Agama dan Politik; Upaya Mencari Keterkaitan Antara Doktrin dan Kenyataan Empirik
Masalah agama dan negara (dîn
wa dawlah), sampai saat ini masih menjadi masalah yang krusial untuk
dibahas dan difikirkan. Salah satu sebab berlarutnya keterpurukan bangsa dan kegamangan
umat Islam dalam berpolitik adalah karena belum jelasnya konsep hubungan antara
Islam dan negara. Bahkan belum bersatunya umat Islam dalam level global
merupakan akibat dari pandangan umat Islam yang tidak seragam mengenai dua hal
tersebut. Maka tidak dapat disalahkan bila muncul pandangan yang terkadang sangat
ekstrim, moderat atupun malah sekuler menyangkut wacana agama dan negara
tersebut.
Secara historis
sesungguhnya sudah muncul berbagai macam varian hubungan antara Islam dengan negara.
Mulai dari model relasi Madinah di zaman Nabi, model relasi Islam di zaman khulafau’r
râsyidîn, model relasi di zaman Bani Umayah, kerajaan Bani Abasiyah sampai
kerajaan Turki Utsmani. Pada zaman itu, konsep umat bisa dikatakan masih utuh.
Namun, ketika Islam mulai memasuki abad ke-20, muncullah konsep-konsep negara (wathan)
secara mengemuka yang pada gilirannya berebut otoritas dengan konsep umat.
Abad ke 20 bolehlah kita
katakan sebagai periode eksperimentasi bagi umat Islam dalam merumuskan relasi
antara Islam (agama) dengan Negara. Yang paling menonjol adalah terjadinya apa
yang dinamakan proses sekulerisasi vis a vis desekulerisasi dalam
kehidupan bernegara, yang kemudian berlanjut pada lahirnya diaspora cita-cita,
pemikiran, dan realisasi antara Islam dan negara di dunia Islam. Dalam
menyikapi hal ini masing-masing negara di dunia Islam memiiki cara pandang dan
penyikapan yang berbeda-beda. Masing-masing memiliki pola relasi antara agama
dan negara yang tidak sama.
Dari semua pola relasi
antara agama dan negara diatas, kita
dapat menarik pola sederhana dan mengkategorikannya menjadi dua golongan. Pertama,
golongan ekstrim sekuler, yang menjadikan agama berfungsi sebagai substansi atau
integrasi dalam negara. Kedua,
adalah golongan religi yang memposisikan agama dengan fungsi formal dalam
kehidupan bernegara di tengahnya. Masih ada pernik-pernik lain berupa sistem
otoritas, sistem perwakilan dan mekanisme pemilihan pemimpin negara. Pada saat
itulah konsep umat harus berebut posisi dengan konsep wathan (negara),
konsep society (masyrakat), community (komunitas umum) dan people
(rakyat).
Post A Comment
Tidak ada komentar :