Fikih Lingkungan: Relevansi Teologis Antara Islam Dengan Lingkungan Alam
Dasar-dasar teologis fikih lingkungan
Islam datang tidak hanya membawa konsep ibadah –hubungan antara manusia vis a vis Tuhan-, serta muamalat -antar sesama manusia- saja. Maka teologi Islam masyhur dengan doktrin universalitasnya(syumuliyah); mengatur mulai dari perkara yang berhubungan dengan pengelolaan negara, bagaimana menjaga kebersihan privat dan publik, hingga sekedar bagaimana kita berinteraksi dengan baik terhadap binatang peliharaan kita. Artinya di sini, Islam juga berkaitan erat dengan alam dan lingkungannya. Konsep ini sudah muncul dan dipraktekkan oleh generasi awal Islam sekaligus pelanjutnya, mendahului barat dengan konsep sustainable-development dan gerakan Green peace-nya. Islam adalah sebuah sistem hidup yang tercakup di dalamnya semua sisi yang dibutuhkan oleh manusia untuk menjalankan tugasnya membangun dan memakmurkan peradaban di muka bumi ini.
Manusia dan makhluk lainnya seperti tumbuhan, dan hewan adalah seperti sebuah kesatuan(sistem organisasi hidup). Jika satu rusak, maka yang lain pun(alam lingkungan) akan merasa terganggu. Banyak ayat Qur'an dan hadis Nabi Saw. berbicara dan menegaskan akan pentingnya manusia menjaga alam dan lingkungannya, manusia dilarang untuk merusak dan menghancurkannya. Allah Swt. berfirman: “Allah pencipta langit dan bumi (alam semesta) dan hanya Dialah sumber pengetahuannnya”.(Qs. Al-An'am :101). Kemudian Allah menjadikan manusia sebagai khalifahnya di muka bumi(Qs. Al Baqarah :30). "Khalifah" di sini dimaksudkan untuk mengatur dan memakmurkan bumi dengan berbagai pengetahuan pemeliharaan yang diajarkan Allah Swt melalui kitab-Nya sesuai dengan ayat di atas. Dalil selanjutnya adalah ayat 79 surat al An'am: “Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan." Ayat ini terkandung di dalamnya dasar konsep teologis seorang muslim atau lazim dikenal dengan "tauhid". Jadi, satu sisi dari tauhid adalah mempercayai betul bahwa Allah-lah yang menciptakan langit, bumi serta segala isinya. Merusak bumi serta isinya berarti merusak bangunan tauhid yang sudah terpatri pada setiap dada muslim. Seorang muslim tidak sepatutnya berbuat kerusakan di muka bumi. Tapi, untuk apakah Allah menciptakan bumi, langit dan seisinya atau mengapakah Allah menciptakan lingkungan alam bagi manusia? Jawabanya ada pada firman-Nya: “Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,….Dia menguji siapakah diantara kamu yang lebih baik amalnya.” (Qs.Hud:7) Inilah salah satu tujuan Allah menciptakan lingkungan hidup bagi manusia, yaitu untuk mengetahui manakah dari hamba-Nya yang berusaha untuk beramal saleh hingga tampak diantara mereka manusia, siapakah orang-orang yang telah berbuat amal saleh. Akhirnya, kita bisa mengaitkan kandungan paparan ayat-ayat di atas, bahwasannya penciptaan lingkungan alam bagi manusia adalah sekedar ujian bagi keimanan atau tauhid kita kepada Allah swt. Dengan dasar inilah, konsep fikih lingkungan dalam Islam disandarkan.
