PCIM News

[Kabar PCIM][list]

Kabar Persyarikatan

[Muhammadiyah][twocolumns]

Malu Yang Terlarang

SIFAT MALU DALAM PERSPEKTIF ISLAM


Malu Yang Terlarang

Sebuah Studi Teoritis-Aplikatif


Muhammadiyah



V. Malu yang Terlarang

Malu memang selalu mendatangkan kebaikan dan sangat dianjurkan bagi seluruh makhluk yang ada di alam ini. Bahkan di dalam hadis disebutkan: "Apabila kamu tidak memiliki rasa malu, berbuatlah sesuka hatimu".[25]. Hadis tersebut berisi ancaman, maksudnya adalah hai orang-orang yang tidak memiliki rasa malu berbuatlah sesuka hatimu di dunia ini, akan tetapi rasakan balasannya di hari kiamat nanti!. Selain malu yang terpuji, ternyata ada juga malu yang terlarang di dalam agama kita. Apa saja malu malu terlarang itu?



  1. Malu dalam mempelajari hukum-hukum agama, atau menuntut ilmu



Wanita memang pemalu, apalagi yang berhubungan dengan hal-hal sensitif  tentang dirinya. Disebutkan di sebuah Hadis yang berasal dari Ummu Salamah (dia) berkata: "Pada suatu hari  Ummu Sulaim (istrinya Abi Thalhah) datang dan berkata pada Rasul: "Ya Rasulluh, sesungguhnya Allah Swt. tidak malu terhadap sesuatu yang benar, kemudian dia bertanya: "Apakah bagi perempuan diwajibkan mandi apabila  bermimpi?" Rasul pun menjawab: "Ya! Bila dia melihat air (mani)".[26](HR. Bukhari).

Sebenarnya kalimat Ummu Sulaim diawal perkataannya adalah meyakinkan dirinya untuk tidak malu bertanya kapada Rasul dan meyakinkan dirinya bahwa Allah tidak membenarkan malu terhadap hal-hal yang berkaitan dengan hukum-hukum Allah. Rasulullah sendiri  memuji para wanita Anshar yang berani bertanya (mengenai permasalahan-permasalahan wanita) dan tidak malu dalam menuntut ilmu. Dengan keberanian wanita Anshar tersebut, para wanita pada zaman itu –bahkan sampai sekarang- mengetahui permasalahan-permasalah dan ilmu-ilmu fikih yang berkaitan dengan wanita. jadi, malu tidak pas bila kita letakkan pada situasi seperti ini.
و الله لا يستحيى من الحق  



"Sesungguhnya Allah tidak malu pada kebenaran". (QS. al-Ahzab: 53).

  1. Malu istri dihadapan suami



Suami dan istri ibarat pakaian yang saling menutupi satu dengan yang lainnya. Apabila jelek istri di mata suami, maka suamilah yang akan mempercantiknya begitu sebaliknya. Bagi seorang istri harus melepaskan perisai malu dihadapan suaminya untuk memenuhi kebutuhan suami. Karena di dalam hadis disebutkan :


اذا دعا الرجل امرأته الى فراشه فأبت عليه فبات و هو غضبان لعنتها الملائكة حتى يصبح

( وراه البخارى, و مسلم, و ابو داود, و أحمد )[27]

           

"Bila suami memanggil istrinya ke tempat tidur (jima') sedangkan istrinya enggan untuk mengikuti keinginan suaminya tersebut (karena malu) dan sikap yang demikian menimbulkan kekecewaan di hati suami maka malaikat melaknat wanita tersebut sampai pagi". (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Ahmad).

Sifat malu istri dalam hal ini sangatlah tidak baik,  justru menimbulkan dosa. Karena ketika istri tidak memenuhi 'hasrat' suami maka ditakutkan hal-hal yang dilarang agama akan terjadi. Rasululllah sendiri dengan para istrinya sering mandi bersama dalam satu bejana. Sebagaimana di dalam hadis disebutkan:

'Aisyah mandi bersama Rasulullah (dari air) pada bejana yang sama[28]. (HR. Bukhari).

  1. Malu menentang orang-orang yang bersalah?

Banyak sekali kasus yang terjadi di dalam hidup ini tentang malu yang salah kaprah. Malu menegur orang-orang yang berbuat salah, malu menyampaikan kebenaran, malu bersedekah di hadapan orang banyak, malu menunjukkan identitas seorang muslimah yang baik, malu mengucapkan salam, malu mengingatkan orang yang lebih tua serta pintar dan lain sebagainya. Contoh-contoh tersebut bukanlah termasuk ke dalam kriteria malu akan tetapi dikatakan al-'Ajz alias orang yang lemah. Maksudnya adalah orang yang tidak berani mengatakan  sejujurnya. Allah sendiri tidak pernah malu menentang orang-orang yang meragukan al-Quran dengan sesuatu yang sangat kecil dan hina, di dalam al-Quran disebutkan:
ان الله لا يستحي ان يضرب مثلا ما بعوضة فما فوقها



"Sesunggunya Allah tidak malu membuat perumpamaan berupa nyamuk ataupun yang lebih rendah dari itu... ". (QS. al-Baqarah: 26).

Apakah pantas kita sebut malu, ketika diri kita enggan mengingatkan dan mengajak kepada kebaikan? Ini merupakan salah satu fenomena yang sering terjadi ditengah-tengah kita dan harus kita luruskan bersama!.

Lanjutan Edisi 3 (terakhir) : Krisis Malu di era modern



------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


[25] Mustofa al-Bughâ dan Muhyi ad-Dîn al-Mistawî, al-Wâfî fi Syarhi al-'Arba'în an-Nawawî, Dâr   Kalim at-Thayyib, Damaskus, Bairut, cet. 11, 2005, hal. 149




[26] Ibnu Hajar al-'Asqâlâny, op.cit., vol. I, hadis ke 282, hal. 459




[27] Syaikh Ahmad Jâd, Mausu'ah FIqh as-Sunnah li an-Nisâ, Dâr al-Ghad al-Jadîd, Manshura, Mesir, 2003, hal. 504, lihat juga Ibnu Hajar al-'Asqâlâny, op.cit., vol. VI, hadis ke 3237,  hal. 354




[28] Ibnu Hajar al-'Asqâlâny, op.cit., vol. I, hadis ke 263, hal. 443


Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

1 komentar :


Majelis dan Lembaga

[Seluruh Artikel][grids]

Kajian MCIS

[Kajian Utama][bsummary]

Majalah Sinar Mesir

[Seluruh Artikel][threecolumns]

Shaffatul 'Aisyiyah

[Shaffatul 'Aisyiyah][list]