PCIM News

[Kabar PCIM][list]

Kabar Persyarikatan

[Muhammadiyah][twocolumns]

Tasawuf dalam Islam; Pendahuluan (1)

Bertolak dari hadis Jibril yang sudah sangat terkenal tentang tiga hal yang dipertanyakan kepada baginda Nabi Saw. tentang iman, islam dan ihsan. Dimana poin pertama termanifestasikan dalam ilmu akidah, poin kedua dalam ilmu fikih, dan poin ketiga dalam ilmu tasawuf (akhlak). Ilmu terakhir dijelaskan dengan ungkapan “Beribadah lah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Tapi jika engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya, Dia telah melihatmu.”

Ketiga hal tersebut jelas tidak bisa dipisahkan satu sama lain, ketiganya merupakan satu paket dalam kehidupan beragama umat Islam. Maka tidak mengherankan, ketika al-Azhar selalu menekankan bagaimana ketiga unsur di atas mengambil peran penting dalam dinamika kehidupan umat Islam. Karena dengan jalan mengikuti mazhab yang ada, baik dalam ranah akidah, fikih, maupun tasawuf (tharîqah), maka keberagamaan seorang muslim akan sampai pada nilai yang sejati (paripurna).
Dari ketiga disiplin ilmu tersebut, tasawuf lebih sering dikritisi oleh sebagian internal umat Islam sendiri, karena dianggap sebagai bid’ah dalam agama, dan tuduhan-tuduhan lainnya yang sama sekali tidak berdasar. Hal tersebut sejatinya muncul karena ketidakpahaman terhadap hakikat tasawuf itu sendiri atau berasal dari doktrin beragama yang diajarkan oleh guru mereka, sehingga berujung pada pelabelan negatif terhadap sufi dan tasawuf.

Definisi Tasawuf dan Genealoginya
Membincang diskursus tasawuf, termasuk tentang kemunculannya, sejatinya adalah melakukan pembacaan terhadap evolusi kehidupan ruhaniah umat Islam. Sampai pada awal abad kedua hijriah, ternyata istilah tasawuf belum dikenal. Awalnya, ia hanya sebatas gerakan asketis (harakah al-zuhd ) yang bersifat praksis (‘amaliy). Ajaran-ajaran spiritual tersebut kemudian mulai dirumuskan secara teoritis–praksis (nazhariy–‘amaliy) pada akhir abad kedua hijriah. Yang kemudian pada perkembangan selanjutnya, ia menjadi sebuah disiplin ilmu tersendiri.

Tentang derivasi kata tasawuf, ulama memberikan keterangan yang beragam. Imam al-Kalabadzi (w. 380 H)  dalam kitab al Ta’âruf li Madzhabi Ahli al-Tashawuf menyebutkan bahwa tasawuf berasal dari kata shafâ (bersih, jernih). Hal ini karena memang tasawuf bertujuan untuk menjernihkan hati manusia dari kotoran–kotoran hawa nafsu (li shafâ al-insân ‘an kâdûrat al-basyariyah).

Sebagian lainnya mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata al-shaffu (barisan), karena kaum sufi dianggap sebagai golongan yang menempati barisan pertama di hadapan Allah. Ada pula yang menyebutkan bahwa tasawuf berasal dari kata al-shuffah, karena kaum sufi dinilai mempunya pola hidup yang sama seperti para ahlu shuffah, yaitu para sahabat yang menempati serambi masjid Nabawi kala itu.

Pendapat terakhir menyebutkan bahwa kata tasawuf berasal dari al-shûf (pakaian wol). Hal ini dinilai paling representatif menggambarkan kehidupan kaum sufi, juga dinilai tidak mengandung kontradiksi antara nilai etimologi dan terminologi. Pendapat ini juga diamini oleh Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah-nya, serta Abu Nashr Siraj al-Thusi dalam al-Luma’-nya.

Dalam kitab al-Tashawuf; al-Tsaurah al-Rûhiyah fî al-Islam, Dr. Abu ‘Ala Afifi menyebutkan enam puluh lima definisi tentang tasawuf. Diantaranya adalah apa yang diutarakan oleh Imam al-Karkhi (w. 200 H), bahwa tasawuf adalah al-akhdzu bi al-haqâiq wa al-ya’su mimmâ fî aidîy al-khalâiq (mencari hakikat dan berpaling dari kepalsuan). Yang dimaksud dari al-akhdzu bi al-haqâiq adalah mencari nilai esoteris dari syariat dengan tanpa mengabaikan nilai eksoterisnya. Sedangkan al-ya’su mimmâ fî aidîy al-khalâiq, ia bermakna laku zuhud terhadap berbagai perhiasan dunia yang dimiliki manusia.

Sebenarnya sangat banyak definisi tentang tasawuf, akan tetapi menurut Syaikh Ali Jum’ah, dalam program televisi Kalimat al-Haq, semua definisi tersebut bermuara pada makna dan tujuan yang sama, serta tidak mengeliminasi satu sama lain.

Penulis: Fahrudin el-Brengkowi (Bendahara PCIM Mesir)
----------------------------------
Pcim Mesir menerima zakat, infaq, sadaqah. Uang ini akan dipergunakan untuk kepentingan dakwah Pcim Mesir dan dapat disalurkan ke:
No rek. 3660009009 a/n PCIM Mesir, Bank Syariah Mandiri, Jl. Gedong Kuning Selatan, No. 5, Yogyakarta.
Konfirmasi via facebook : https://www.facebook.com/pcim.mesir
Dan semoga amal ini bisa menjadikan kita menerima buku amalan perbuatan dengan tangan kanan diakhirat kelak. Alamat Pcim Mesir: Building 113/2, 10th district, Nasr city, Cairo, Egypt.
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

Tidak ada komentar :


Majelis dan Lembaga

[Seluruh Artikel][grids]

Kajian MCIS

[Kajian Utama][bsummary]

Majalah Sinar Mesir

[Seluruh Artikel][threecolumns]

Shaffatul 'Aisyiyah

[Shaffatul 'Aisyiyah][list]