Selain itu banyak ayat al Qur'an yang jika ditinjau secara sisi ilmiah akan nampak kita dapati kesesuaiannya dengan berbagai macam penemuan ilmiah modern terutama berkaitan dengan konsep siklus lingkungan alam. Para ulama mengistilahkannya menjadi "I'jazul ilmi" Meski kita tidak bisa secara langsung mengatakan bahwa al Qur'an adalah sebuah buku ilmiah, hanya, banyak di dapati di dalamnya bermacam hikmah yang berkesesuaian dengan fenomena ilmiah. Al Qur'an dinilai menjadi satu-satunya kitab suci yang paling sesuai dengan fenomena ilmiah, berbeda dengan Injil yang menurut Ahmed Deedat banyak di dalamnya diketemukan teori ilmiah yang salah(scientific error). Kita misalkan bagaimana Qur'an menggambarkan secara detail tentang siklus penciptaan hujan yang tergambar dalam surat Rum: 48, Allah berfirman; “Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendakinya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.” Siklus ini dalam ranah fisika disebut siklus hidrologi. Yang di dalamnya tercakup proses evaporasi, kondensasi, lalu menjadi hujan, dan air hujan akan mengalir ke sungai, danau, dan berakhir di laut. Evaporasi, adalah naiknya uap air ke udara. Molekul air tersebut kemudian mengalami pendinginan yang disebut dengan kondensasi. Kemudian terjadi peningkatan suhu udara, yang menciptakan hujan. Air hujan tersebut menyuburkan bumi dan kemudian kembali ke badan air (sungai, danau atau laut). Ayat ini tidak akan begitu banyak dihikmahi pada saat awal diturunkannya hingga penemuan ilmiah modern membuktikannya.
Tema lain yang bisa kita petik dari ayat ini yaitu bahwa kebersihan juga menjadi penekanan penting dalam setiap kehidupan seorang muslim. Baik kebersihan jasmani maupun rohani. Kebersihan rohani digambarkan dalam surat al Baqarah: 122 “….sesungguhnya Allah senang kepada orang yang bertobat, dan senang kepada orang yang membersihkan diri". Sedang kebersihan jasmani al-Qur'an juga menyebutnya secara tegas dalam surat al Mudatsir; 4-5: …dan bersihkan pakaianmu serta tinggalkan segala perbuatan dosa.” Juga dalam surat Al A'raaf ayat 31: Hai anak Adam, pakailah perhiasanmu (pakaianmu yang indah ) waktu shalat ." Artinya, menjadi manusia muslim haruslah menjadi manusia yang bersih secara lahir maupun batin. Dan itu dibukti-praktekan setiap harinya melalui perintah berwudhu(mensucikan lahir) sebelum kita melakukan shalat atau menghadap yang Maha Kuasa. Selain itu, hadis dari Nabi juga mengatakan, "bahwa kebersihan sebagian dari iman", meskipun dinilai dhaif, tapi sering menjadi jargon umat Islam jika berbicara perihal kebersihan. Ada suatu riwayat yang mengisahkan tentang salah satu manusia yang enggan menjaga kebersihan jasmani, seperti yang di riwayatkan oleh Imam Bukhari, ketika Nabi Muhammad Saw. berjalan di suatu kebun di kota Madinah, beliau mendengar dua orang yang sedang di azab kubur. Lalu Nabi bersabda: "Mereka di azab bukan karena azab dosa besar, akan tetapi karena salah satunya tidak menjaga air kencingnya, sedang yang lain suka mengadu domba." (Fathul Bari: 1/317 ).
Akhirnya, dari ulasan di atas, secara gamblang teologi Islam telah menjelaskan berbagai konsepnya mengenai lingkungan alam, baik itu berkaitan dengan pemanfaatan, pengelolaan, maupun pelestariannya. Rangkaian ulasan itu bisa kita kompilasikan dalam sebuah konsep fikih baru yang lebih menjurus kepada permasalahan fikih lingkungan. Kunci pertama mempraktekannya dalam kehidupan adalah melalui konsep kebersihan diri, jasmani-rohani. Kebersihan pribadi(privat) yang mencakup di dalamnya kebersihan yang berkaitan dnegan badan, makanan, tempat dan pakaian. Juga kebersihan sosial(publik) yang mencakup kebersihan sarana dan prasarana umum seperti jalan, pasar, kantor, sekolah, dan tempat-tempat umum lainnya. Bukankah yang pertama ditekankan dalam pembahasan kitab fikih adalah bab thaharah? Bukankah keimanan yang tertinggi adalah mentauhidkan Allah Swt, sedang cabang terendahnya adalah sekedar menyingkirkan kotoran atau penghalang dari jalan?
