PCIM News

[Kabar PCIM][list]

Kabar Persyarikatan

[Muhammadiyah][twocolumns]

Politik Dalam Prespektif Islam



Pernyataan filosofis Aristoteles bahwa politik merupakan master of science, adalah pernyataan yang didasari sebuah pertimbangan, bahwa politik merupakan realitas kehidupan manusia. Politik dalam konteks normatif merupakan bentuk asosiasi manusia dalam rangka mencapai kebaikan bersama. Pernyataan ini diperkuat oleh Ibnu Munkily, bahwa manusia yang berakal dalam perkembangannya secara natural akan selalu terikat dengan permasalahan politik, dengan berbagai kecenderungan untuk mempertahankan diri dari segala ancaman sekaligus berupaya untuk berbuat atau berperilaku yang dapat membawa manfaat dan kebaikan bagi kehidupannya Dengan demikian dapat dikatakan bahwa politik adalah upaya mengelola segala yang ada yaitu alam, menjadi sebuah kebaikan serta upaya mempertahankannya seoptimal mungkin. Maka politik adalah natural method (pola alamiah) yang didasarkan pada state of nature (keadaan alamiah)
Jika kita setuju memahami politik secara demikian maka pandangan yang selalu mengatakan bahwa kebaikan adalah sesuatu yang akan dan harus selalu ada dalam politik adalah sebuah kebenaran. Meskipun itu merupakan sesuatu yang tidak mutlak tapi dapat diusahakan karena kecenderungan kesana lebih dominan.(baca siyasah syar’iyah wa mafhumu’s siyasi al-hadist). Politik adalah realitas kehidupan manusia, maka pernyataan bahwa manusia tidak dapat dopisahkan dengan politik adalah benar. Dan selanjutnya manusia dapat disebut sebagai zoon poloticon
Politik Islam yang dalam perbendaharaan keilmuan Islam biasa disebut dengan siyasah syar'iyah, merupakamn konsepsi politik yang memadukan teori dan praktek, antara pemikiran dan pergerakan atau antara politik itu sendiri dengan syariah. Jadi, perilaku maupun praktek politik yang diupayakan manusia dalam rangka mencapai tujuan dan target bersama yaitu public good, dalam pandangan Islam harus selalu dibimbing oleh kaidah-kaidah dan tuntunan Tuhan melalui syariatnya. Kesimpulan ini sekaligus menolak pemahaman sekuler, yang jelas-jelas memisahkan antara agama dan negara atau antara syariat dan politik
Selanjutnya, pandangan politik Islam ini bila ditelusuri lebih jauh akan sangat terkait erat dengan paham tauhid. Allah sebagai Rabb yang  memberi petunjuk kepada kebaikan, menurunkan sebuah syariat sebagai jalan  menuju kepada kebaikan tersebut. Disinilah mungkin nuktah persamaan antara pandangan politik konvesional yang juga menginginkan kebaikan dalam kehidupan masyarakat, dengan politik Islam.  Meskipun pada dasarmya masing-masing tetap memiliki perspektifnya sendiri-sendiri dalam menentukan aspek dan sektor kebaikan mana yang harus dipelihara dan direalisasikan.
            Kemudian al-Quran sebagai sebuah petunjuk telah menyediakan suatu dasar yang kukuh dan tidak berubah bagi semua prinsip-prinsip etik dan moral yang diperlukan bagi kehidupan ini. Al-Quran memberikan suatu jawaban komperhensif bagi persoalan tingkah laku yang baik bagi manusia sebagai individu atau sebagai anggota masyarakat. Kemudian apa kaitanya dengan praktek politik?. Al-Quran memang tidak secara detail dan gamblang menjelaskanya. Cukup dengan menawarkan kaidah-kaidah etik moral universal yang diharapkan dapat mengilhami setiap tingkah laku politik. Implikasi dari keyakinan ini jelas yaitu adanya elastisitas politik dalam bentuk dan prakteknya agar sesuai dengan ruang dan waktu tetapi tetap dalam koridor dan kerangka etik moral universal tadi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa politk Islam merupakan manifesto dari kerja ijtihad yang dalam konteks ini adalah upaya menterjemahkan prinsip etik moral Islam kedalam tatanan praktis yaitu lahan politik yang ada.

Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

Tidak ada komentar :


Majelis dan Lembaga

[Seluruh Artikel][grids]

Kajian MCIS

[Kajian Utama][bsummary]

Majalah Sinar Mesir

[Seluruh Artikel][threecolumns]

Shaffatul 'Aisyiyah

[Shaffatul 'Aisyiyah][list]