PCIM News

[Kabar PCIM][list]

Kabar Persyarikatan

[Muhammadiyah][twocolumns]

Pemimpin Wanita, Bolehkah?

Pemimpin Wanita, Bolehkah?
Hal ketiga yang saya kritisi dari beliau adalah beliau tidak menerima keberadaan wanita yang tidak boleh menjadi pemimpin, dan menolak ayat dan hadits yang menyatakan ‘pria adalah pemimpin kaum wanita’ disebabkan oleh beberapa hal. Bagi penulis sendiri, beliau adalah seorang agamis akan tetapi tidak mengakui apa yang diberikan dan ditetapkan Allah kepada beliau, seakan-akan pencipta ini tidak adil. Mari kita membahas ayat dan hadits berikut ini beserta alasan-alasannya.

Pertama, Allah swt. berfirman, ”Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka(laki-laki) atas sebahagian yang lain(wanita).[45] Kelompok pertama menafsirkan, bahwasanya kepemimpinan itu hanya terbatas untuk kaum laki-laki, disebabkan laki-laki memiliki keutamaan mem-planning, pendapat, dan kekuatan. Selama laki-laki masih mampu mengembannya maka ini tidak boleh diemban oleh wanita. Ada juga yang mengatakan bahwasanya permasalahan ini khusus pada kepemimpinan dalam keluarga, dan yang lebih penting lagi tentang hal ini adalah bahwasanya wanita itu lemah dalam mengatur urusan manusia secara umum. Kelompok yang lain menafsirkan, bahwasanya relasi antara laki-laki dan perempuan itu sekitar problematika umum, artinya ayat ini berhubungan dengan pemerintahan.[46] 

Kedua, perbedaan pendapat mengenai hadits Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abi Bakrah, seraya berkata, “Tatkala Nabi saw. dikabarkan bahwa Persi menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada anak perempuan kaisar, Beliau bersabda, “tidak akan pernah bahagia suatu kaum jika urusannya dipimpin oleh wanita.” [47]

Kelompok pertama berpendapat, bahwasanya hal tersebut mencakup seluruh aspek pemerintahan. Sedangkan Kelompok kedua mengatakan itu dikhususkan untuk kepemimpinan secara umum bukan yang lainnya. Akan tetapi ilmuwan kontemporer mengingkari kebenaran hadits ini, mereka berpendapat bahwasanya hadis ini maudhu’ dan tidak benar dari dari Nabi, kalaupun benar maka, hadits itu ahad. Maka dari itu, ini tidak bisa dijadikan undang-undang.[48] Akan tetapi, sebagian ulama’ kontemporer berpendapat bahwasanya hal tersebut hanya berkisar pada kepemimpinan umum--presiden-- saja, sebagaimana Dr. Muhammad Biltaji mengatakan dalam bukunya ‘Makanatu al-Marati fi al-Quran wa al-Sunnah’.

Dan hadis ini diperkuat lagi oleh hadits yang lain sebagai alasan mengapa wanita tidak boleh menjadi pemimpin. Hadits ini menjadi sandaran oleh kebanyakan orang. Rasulullah saw. bersabda, ”Wahai kaum Wanita bersedekahlah kalian, bahwa aku telah diperlihatkan  kebanyakan dari kalian adalah penghuni neraka, mereka berkata : kenapa ya Rasul ?Beliau berkata : kalian banyak melaknat(mencaci maki) dan mengingkari kebaikan keluarga , saya tidak pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya selain kalian, kami bertanya : apa kekurangan agama dan akal kami wahai Rasul saw.?Rasul berkata : Bukannya kesaksian wanita itu setengah dari kesaksiannya laki-laki? mereka berkata : Benar. Beliau berkata : maka  itulah kekurangan akalnya. Bukankah jika haid mereka tidak shalat dan puasa? Kami berkata : ya, Beliau berkata : Maka itulah kekurangan agamanya.”[49] Akan tetapi kebanyakan orang yang menuntut untuk penyamaan antara laki-laki dan wanita tidak mengakui keberadaan hadits ini. Karena menurut mereka hadits ini telah menjatuhkan martabat wanita.