Kerusakan ekologi dan aksioma kerakusan manusia
Banyak kalangan ilmuwan menghipotesa bahwa umur bumi diperkirakan tidak akan lama lagi, bumi dinilai sudah mengalami kerusakan yang parah. Maka salah satu proyek besar NASA, badan antariksa Amerika adalah mencari planet-planet baru sebagai tempat koloni baru bagi manusia, sebab bumi sudah dianggap tidak lagi memenuhi syarat bagi manusia melangsungkan proses kehidupannya. Betulkah bumi dianggap sudah tidak layak lagi menampung manusia beserta makhluk lainnya? Tentu jawabannya perlu kita analisa betul, agar jangan sampai menyebarkan sikap pesimisme yang sangat ditentang oleh Islam. Manusia diturunkan ke bumi mengemban sebuah risalah, yaitu menjadi khalifah-Nya. Bagaimana menusia dapat mengolah serta memanfaatkan apa yang ada pada alam untuk mendukung laju proses kehidupan peradaban dan mempertahankan eksistensinya sebagai makhluk pilihan Tuhan-Nya. Jika anggapan bumi sudah tidak layak lagi dihuni dan kewajiban manusia untuk mencari koloni planet baru menandakan, bahwa tugas kekhalifahannya tersebut mengalami kegagalan. Lalu apa yang terjadi dengan lingkungan alam?
Ternyata setelah dirunut, ketakutan manusia tersebut beralasan. Manusia secara tidak sadar telah menghancurkan bangunan rumahnya sendiri. Manusia telah merusak lingkungan alamnya. Allah Swt telah menggambarkan dalam firman-Nya, surat Ar- Rum ayat 4 :" Telah terjadi (tampak ) kerusakan (malapetaka) di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia Allah akan memberi ganjaran (akibat dari tindakan mereka) supaya mereka kembali ke jalan yang benar." Demikian dapat kita lihat pada hari-hari ini, dimana polusi udara yang berkaitan erat dengan sumber pernafasan manusia mengancam. Udara sudah tercampur dengan gas-gas beracun yang disebabkan oleh berbagai produksi pemenuhan kebutuhan sehari-hari manusia. Gas-gas pabrik serta gas beracun terkecil yang disebarkan oleh para perokok dinilai ikut mengurangi kandungan alami udara sebagai bahan utama pernafasan manusia. Keadaan bahaya ini bisa kita saksikan di kota-kota besar dunia, di mana tingkat polusi udara yang disebabkan oleh emisi gas mobil atau kendaraan bermotor telah menghitamkan langit kota-kota tersebut. Jakarta, termasuk salah satu kota yang mengalami tingkat polusi udara pada posisi bahaya bersama Mexico City, dan Kairo.
Berkaitan dengan sumber daya air sebagai prasyarat utama kehidupan sebuah makhluk seperti manusia, juga sedang mengalami ancaman bahaya. Sungai sebagai pemeran utama dalam siklus hodrologi seperti yang disinggung di atas kini tercemar oleh limbah bekas olahan pabrik serta limbah rumah tangga. Pencemaran ini akan sangat menggannggu manusia yang sangat menggantungkan sumber kehidupannya pada aliran sungai tersebut. Siklus air yang berkaitan dengan produksi curah hujan bagi bumi juga akan mengalami gangguan, sebab salah satu aliran yang menjadi alat produksi curah hujan mengalami gangguan dengan adanya limbah tadi. Jika kita bandingkan sungai-sungai di Indonesia, semisal Ciliwung di Jakarta atau Musi di Palembang dengan banyak sungai di Eropa seperti Rhein di Paris atau sungai-sungai di Venesia, akan terlihat perbedaan yang mencolok. Di Eropa, sungai –sungai tersebut dirawat sedemikian rupa, hingga dapat menghasilkan devisa bagi negara yang bersangkutan sebab dijadikan tempat pariwisata yang bisa diandalkan. Laut yang menjadi muara akhir air yang dibawa oleh berbagai aliran sungai juga tak bisa dilepaskan dari kasus pencemaran. Beberapa waktu yang lalu kita mendengar adanya kebocoran kapal tanker yang membawa minyak mentah di lepas