Beradab dengan Nabi SAW.
Oleh :
Muhammad Rifqi Arriza
(Oleh Ketua Umum PCIM Mesir)
Setiap khitab dengan kata "Nabi" dalam al-Quran maupun Sunnah[1] identik dengan Nabi Muhammad Saw., kecuali jika di dahului sebelumnya kata كلّ[2] dan مِن,[3] yang keduanya menunjukkan arti: keseluruhan (semua Nabi). Fakta ini menambah daftar panjang keutamaan Rasulullah Saw. di sisi Allah Swt., lebih-lebih dari kalangan umatnya. Apalagi beliau adalah pemegang 'otoritas syafaat' dari Allah Swt., di hari saat semua Nabi tidak dapat memberikannya,[4] shalawâtullâhi 'alaihim wa salâmuhu.
Untuk itu, beradab dengan Nabi menjadi kewajiban seorang muslim. Salah satunya adalah adab berbicara kepadanya, sebagaimana disampaikan oleh Allah dalam al-Hujurat: 2.[5] Mengomentari ayat ini, Ibnu Katsir menukil perkataan ulama,[6] bahwa mengangkat suara di persemayaman Nabi (kuburan) makruh hukumnya, sebagaimana di masa hidupnya. Karena beliau harus dihormati, semasa hidup maupun setelah meninggalkan dunia.[7] shallallâhu 'alaihi wa sallam.
Pada suatu hari, amirul mukminin Umar bin Khattab ra. mendengar suara keras dari dua orang Thaif di dalam Masjid Nabawi. Umar memanggil mereka, seraya bertanya (dengan nada marah): kalian tahu sedang di mana sekarang?! dari mana asal kalian?! Mereka menjawab: kami dari Thaif. Umar berkata: jika kalian adalah penduduk Madinah, niscaya aku akan memukul kalian!.[8]
Ya, kita memang harus beradab dengan Nabi, walaupun beliau sudah meninggalkan kita semua. Bagaimana tidak, bahkan seorang sahabat menjadi gelisah tak karuan, saat turun ayat 2 al-Hujurat ini. Adalah Tsabit bin Qais ra., seorang sahabat yang memang suaranya tinggi dari lahir. Jika dia berbicara di rumahnya, maka satu kota Madinah dapat mendengarnya. Saat turun ayat ini, Tsabit tiba-tiba menghilang tanpa jejak, padahal sebelumnya dia begitu rajin mengikuti majlis Nabi Saw.. Maka diutuslah salah seorang sahabat oleh Nabi, untuk mencari tahu kabar Tsabit bin Qais ini, ada apa gerangan dengan dirinya. Ketemulah sang utusan dengan Tsabit dalam kandang kuda miliknya, menangis sesenggukan sendirian. Saat ditanya tentang perubahan dirinya, dia menjawab: selama ini, aku sering mengangkat suara di depan Nabi. aku terkena khitab Allah, amal-amalku hangus, aku adalah penghuni neraka!.[9] Mendengar kabar ini, Nabi berpesan kepada utusannya: datangi dia dan katakan; engkau tidak termasuk penghuni neraka, tapi engkau adalah penghuni surga. Perawi hadis –Anas bin Malik- mengatakan: sejak itu kami melihat Tsabit bin Qais sebagai penghuni surga (contoh ideal penghuni surga, sehingga semua amalan-amalannya dapat diikuti).
Terkait ayat ini, Ibnul Arabi menegaskan; saat dibacakan hadis Nabi Saw., kita juga tidak boleh mengangkat suara, karena hadis Nabi yg diriwayatkan berabad-abad ini, derajatnya sama dengan sabda Nabi di masa hidupnya. Imam Qurtubi menguatkan hal ini dengan firman Allah dalam al-A'raf: 204,[10] bahwa perkataan Nabi juga termasuk wahyu. Bahkan sebagian ulama me-makruh-kan mengangkat suara pada majlis ulama, karena mereka adalah pewaris para Nabi.[11]
Seperti itulah contoh ideal beradab dengan Nabi Saw.. Semoga kita sebagai umatnya dapat menyempurnakan adab kepadanya, minimal dengan bershalawat saat nama beliau disebutkan. Allahumma shalli 'alâ sayyidinâ Muhammadin wa 'alâ âlihi wa ashâbihi ajma'în.
======================
[1] Seperti; يا أيها النبي.
[2] Lihat: al-An'am: 112 & al-Furqan: 31.
[3] Lihat: al-A'raf: 92 & al-Hajj: 52.
[4] Lihat: Shahih Bukhari, kitab Tafsir al-Quran, bab: قوله عسى أن يبعثك ربك مقاما محمودا
[5] قال تعالى: "يا أيها الذين آمنوا لا ترفعوا أصواتكم فوق صوت النبي ولا تجهروا له بالقول كجهر بعضكم لبعض أن تحبط أعمالكم و أنتم لا تشعرون"
[6] Imam al-Qurtubi menyebutkan, bahwa ulama tersebut adalah Ibnul 'Arabi, penulis buku Ahkam al-Quran dan al-'Awashim min al-Qawashim. Lihat: Tafsir al-Qurtubi, tafsir surat al-Hujurat.
[7] Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-'Adziem.
[8] Ibid
[9] Ada yang menarik dari matan hadis ini. Imam Bukhari meriwayatkan perkataan Tsabit bin Qais ini dengan bentuk ghaib كان, karena sang perawi juga ingin menunjukkan adabnya dengan Nabi Saw.. Sedangkan Imam Muslim meriwayatkannya dengan bentuk mutakallim أنا, sebagai amanah ilmu dan periwayatan.
[10] قال تعالى: "و إذا قرئ القرآن فأستمعوا له و أنصتوا"
[11] Lihat: Tafsir al-Qurtubi, tafsir surat al-Hujurat.
======================
DAFTAR PUSTAKA:
1- Shahih Bukhari
2- Fathul Bari, Ibnu Hajar al-Asqalani
3- Tafsir al-Kabir, Fakhrudin al-Razi
4- al-Jami' li Ahkamil Quran, al-Qurtubi
5- Tafsir al-Quran al-Adzim, Ibnu Katsir
----------------------------------
Pcim Mesir menerima zakat, infaq, sadaqah. Uang ini akan dipergunakan untuk kepentingan dakwah Pcim Mesir dan dapat disalurkan ke:
No rek. 3660009009 a/n PCIM Mesir, Bank Syariah Mandiri, Jl. Gedong Kuning Selatan, No. 5, Yogyakarta.
Konfirmasi via facebook : https://www.facebook.com/pcim.mesir
Dan semoga amal ini bisa menjadikan kita menerima buku amalan perbuatan dengan tangan kanan diakhirat kelak. Alamat Pcim Mesir: Building 113/2, 10th district, Nasr city, Cairo, Egypt.
Apakah Rasulullah SAW mengajarkan shalawat kepadanya ada tambahan"sayyidina"
BalasHapusApakah Rasulullah SAW mengajarkan shalawat kepadanya ada tambahan"sayyidina"
BalasHapus