Ulama terdahulu juga telah membahas masalah tentang ketidakbolehannya wanita menjadi pemimpin, seperti kita lihat pada buku-buku politik Islam yang mereka karang. Sa’id Hawa [50] mengatakan, “Syarat menjadi pemimpin adalah laki-laki, karena menurut tabiatnya perempuan tidak diperkenankan menjadi pemimpin, sebagaimana Islam melarangnya. Dengan dalil sabda Rasul saw., “Tidak akan bahagia suatu kaum jika membebankan urusannya kepada wanita.” Dalam riwayat yang lain, “Tidak akan bahagia suatu kaum jika perempuan memimpin urusan mereka.”[51]  Hadis ini disebabkan pada waktu itu di Paris [52] menyerahkan tajuk kepemimpinan kepada wanita. Maka dari itu Rasul saw. langsung memberikan peringatan bagi kaum muslimin.

Mari kita bahas alasan mengapa al-Qur’an hadits mengatakan demikian. Coba kita lihat eksperimen-eksperimen ilmiah sebagai patokannya. Kita letakkan wanita di timbangan, lalu kita analisis unsur-unsur yang darinya itu berbentuk sifat dan tabiat wanita. Kemudian, kita bandingkan unsur-unsur serupa yang terdapat pada pria, untuk mengetahui apakah keduanya sama.

Ilmu anatomi [53] membuktikan bahwa perangkat otot pada pria lebih kuat dari pada wanita dengan tingkat perbedaan yang cukup mencolok. Hal itu terlihat jelas pada suku primitif, yang mana kaum wanitanya ikut bersama kaum pria berburu, mengejar mangsa, dan berperang. Hal itupun dapat dilihat pada masyarakat yang sudah maju dan berbudaya. Ini yang pertama. Kemudian, dari segi postur tubuh. Umumnya kaum wanita lebih pendek 12 cm, beratnya lebih ringan sekitar 5 kg, dan gerakannya lebih lamban dari kaum pria. Begitu juga jantung, Jantung adalah sentral kekuatan yang paling vital bagi tubuh manusia. Kekuatan jantung seorang lelaki lebih kuat kesehatannya dan kekuatannya dari jantung wanita. Jantung yang sehat ukurannya lebih besar dan timbangannya lebih berat. Ternyata jantung wanita manapun lebih ringan timbangannya sekitar 60 gram dan ukurannya lebih kecil.

Kemudian, dari segi alat-alat indra. Professor Zikoles dan Beylie membuktikan melalui penelitiannya bahwa wanita tidak bisa mencium aroma lemon kecuali bila kadarnya dua kali lipat dari yang bisa dicium oleh pria. Sentuhan dan rabaan kaum pria lebih kuat dari pada kaum wanita. Dua orang pakar Lombrezor dan Sergie menjelaskan bahwa wanita lebih kuat menahan rasa perih dibanding dengan pria. Hal ini menunjukkan bahwa indra rasanya lebih lemah dibandingkan dengan pria. Lombrezor berkata, ”Ini merupakan keuntungan bagi kaum wanita. Sebab, wanita sering sekali menghadapi rasa perih seperti saat mengandung, melahirkan, dan menyusui anak. Seandainya tingkat sensitivitasnya sama dengan pria, pasti wanita tidak mampu menanggung  semua itu.”[54]

Mengingat lemahnya tubuh wanita dan lebih sedikitnya jumlah syarafnya, maka wanita lebih mudah tergoncang dibandingkan dengan pria. Eksperimen membuktikan bahwa otak pria lebih berat dari pada otak wanita sekitar 100 gram menurut ukuran sedang. Di samping itu, pusat-pusat saraf pada pria lebih baik susunannya daripada wanita.[55] Rofarini [56] berkata, “Hal ini membuat wanita lebih cepat bereaksi dan terpengaruh ketika menghadapi masalah yang cukup berat.” Dapat pula ditambahkan bahwa perbandingan berat otak pria dan berat badannya adalah 1:40, sementara wanita 1:44.[57] Begitu pula tutur bahasa dan cara berfikir pria menunjukkan kekayaan pengalaman dan keluasan.