laut Merah. Diperkirakan kebocoran itu telah mencemari sebagian besar kawasan pantai sepanjang laut Merah, menewaskan berbagai macam spesies ikan dan burung-burung laut. Dibutuhkan waktu sekitar dua tahun untuk menyaring minyak mentah dan membersihkannya dari air laut tersebut. Sebuah pekerjaan berat disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri. Maka sering kita mendengar dan melihat para relawan Green Peace, WWF(World Wide Fund), dan LSM peduli lingkungan alam lainnya mengadakan gerakan serta berbagai macam aksi demonstrasi menentang berbagai tindakan perusakan alam tersebut. Aksi terakhir yang bisa kita lihat adalah demonstrasi yang mereka lakukan pada pertemuan kelompok negara-negara maju G-8 beberapa waktu lalu yang diadakan di Moskow. Mereka meminta agar kebijakan negara-negara maju tersebut mempertimbangkan ekosistem alam. Meminta agar kebijakan politik(yang cenderung kapitalis dan imperialis) mereka bisa ramah dan mempertimbangkan lingkungan alam. Mereka juga menerbitkan majalah seputar lingkungan hidup, seperti majalah National Geographic . Di Indonesia, aktifitas peduli lingkungan hidup ini ditanggani oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan beberapa lembaga lainnya. Kelembagaan seperti sangat diperlukan dalam rangka mengorganisasi seluruh elemen masyarakat agar sadar dan peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Perlu banyak dilakukan penelitian yang lebih intens untuk mengetahui dan mendeteksi lebih awal berbagai kerusakan alam, sekaligus mencari solusi terbaiknya.
Fikih Lingkungan; solusi yang ditawarkan Islam
Ditenggarai, eksploitasi yang berlebihan terhadap alam mengakibatkan banyaknya bencana seperti banjir, semburan lumpur panas, tsunami Aceh, dan tanah longsor banyak terjadi di Indonesia. Beberapa ulama mengansumsikan, bahwa semua bencana bersumber dari krisis spritualisme manusia berkaitan dengan Tuhannya atau dengan alam yang menjadi titipan-Nya. Padahal ajaran Islam menawarkan berbagai konsep solutif mengenai pemanfaatan serta pengolahan sumberdaya tersebut. Salah satu Sunnah Rasullullah SAW menjelaskan, bahwa setiap warga masyarakat berhak untuk mendapatkan manfaat dari suatu sumberdaya alam milik bersama untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya sepanjang dia tidak melanggar, menyalahi atau menghalangi hak-hak yang sama yang juga dimiliki oleh orang lain sebagai warga masyarakat. Maka, penggunaan sumberdaya yang langka atau terbatas harus diawasi dan dilindungi. Sayyid Hussein Nasr dalam Man and Nuture: Crisis of Modern Man seperti dikutip Ihsan A. Fauzi (1994)dan H.Ghazali(2005) menjelaskan, ada dua hal yang perlu dirumuskan soal krisis lingkungan. Pertama, formulasi dan upaya untuk memperkenalkan sejelas-jelasnya apa yang disebut hikmah perenial Islam (hikmah khalidah/scientia sacra, philosophia perennis) tentang tatanan alam, signifikansi religius, dan kaitan eratnya dengan setiap fase kehidupan manusia. Kedua, menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran ekologis yang berperspektif teologis (eco-theology), dan jika perlu, memperluas wilayah aplikasinya sejalan dengan prinsip syariat itu sendiri. Sementara Dr. Yusuf Qaradhawi yang senada dengan Imam Syatibi dalam Ri'ayah al-Bi'ah fi al-Syari'ah al-Islamiyyah(2005), menegaskan bahwa penjagaan lingkungan alam sejalan dengan maqashid alsyariah Islam itu sendiri. Kemaslahatan dunia tidak akan diperoleh oleh manusia, jika manusia tidak menjaga lingkungan alamnya. Maka di posisi inilah, konsep fikih lingkungan layak dijadikan solusi aktif. Wal-Lahu a’lam bi al shawâb.
