Merancang Ibu Ideal Demi Masa Depan
Kata ideal selalu identik dengan sesuatu yang bagus,
seimbang dan sempurna. Karena kata-kata ideal sendiri berasal dari kata ‘idea’
yang bisa berarti pikiran bayangan atau impian. Maka ketika kata ideal kita
sandingkan dengan kata ibu, refleksi otak kita akan menggambarkan sosok ibu
yang sempurna. Meski kesempurnaan adalah suatu kemustahilan, namun berusaha
untuk menjadi sempurna adalah sebuah keniscayaan.
Dimulai dari titik awal, bahwa seorang ibu ideal adalah
seorang ibu yang sanggup menjadi ibu sekaligus kawan. Ketika ia memainkan
perannya sebagai ibu, si anak akan menghormatinya, sedangkan ketika ia menjelma
menjadi kawan, maka si anak tidak akan segan untuk mengungkapkan isi hati dan
masalah-masalahnya. Sebab kala itu, si anak akan berpikir bahwa ibu bukanlah
sosok yang jahat dan akan selalu bersilang pendapat dengannya.
Jika seorang anak sudah merasa bahwa ibunya bukanlah
sosok makhluk yang bisa mengenali dan memahami dirinya, maka saat itulah akan
terlahir jurang yang cukup dalam serta berakibat munculnya rasa kesepian,
kesendirian dan konflik dari individu seorang anak. Kala itulah seorang ibu
atau orang tua akan kehilangan kontrol atas keluarga sebagai-mana yang diungkapkan
John Anderson, seorang Direktur Pelayanan Keluarga Detroit: “Orang tua telah
kehilangan kontrol atas keluarga mereka dan merasa tidak layak serta kewalahan”
Menjadi dan memerankan kedua peran itu sekaligus memang tak mudah. Hanya saja, Anda harus yakin, keahlian ini bukanlah keahlian yang tidak bisa dipelajari dan dilatih. Untuk itu ada beberapa syarat mutlak untuk menjadi sosok seorang ibu ideal, yang diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Ikhlas; dalam arti, seorang ibu harus ikhlas dalam mengerjakan semua tugas dan anugerah Allah yang ada padanya, tanpa mengharapkan apa-apa kecuali ridha-Nya semata. Tentunya kita tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika seorang ibu selalu mengkalkulasikan apa yang telah dan akan ia lakukan dengan uang.
Menggendong sebesar Rp10.000/jam, menyusui Rp5.000/menit, menyuapkan makanan Rp15.000/sekali makan dan lain sebagainya. Kalau memang begitu adanya, kiranya sang anak pastilah berkata “Oh Tuhan kenapa Engkau lahirkan aku ke dunia kalau hanya untuk menanggung hutang…?”.
Tapi toh kenyataannya tidak demikian, ibu kita selalu ikhlas memberikan apa saja untuk kesuksesan dan kebahagiaan kita. Disamping itu Allah telah befirman:
وَمَا
أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء
وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus" (QS. Al-Bayyinah:5)
Dan dalam ayat lain, Allah juga berfirmankan:
فَمَن
كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ
بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
"Barangsiapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan
janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya"
(QS. Al-Kahf:110)
Dalam kedua ayat di atas, kita bisa menarik satu benang
merah, bahwa Allah selalu memerintahkan kita untuk mengerjakan segala amal
perbuatan dengan ikhlas. Sebab, mengerjakan sesuatu dengan mengharapkan selain
pahala dari Allah bisa digolongkan kepada syirk (menyekutukan Allah).
b. Bertakwa disarikan dari kata takwa dalam bahasa Arab, berarti menjauhi segala larangan dan mematuhi segala perintah Allah atau menghindari adzab Allah dengan beramal shalih serta takut kepada-Nya dalam keadaan apa pun. Identitas ini sangat diperlukan untuk menjadi ibu ideal. Sebab, dengan ketakwaan yang dimilikinya, ia bisa mengajar, menanam dan menurunkan sifat serta sikap seorang muslim sejati kedalam jiwa anak. Karena tanpa ketakwaan, seorang ibu akan mustahil bisa menjadikan anak bertakwa. Padahal takwa inilah sifat utama seorang muslim.
c. Berilmu; selanjutnya, setelah calon ibu memiliki keikhlasan dan ketakwaan, ia juga harus mengantongi ilmu dengan arti yang seluas-luasnya. Setidaknya, ia mengetahui bagaimana psikologi perkembangan anak, ilmu agama, science, mendongeng, menyanyi serta mengetahui segala apa yang sekiranya akan dibutuhkan dan ditanyakan oleh seorang anak. Karena dengan kemampuan ini, kita akan membangun kepercayaan seorang anak kepada kita, dengan tanpa menutup kemungkinan kepercayaan itu juga akan dan bisa terbentuk dari hal lain. Sebab, sangat logis seorang anak tidak akan dekat dengan ibunya hanya karena ia menganggap seorang ibu tidak sanggup memahami, mengikuti, mensejajari apa yang ia pikirkan untuk akhirnya memberikan warna-warna indah nan tepat dalam hari-harinya.
d. Penyabar, penyayang dan bijaksana; ketiganya memang tidak bisa tidak dimiliki oleh seorang calon ibu, disebabkan dalam menjalankan perannya ketiganya akan sangat dominan dibutuhkan.
e. Bertanggungjawab; setelah keempat hal di atas dimiliki oleh seorang calon ibu, maka satu hal yang juga tidak bisa dilepaskan adalah rasa tanggungjawab. Dengan rasa tanggungjawab yang dimilikinya, seorang ibu akan mendidik dan mengasuh dengan sepenuh hati. Karena ia sadar itulah salah satu caranya memperjuangkan masa depan Islam.
Selain kelima hal di atas, kiranya perlu diperhatikan
bagi para calon ibu untuk menyiapkan mentalnya terlebih dahulu. Karena semua
yang tersebut di atas hanya akan menari indah dalam impian selama tidak
dibarengi dengan kesiapan mental. Kita harus ingat, bahwa hal pertama yang
mempengaruhi tingkah laku seseorang adalah psikologisnya saat itu.
----------------------------------Pcim Mesir menerima zakat, infaq, sadaqah. Uang ini akan dipergunakan untuk kepentingan dakwah Pcim Mesir dan dapat disalurkan ke:
No rek. 3660009009 a/n PCIM Mesir, Bank Syariah Mandiri, Jl. Gedong Kuning Selatan, No. 5, Yogyakarta.
Konfirmasi via facebook : https://www.facebook.com/pcim.mesir
Dan semoga amal ini bisa menjadikan kita menerima buku amalan perbuatan dengan tangan kanan diakhirat kelak. Alamat Pcim Mesir: Building 113/2, 10th district, Nasr city, Cairo, Egypt.
Post A Comment
Tidak ada komentar :