Perbedaan yang lain yang cukup berarti terdapat pada esensi ‘otak pintar’ yang merupakan pusat penangkapan dalam otak. [58] Arti semua itu adalah bahwa daya tangkap otak pria lebih hebat daripada wanita, meskipun masalah ini masih menjadi pusat perdebatan di kalangan para pakar kejiwaan yang selalu sibuk membahas masalah kecerdasan manusia. Namun, pada umumnya mereka berpendapat tidak ada perbedaan antara pria dan wanita dalam soal kecerdasan. Perbedaan keduanya lebih terkonsentrasi pada tabiat. Cuma ini saja dan tidak lebih, pria lebih cenderung melakukan kegiatannya di luar rumah, di tengah masyarakat ditempat dia tinggal, sementara wanita sebaliknya. Akan tetapi, kalau kita ukur pula dari segi kemampuan jasmani, rohani. Akhlak, dan sosial, maka hasilnya adalah kemampuan wanita dua pertiga dari kemampuan pria. [59]

Para pakar mengasumsikan dalam setiap masyarakat terdapat tiga unsur: pekerjaan, ilmu pengetahuan, dan keadilan. Nilai kemampuan dan pria masing-masing unsur juga dua berbanding tiga. Kalau kita buatkan perbandingan matematis mengenai nilai yang diperoleh masing-masingnya dari kemampuan kerja, ilmu, dan keadilan adalah sebagai berikut.
Pria          : 3 x 3 x 3 = 27
Wanita     : 2 x 2 x 2 = 8 [60]    

Dengan demikian, nilai sosial wanita hanyalah sekitar sepertiga nilai pria. Setelah mengetahui data-data tersebut apakah kita masih membiarkan kaum wanita memberontak terhadap hukum alam dan peraturannya untuk menuntut persamaan dalam segala aspek. Jadi, menurut penulis apa yang Allah tetapkan di muka bumi ini bukan hanya sekadar untuk dibaca, juga ditaati. akan tetapi disana masih lebih banyak alasan yang tersimpan dibalik ini semua, yang mana, penulis belum mampu mengungkapkan secara mendetail. Jadi, menurut penulis kita harus mensyukuri ketetapan yang telah ditetapkan, karena pencipta itu tahu yang lebih baik untuk makhluknya.

Walaupun demikian wanita adalah separo masyarakat. [61] Namun demikian sudah ribuan tahun dilalui oleh manusia, pada kenyataannya perasaan wanita lebih kuat daripada akalnya. Sungguh keliru apabila fakta ini diabaikan, lalu kita hadapkan kepada bahaya pola yang sudah biasa kita terapkan untuk masyarakat kita. Islamlah yang menyamakan antara lelaki dan perempuan dalam hal-hal yang keduanya sama dalam soal keahlian. Tetapi, Islam juga membedakan antara keduanya dalam hal-hal yang keduanya berbeda sesuai menurut kadar perbedaannya. Dan Islamlah yang pertama kali mengumumkan kepada masyarakat manusia untuk pertama kalinya dalam sejarah bahwasanya wanita mempunyai hak yang sama dengan kewajibannya menurut yang ma’ruf. (QS. al-Baqarah : 228)
Akan tetapi, mengingat adanya kelebihan dan kekurangan pada masing-masing jenis makhluk ini, maka Islam mengumumkan dengan adil dan teliti sekali bahwa lelaki berada satu derajat di atas kaum wanita. Yaitu, kepemimpinan akal atas perasaan (al-Nisa’ : 32). Hal ini tidak berarti tidak ada dari kalangan wanita yang mampu untuk tidak dikalahkan dengan perasaannya, dan dari kalangan pria yang terpelihara dari tunduk kepada perasaan. Hanya saja, wanita lebih mudah dan lebih mungkin untuk dihinggapi penyakit-penyakit semacam ini, karena tabiat dan unsur kejadiannya, sebagaimana  yang ditegaskan oleh para ahli hukum dan ilmu jiwa. Masalah ini diisyaratkan dengan jelas oleh pakar hukum terkemuka Prof. Kamil Tsabit dalam bukunya yang berjudul ‘Ilmu al-Nafs al-Qadha’i, “Sesungguhnya bangsa yang menghadapi permasalahan karena sebagian kaum laki-lakinya tunduk kepada perasaan, maka sepantasnyalah kalangan cendikiawannya untuk tidak menghancurkan nasib bangsanya dengan menyerahkan nasib bangsanya ke tangan orang-orang yang mempunyai perasaan yang berlebihan.” [62] Islamlah yang mengingatkan umatnya dalam hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dalam kitab Sunan-nya, “Apabila para pemimpinmu adalah orang-orang terjahat di antaramu dan para hartawanmu adalah orang yang terkikir di antaramu serta urusanmu diserahkan kepada kaum wanita, maka perut bumi lebih baik bagimu dari pada permukaannya.” [63]