Islam datang tidak hanya membawa konsep ibadah –hubungan antara manusia vis a vis Tuhan-, serta muamalat -antar sesama manusia- saja. Maka teologi Islam masyhur dengan doktrin universalitasnya(syumuliyah); mengatur mulai dari perkara yang berhubungan dengan pengelolaan negara, bagaimana menjaga kebersihan privat dan publik, hingga sekedar bagaimana kita berinteraksi dengan baik terhadap binatang peliharaan kita. Artinya di sini, Islam juga berkaitan erat dengan alam dan lingkungannya. Konsep ini sudah muncul dan dipraktekkan oleh generasi awal Islam sekaligus pelanjutnya, mendahului barat dengan konsep sustainable-development dan gerakan Green peace-nya. Islam adalah sebuah sistem hidup yang tercakup di dalamnya semua sisi yang dibutuhkan oleh manusia untuk menjalankan tugasnya membangun dan memakmurkan peradaban di muka bumi ini.
Manusia dan makhluk lainnya seperti tumbuhan, dan hewan adalah seperti sebuah kesatuan(sistem organisasi hidup). Jika satu rusak, maka yang lain pun(alam lingkungan) akan merasa terganggu. Banyak ayat Qur'an dan hadis Nabi Saw. berbicara dan menegaskan akan pentingnya manusia menjaga alam dan lingkungannya, manusia dilarang untuk merusak dan menghancurkannya. Allah Swt. berfirman: “Allah pencipta langit dan bumi (alam semesta) dan hanya Dialah sumber pengetahuannnya”.(Qs. Al-An'am :101). Kemudian Allah menjadikan manusia sebagai khalifahnya di muka bumi(Qs. Al Baqarah :30). "Khalifah" di sini dimaksudkan untuk mengatur dan memakmurkan bumi dengan berbagai pengetahuan pemeliharaan yang diajarkan Allah Swt melalui kitab-Nya sesuai dengan ayat di atas. Dalil selanjutnya adalah ayat 79 surat al An'am: “Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan." Ayat ini terkandung di dalamnya dasar konsep teologis seorang muslim atau lazim dikenal dengan "tauhid". Jadi, satu sisi dari tauhid adalah mempercayai betul bahwa Allah-lah yang menciptakan langit, bumi serta segala isinya. Merusak bumi serta isinya berarti merusak bangunan tauhid yang sudah terpatri pada setiap dada muslim. Seorang muslim tidak sepatutnya berbuat kerusakan di muka bumi. Tapi, untuk apakah Allah menciptakan bumi, langit dan seisinya atau mengapakah Allah menciptakan lingkungan alam bagi manusia? Jawabanya ada pada firman-Nya: “Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,….Dia menguji siapakah diantara kamu yang lebih baik amalnya.” (Qs.Hud:7) Inilah salah satu tujuan Allah menciptakan lingkungan hidup bagi manusia, yaitu untuk mengetahui manakah dari hamba-Nya yang berusaha untuk beramal saleh hingga tampak diantara mereka manusia, siapakah orang-orang yang telah berbuat amal saleh. Akhirnya, kita bisa mengaitkan kandungan paparan ayat-ayat di atas, bahwasannya penciptaan lingkungan alam bagi manusia adalah sekedar ujian bagi keimanan atau tauhid kita kepada Allah swt. Dengan dasar inilah, konsep fikih lingkungan dalam Islam disandarkan.
