedangkan kata umara, Allah firmankan pada surat al-Nisa: 59, yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah, dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang
kekuasaan)…”
Dua kata ini (Ulama dan Umara) juga disebutkan dalam hadis Nabi yang
artinya: “Ada dua golongan dari manusia, apabila dua golongan itu baik maka
baiklah manusia, dan bila dua golongan itu jelek maka jeleklah manusia, dua golongan
itu adalah ulama dan umara”. (H.R Abu Naim)
Dari ayat dan hadis di atas, kita dapat berkesimpulan bahwa kedua elemen ini
haruslah dipegang oleh orang-orang baik. Keduanya juga harus memiliki hubungan yang
baik. Hal ini dikarenakan keduanya memegang kunci kesejahteraan, kebangkitan
dan kemajuan manusia. Jika
kita melihat masa lalu, maka akan kita temukan dua kriteria ini (ulama dan
umaro) berada dalam satu tubuh seorang pemimpin. Kita bisa ambil contoh seperti
Rasulullah Saw., para Khulafaurrasyidin, atau para khalifah seperti Umar bin Abdul Aziz, dan sebagaiannya. Sedangkan dewasa ini, jarang kita temukan sosok pemimpin yang dia juga seorang alim dalam agama, atau
sebaliknya, seorang ulama berkapasitas sebagai pemimpin. Bahkan parahnya, kedua elemen ini justru sering tidak
berintegrasi dengan baik.
Jika kita lihat masyarakat Indonesia,
maka bisa dikatakan lain teori, lain praktek. Pada kenyataannya, saat ini di
negeri kita tercinta (diakui atau tidak) sedang mengalami pemerosotan akan kepercayaan
rakyat kepada lembaga pemerintah selaku (yang mengaku sebagai) wakil rakyat.
Hal ini terjadi, karena kasus-kasus atas tindakan tidak
terpuji (untuk tidak mengatakan sangat tercela) sebagian oknum yang tak
bertanggung jawab. Di samping itu, masyarakat pun dibingungkan dengan adanya statemen dari para ulama (atau
yang mengaku sebagai ulama) yang berbeda antara
satu dan lainnya. Sehingga menimbulkan kebingungan bagi kaum awam, dan keresahan bagi mereka yang mengerti. Hal ini kemudian berdampak pada banyaknya penyelewengan dan
pembangkangan, yang dilakukan oleh rakyat yang kecewa dengan sistem
dan hasil kerja pemerintahan.
Harapan Umat
Sejatinya, rakyat sangat sekali menginginkan kebaikan, kesejahteraan, dan kedamaian. Oleh karena itu sebuah pemerintah
(umara) dan ulama yang baik, dan sanggup memberikan
ketentraman bagi rakyat, pasti akan menjadi kerinduan dan harapan mendalam bagi
rakyat. Mereka dirindukan karena mereka diyakini bisa membawakan apa yang umat
butuhkan, sebagaimana sabda Rasulullah Saw. sejak 1400 tahun yang lalu, bahwa baik dan
rusaknya rakyat/manusia tergantung kepada dua golongan ini (ulama dan umara).
Kita bisa bercermin pada masa kejayaan
Islam pada abad ke-8 M, di bawah kepemimpinan
khalifah kelima dari Dinasti Abbasiyah, yang mampu mentorehkan era keemasan Islam dan menjadikannya sebagai
negara adikuasa dunia masa itu. Yang
menjadi salah satu kunci kesuksesan dan kejayaannya adalah terjalinnya hubungan
yang harmonis antara pimpinan pemerintahan dengan para ulama, di samping perhatian khalifah ar-Rasyid yang
begitu besar terhadap kesejahteraan rakyat.
Dari itu semua, tentunya saya menjadi
satu di antara jutaan rakyat Indonesia yang mendambakan tibanya masa dimana
umara (pemerintah) dan ulama saling berintegrasi, membantu serta membimbing rakyat ke arah yang
jauh lebih baik. Yaitu umara yang menaungi kebutuhan lahiriah dan
ulama yang selalu bisa mengayomi kebutuhan rohaniah umat. Fenomena ini selanjutnya dapat menjadikan Islam sebagai tangga kemajuan sebuah
negara. Wallahu a’lam []
Penulis: Nasrudin Babas Hasan. Tingkat 1 Fakultas Ushuludin
----------------------------------Pcim Mesir menerima zakat, infaq, sadaqah. Uang ini akan dipergunakan untuk kepentingan dakwah Pcim Mesir dan dapat disalurkan ke:
No rek. 3660009009 a/n PCIM Mesir, Bank Syariah Mandiri, Jl. Gedong Kuning Selatan, No. 5, Yogyakarta.
Konfirmasi via facebook : https://www.facebook.com/pcim.mesir
Dan semoga amal ini bisa menjadikan kita menerima buku amalan perbuatan dengan tangan kanan diakhirat kelak. Alamat Pcim Mesir: Building 113/2, 10th district, Nasr city, Cairo, Egypt.
Post A Comment
Tidak ada komentar :