Existensi Dan Partisipasi Wanita Dalam Politik

Kalau kita melihat lebih jauh lagi, bagaimana peran kaum wanita pada zaman awal munculnya Islam, maka, kita akan menemukan bagaimana peran kaum wanita sangat membantu Rasul saw. dalam menjalankan misi penyebaran Islam di muka bumi ini. Banyak tokoh wanita yang kita kenal dari kalangan wanita sebagai pemeran penting dalam berbagai momen dalam sejarah.
Pada bagian ini saya membagi partisipasi kaum wanita dan eksistensinya dalam politik menjadi dua bagian penting. Pertama, peran kaum wanita dalam masyarakat. Kedua, peran wanita dalam keluarga. Karena, politik itu sangat bergantung dua bagian ini. Kalau peran yang kecil saja sudah rusak maka akan berimbas kepada ruang lingkup yang lebih besar. Maka dari itu, partisipasi wanita dalam menstabilkan nuansa politik di sebuah negara sangat besar. Kalau mereka tidak menjaga kerukunan dan keserasian dalam keluarga dan masyarakat, maka akan rusaklah sebuah negara dan pemudanya. Karena pemudalah yang akan menjadi cermin masa depan suatu negara.




45 QS. al-Nisa’, 34.
46 Hibah Rauf ‘Izzat, Al-Maratu wa al-‘Amalu al-Siyâsî Ru’yatu al-Islâmiyah, al-Ma’had al-‘Alami li al-Fiki al-Islami, Herndon, Virgina U.S.A., 1995, h. 130-131.
47 Shahih Bukhari, kitab al-Maghazi, jil-7, hadis ke-4425, Daru al-Hadits, Kairo-Mesir, Cet. 1, 1998, h. 732.
48 Hibah Rauf ‘Izzat, Op. Cit., h. 132.
49 Shahih Bukhari, Kitab Haidh, Bab. Tarku al-Hâidh li al-Shaum, Jil. 1/304.
50 Sa’id Hawa, al-Islam, Daru al-Salam, Kairo, Cet. 2, 1998, h. 378.
51 Diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, Tirmidzi, dan Nasai.
52 Imam ad-Dahlawî, Hujjatu Allah al-Balighah, Daru al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut-Libanon, Cet. 1, 2001, h. 270.
53 Ukasyah Athibi, Op. Cit., h. 243.
54 Ibid., h. 244.
55 Ibid.
56 Ibid.
57 Ibid.
58 Ibid.
59 Ibid.
60 Ibid.
61 Ukasyah Athibi, Op. Cit., h. 85.
62 Ibid., h. 86.
63 Dikeluarkan oleh Bukhari, 6/7 dan 9/70, Tirmidzi, h. 2262, Nasai, 8/772, Baihaqi, al-Sunan, 3/90, 10/116 dan 118 dan al-Hakim 3/118 dan 119. 
----------------------------------
Pcim Mesir menerima zakat, infaq, sadaqah. Uang ini akan dipergunakan untuk kepentingan dakwah Pcim Mesir dan dapat disalurkan ke:
No rek. 3660009009 a/n PCIM Mesir, Bank Syariah Mandiri, Jl. Gedong Kuning Selatan, No. 5, Yogyakarta.
Konfirmasi via facebook : https://www.facebook.com/pcim.mesir
Dan semoga amal ini bisa menjadikan kita menerima buku amalan perbuatan dengan tangan kanan diakhirat kelak. Alamat Pcim Mesir: Building 113/2, 10th district, Nasr city, Cairo, Egypt.
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

Tidak ada komentar :


Majelis dan Lembaga

[Seluruh Artikel][grids]

Kajian MCIS

[Kajian Utama][bsummary]

Majalah Sinar Mesir

[Seluruh Artikel][threecolumns]

Shaffatul 'Aisyiyah

[Shaffatul 'Aisyiyah][list]