Beginilah Al-Quran Menjelaskan penciptaan manusia
يخلقكم في بطون أمهاتكم خلقاً من بعد خلق في ظلمات ثلاث
“Dialah (Allah) yang menjadikan kalian
dalam perut ibu kalian kejadian demi kejadian, dalam tiga kegelapan” (QS. az-Zumar: 6)
1. An-Nuthfah
ثم جعلناه نطفةً في قرارٍ مكينٍ
“Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim)”. (QS. Al-Mu'minun: 12-14)
Inilah fase awal
terjadinya manusia. Nuthfah adalah air mani yang berasal dari sperma
laki-laki dan sel telur wanita, dan masing-masing memiliki peran seimbang. Ayat di atas dimulai
dengan sebuah kataثم yang
mungkin tidak membutuhkan waktu lama untuk membahasnya. Tapi, berapa lama jarak
antara penciptaan Adam dan penciptaan kita dari nuthfah?
Kata ini meski
sederhana tapi memiliki makna yang dalam. Tsumma dalam ayat ini,
menunjukkan hubungan antara permulaan species, Adam As.(sebagai manusia
pertama), dan permulaan setiap manusia. Betapa antara Adam dan setiap manusia
di dunia memiliki hubungan yang terus berkesinambungan dan tak pernah terpisah.
Jika saja ada di antara hubungan itu yang terpisah, maka adakah manusia lain
selain keturunan Adam? [1]
Nuthfah(zygote), yang
merupakan hasil dari pembuahan ovum oleh sperma, terus berkembang dalam rahim
ibu, membelah dan menjadi bagian-bagian yang lebih banyak. Ia bergerak dalam
rahim ibu dan mendapatkan makanan dari sari-sari makanan ibu yang ada di
dalamnya. Saat sel-sel tadi terbelah, ada kejadian di mana sel terbelah
sempurna menjadi bagian-bagian yang sama dan berkembang menjadi 2 individu yang
kita kenal dengan kembar identik. Nuthfah terus berkembang, ia mengelompok
dan menjadi gumpalan darah yang disebut 'Alaqoh. [2]
ثم خلقنا النطفةَ علقةً
Lalu air mani itu Kami jadikan segumpal darah (QS.
Al-Mu'minun: 14)
Pada awalnya 'alaqoh
bergerak bebas di dalam ovarium dan mendapatkan makanan dari sari makanan ibu.
Kemudian secara perlahan, ia bergerak keluar dari ovarium dan mulai menempel di
dinding rahim, untuk berproses menjadi mudghah.
3. Al-Mudghah
فخلقنا العلقةَ
مضغةً
Maka segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging. (Al-Mu'minun: 14)
Mudghah adalah
gumpalan daging yang manjadi wadah dari gumpalan darah. Fase ini dimulai pada
minggu ke-4 masa kehamilan dan dikenal dengan fase awal tumbuhnya anggota vital
dari tubuh manusia. [4]
Mudghah inilah yang
kemudian membelah dirinya menjadi 2 lapisan, yaitu:
-
Mukhallaqoh (Lapisan
Dalam)
Mudghah Mukhallaqoh, yang
sempurna kejadiannya, atau lapisan dalam dari mudghah inilah yang kemudian
berproses menjadi embrio atau calon bayi
-
Ghairu Mukhallaqoh (Lapisan Luar)
Mudghah Gairu
Mukhallaqoh, yang tidak sempurna kejadiannya, atau lapisan luar dari
mudghah, kemudian berproses menjadi plasenta atau ari-ari yang di antara
fungsinya adalah untuk menyalurkan makanan kepada bayi. [5]
فخلقنا المضغةَ عظاماً
فكسونا العظامَ لحماً
“Dan segumpal daging itu Kami jadikan
tulang-belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging”. (QS. Al-Mu'minun: 12-14)
Sebagian Mufassir
mengatakan bahwa perubahan gumpalan daging menjadi tulang belulang bisa
seluruhnya, bisa pula sebagian dari daging. Dan setelah diadakan penelitian
ilmiah, proses perubahan menjadi tulang hanya melibatkan sebagian dari gumpalan
daging.