Selain itu banyak ayat al Qur'an yang jika ditinjau secara sisi ilmiah akan nampak kita dapati kesesuaiannya dengan berbagai macam penemuan ilmiah modern terutama berkaitan dengan konsep siklus lingkungan alam. Para ulama mengistilahkannya menjadi "I'jazul ilmi" Meski kita tidak bisa secara langsung mengatakan bahwa al Qur'an adalah sebuah buku ilmiah, hanya, banyak di dapati di dalamnya bermacam hikmah yang berkesesuaian dengan fenomena ilmiah. Al Qur'an dinilai menjadi satu-satunya kitab suci yang paling sesuai dengan fenomena ilmiah, berbeda dengan Injil yang menurut Ahmed Deedat banyak di dalamnya diketemukan teori ilmiah yang salah(scientific error). Kita misalkan bagaimana Qur'an menggambarkan secara detail tentang siklus penciptaan hujan yang tergambar dalam surat Rum: 48, Allah berfirman; “Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendakinya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.” Siklus ini dalam ranah fisika disebut siklus hidrologi. Yang di dalamnya tercakup proses evaporasi, kondensasi, lalu menjadi hujan, dan air hujan akan mengalir ke sungai, danau, dan berakhir di laut. Evaporasi, adalah naiknya uap air ke udara. Molekul air tersebut kemudian mengalami pendinginan yang disebut dengan kondensasi. Kemudian terjadi peningkatan suhu udara, yang menciptakan hujan. Air hujan tersebut menyuburkan bumi dan kemudian kembali ke badan air (sungai, danau atau laut). Ayat ini tidak akan begitu banyak dihikmahi pada saat awal diturunkannya hingga penemuan ilmiah modern membuktikannya.
Tema lain yang bisa kita petik dari ayat ini yaitu bahwa kebersihan juga menjadi penekanan penting dalam setiap kehidupan seorang muslim. Baik kebersihan jasmani maupun rohani. Kebersihan rohani digambarkan dalam surat al Baqarah: 122 “….sesungguhnya Allah senang kepada orang yang bertobat, dan senang kepada orang yang membersihkan diri". Sedang kebersihan jasmani al-Qur'an juga menyebutnya secara tegas dalam surat al Mudatsir; 4-5: …dan bersihkan pakaianmu serta tinggalkan segala perbuatan dosa.” Juga dalam surat Al A'raaf ayat 31: Hai anak Adam, pakailah perhiasanmu (pakaianmu yang indah ) waktu shalat ." Artinya, menjadi manusia muslim haruslah menjadi manusia yang bersih secara lahir maupun batin. Dan itu dibukti-praktekan setiap harinya melalui perintah berwudhu(mensucikan lahir) sebelum kita melakukan shalat atau menghadap yang Maha Kuasa. Selain itu, hadis dari Nabi juga mengatakan, "bahwa kebersihan sebagian dari iman", meskipun dinilai dhaif, tapi sering menjadi jargon umat Islam jika berbicara perihal kebersihan. Ada suatu riwayat yang mengisahkan tentang salah satu manusia yang enggan menjaga kebersihan jasmani, seperti yang di riwayatkan oleh Imam Bukhari, ketika Nabi Muhammad Saw. berjalan di suatu kebun di kota Madinah, beliau mendengar dua orang yang sedang di azab kubur. Lalu Nabi bersabda: "Mereka di azab bukan karena azab dosa besar, akan tetapi karena salah satunya tidak menjaga air kencingnya, sedang yang lain suka mengadu domba." (Fathul Bari: 1/317 ).
Akhirnya, dari ulasan di atas, secara gamblang teologi Islam telah menjelaskan berbagai konsepnya mengenai lingkungan alam, baik itu berkaitan dengan pemanfaatan, pengelolaan, maupun pelestariannya. Rangkaian ulasan itu bisa kita kompilasikan dalam sebuah konsep fikih baru yang lebih menjurus kepada permasalahan fikih lingkungan. Kunci pertama mempraktekannya dalam kehidupan adalah melalui konsep kebersihan diri, jasmani-rohani. Kebersihan pribadi(privat) yang mencakup di dalamnya kebersihan yang berkaitan dnegan badan, makanan, tempat dan pakaian. Juga kebersihan sosial(publik) yang mencakup kebersihan sarana dan prasarana umum seperti jalan, pasar, kantor, sekolah, dan tempat-tempat umum lainnya. Bukankah yang pertama ditekankan dalam pembahasan kitab fikih adalah bab thaharah? Bukankah keimanan yang tertinggi adalah mentauhidkan Allah Swt, sedang cabang terendahnya adalah sekedar menyingkirkan kotoran atau penghalang dari jalan?