Mengapa Al-Qur'an
memisahkan fase gumpalan darah dan fase pembentukan tulang? Allah A'lam-
karena Al-Qur'an mengidentifikasikan setiap fase sesuai proses terpenting yang
terjadi, pada fase ini yang terpenting adalah pembentukan tulang, yaitu
berubahnya mudghah menjadi 'idzam, atau gumpalan kecil darah
menjadi tulang belulang yeng merupakan rangka dari tubuh manusia.
Bersamaan dengan
perubahan menjadi tulang, muncul pula daging lengket yang membungkus tulang.
Menurut ilmu kedokteran, hal ini terjadi pada minggu ke-4, karena ilmu
kedokteran tidak memisahkan antara fase mudghah, 'idzam dan lahm.
Tapi ada kesesuian dengan Al-Qur'an tentang urutan kejadian setiap fase pada
minggu ke-4 ini.
5. Al-Khalq
Al-Akhar
ثم أنشأناه خلقاً آخرَ
فتبارك الله أحسنُ الخالقينَ
“Kemudian Kami jadikan dia makhluq yang
berbentuk lain. Maha suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik”. (QS. Al-Mu'minun: 14)
Ayat ini
menjelaskan tentang proses kejadian manusia dalam kandungan setelah melewati 4
bulan pertama, yang oleh sebagian ulama disebut dengan dzulumat tsalats (40
hari pertama di dalam ovarium, 40 hari kedua, sejak 'alaqoh dalam
ovarium berproses menjadi mudghah dan berpindah ke dalam rahim.
40 hari terakhir, saat embrio terbungkus kuat dalam suatu selaput yang disebut Tuba
Fallopy (kulit ketuban). [7]
Kata ansya-a yang
digunakan dalam ayat ini, menunjukkan ketelitian penciptaan manusia, karena
kata insya' berarti mencipta sesuatu dan mengatur/mendidiknya. Adapun
tentang khalq akhar, Ibnu Katsir mengatakan bahwa proses perubahan
manusia menjadi khalq akhar adalah saat dimana Allah meniupkan ruh
hingga ia menjadi makhluk yang memiliki pendengaran, penglihatan, pengetahuan
gerakan dan sebagainya. Serupa dengan Ibnu Katsir, Al-Khudzri, Ibnu Jarir dan
Ibnu Abi hatim menafsirkan ayat tersebut dengan penafsiran yang sama.
Ada pula yang
menafsirkan ayat tadi dengan lahirnya manusia atau tumbuhnya rambut, tumbuhnya gigi atau
perubahan keadaan setelah lahir ke dunia, dari sejak baru lahir kemudian
menyusui, dan seterusnya hingga mati.[8]
Pada hakekatnya,
pertumbuhan janin dalam rahim berbeda antara satu dan lainnya, sebagaimana
perbedaan pertumbuhan manusia setelah dilahirkan. Maka, setelah memasuki bulan
ketiga dari masa kehamilan, terjadi perbedaan perkembangan antar tiap janin.
Tapi, setiap janin yang sudah memasuki bulan keempat, akan memasuki fase baru
dalam pertumbuhannya, karena telah memiliki organ-organ vital dalam dirinya.
Demikian janin
terus berkembang hingga saat memasuki usia 7 bulan, ia sudah dapat bertahan
hidup dengan organ tubuh yang lengkap tapi belum sempurna. Setelah berusia 9
bulan, maka ia mulai siap dilahirkan ke dunia.
[1] Ibid, hal.
75
[2] Dr. Muhammad Izzuddin Taufiq, Dalil'l-Anfus
Baina Al-Qur'an wa Al-Ilmi'l-Hadits, Dâr el-Salâm, Cairo, cet. III, 2004,
hal. 70.
[3] Muhammad Idris
Jauhari, Membentuk Generasi Robbi Rodliyya, Pustaka Hikmah Perdana,
Surabaya, Cet. I, 2005, hal.53-54
[4] Dr. Muhammad Izzuddin Taufiq, op.
cit., hal. 118.
[5] Muhammad Idris jauhari, op. cit., hal.
55.
[6] Dr. Muhammad Izzuddin Taufiq, op.
cit., hal. 121-122.
[7] Muhammad Idris jauhari, op. cit., hal.
53-55.
Labels
Tafsir Al-Wasatiyyah
Post A Comment
Tidak ada komentar :