Kerusakan ekologi dan aksioma kerakusan manusia
Banyak kalangan ilmuwan menghipotesa bahwa umur bumi diperkirakan tidak akan lama lagi, bumi dinilai sudah mengalami kerusakan yang parah. Maka salah satu proyek besar NASA, badan antariksa Amerika adalah mencari planet-planet baru sebagai tempat koloni baru bagi manusia, sebab bumi sudah dianggap tidak lagi memenuhi syarat bagi manusia melangsungkan proses kehidupannya. Betulkah bumi dianggap sudah tidak layak lagi menampung manusia beserta makhluk lainnya? Tentu jawabannya perlu kita analisa betul, agar jangan sampai menyebarkan sikap pesimisme yang sangat ditentang oleh Islam. Manusia diturunkan ke bumi mengemban sebuah risalah, yaitu menjadi khalifah-Nya. Bagaimana menusia dapat mengolah serta memanfaatkan apa yang ada pada alam untuk mendukung laju proses kehidupan peradaban dan mempertahankan eksistensinya sebagai makhluk pilihan Tuhan-Nya. Jika anggapan bumi sudah tidak layak lagi dihuni dan kewajiban manusia untuk mencari koloni planet baru menandakan, bahwa tugas kekhalifahannya tersebut mengalami kegagalan. Lalu apa yang terjadi dengan lingkungan alam?
Ternyata setelah dirunut, ketakutan manusia tersebut beralasan. Manusia secara tidak sadar telah menghancurkan bangunan rumahnya sendiri. Manusia telah merusak lingkungan alamnya. Allah Swt telah menggambarkan dalam firman-Nya, surat Ar- Rum ayat 4 :" Telah terjadi (tampak ) kerusakan (malapetaka) di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia Allah akan memberi ganjaran (akibat dari tindakan mereka) supaya mereka kembali ke jalan yang benar." Demikian dapat kita lihat pada hari-hari ini, dimana polusi udara yang berkaitan erat dengan sumber pernafasan manusia mengancam. Udara sudah tercampur dengan gas-gas beracun yang disebabkan oleh berbagai produksi pemenuhan kebutuhan sehari-hari manusia. Gas-gas pabrik serta gas beracun terkecil yang disebarkan oleh para perokok dinilai ikut mengurangi kandungan alami udara sebagai bahan utama pernafasan manusia. Keadaan bahaya ini bisa kita saksikan di kota-kota besar dunia, di mana tingkat polusi udara yang disebabkan oleh emisi gas mobil atau kendaraan bermotor telah menghitamkan langit kota-kota tersebut. Jakarta, termasuk salah satu kota yang mengalami tingkat polusi udara pada posisi bahaya bersama Mexico City, dan Kairo.
Berkaitan dengan sumber daya air sebagai prasyarat utama kehidupan sebuah makhluk seperti manusia, juga sedang mengalami ancaman bahaya. Sungai sebagai pemeran utama dalam siklus hodrologi seperti yang disinggung di atas kini tercemar oleh limbah bekas olahan pabrik serta limbah rumah tangga. Pencemaran ini akan sangat menggannggu manusia yang sangat menggantungkan sumber kehidupannya pada aliran sungai tersebut. Siklus air yang berkaitan dengan produksi curah hujan bagi bumi juga akan mengalami gangguan, sebab salah satu aliran yang menjadi alat produksi curah hujan mengalami gangguan dengan adanya limbah tadi. Jika kita bandingkan sungai-sungai di Indonesia, semisal Ciliwung di Jakarta atau Musi di Palembang dengan banyak sungai di Eropa seperti Rhein di Paris atau sungai-sungai di Venesia, akan terlihat perbedaan yang mencolok. Di Eropa, sungai –sungai tersebut dirawat sedemikian rupa, hingga dapat menghasilkan devisa bagi negara yang bersangkutan sebab dijadikan tempat pariwisata yang bisa diandalkan. Laut yang menjadi muara akhir air yang dibawa oleh berbagai aliran sungai juga tak bisa dilepaskan dari kasus pencemaran. Beberapa waktu yang lalu kita mendengar adanya kebocoran kapal tanker yang membawa minyak mentah di lepas laut Merah. Diperkirakan kebocoran itu telah mencemari sebagian besar kawasan pantai sepanjang laut Merah, menewaskan berbagai macam spesies ikan dan burung-burung laut. Dibutuhkan waktu sekitar dua tahun untuk menyaring minyak mentah dan membersihkannya dari air laut tersebut. Sebuah pekerjaan berat disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri. Maka sering kita mendengar dan melihat para relawan Green Peace, WWF(World Wide Fund), dan LSM peduli lingkungan alam lainnya mengadakan gerakan serta berbagai macam aksi demonstrasi menentang berbagai tindakan perusakan alam tersebut. Aksi terakhir yang bisa kita lihat adalah demonstrasi yang mereka lakukan pada pertemuan kelompok negara-negara maju G-8 beberapa waktu lalu yang diadakan di Moskow. Mereka meminta agar kebijakan negara-negara maju tersebut mempertimbangkan ekosistem alam. Meminta agar kebijakan politik(yang cenderung kapitalis dan imperialis) mereka bisa ramah dan mempertimbangkan lingkungan alam. Mereka juga menerbitkan majalah seputar lingkungan hidup, seperti majalah National Geographic . Di Indonesia, aktifitas peduli lingkungan hidup ini ditanggani oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan beberapa lembaga lainnya. Kelembagaan seperti sangat diperlukan dalam rangka mengorganisasi seluruh elemen masyarakat agar sadar dan peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Perlu banyak dilakukan penelitian yang lebih intens untuk mengetahui dan mendeteksi lebih awal berbagai kerusakan alam, sekaligus mencari solusi terbaiknya.
Fikih Lingkungan; solusi yang ditawarkan Islam
Ditenggarai, eksploitasi yang berlebihan terhadap alam mengakibatkan banyaknya bencana seperti banjir, semburan lumpur panas, tsunami Aceh, dan tanah longsor banyak terjadi di Indonesia. Beberapa ulama mengansumsikan, bahwa semua bencana bersumber dari krisis spritualisme manusia berkaitan dengan Tuhannya atau dengan alam yang menjadi titipan-Nya. Padahal ajaran Islam menawarkan berbagai konsep solutif mengenai pemanfaatan serta pengolahan sumberdaya tersebut. Salah satu Sunnah Rasullullah SAW menjelaskan, bahwa setiap warga masyarakat berhak untuk mendapatkan manfaat dari suatu sumberdaya alam milik bersama untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya sepanjang dia tidak melanggar, menyalahi atau menghalangi hak-hak yang sama yang juga dimiliki oleh orang lain sebagai warga masyarakat. Maka, penggunaan sumberdaya yang langka atau terbatas harus diawasi dan dilindungi. Sayyid Hussein Nasr dalam Man and Nuture: Crisis of Modern Man seperti dikutip Ihsan A. Fauzi (1994)dan H.Ghazali(2005) menjelaskan, ada dua hal yang perlu dirumuskan soal krisis lingkungan. Pertama, formulasi dan upaya untuk memperkenalkan sejelas-jelasnya apa yang disebut hikmah perenial Islam (hikmah khalidah/scientia sacra, philosophia perennis) tentang tatanan alam, signifikansi religius, dan kaitan eratnya dengan setiap fase kehidupan manusia. Kedua, menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran ekologis yang berperspektif teologis (eco-theology), dan jika perlu, memperluas wilayah aplikasinya sejalan dengan prinsip syariat itu sendiri. Sementara Dr. Yusuf Qaradhawi yang senada dengan Imam Syatibi dalam Ri'ayah al-Bi'ah fi al-Syari'ah al-Islamiyyah(2005), menegaskan bahwa penjagaan lingkungan alam sejalan dengan maqashid alsyariah Islam itu sendiri. Kemaslahatan dunia tidak akan diperoleh oleh manusia, jika manusia tidak menjaga lingkungan alamnya. Maka di posisi inilah, konsep fikih lingkungan layak dijadikan solusi aktif. Wal-Lahu a’lam bi al shawâb.
Post A Comment
Tidak ada komentar :