PCIM News

[Kabar PCIM][list]

Kabar Persyarikatan

[Muhammadiyah][twocolumns]

Ibuku Perawan ( Bag. II)























“Sekarang sudah larut malam, Bunda mau istirahat, insya Allah selepas sarapan pagi Bunda akan menceritakan semuanya. Besok pada nggak pergi kan?”

            Ku coba menbenamkan mukamu ke dalam bantal, tapi tetap saja tak bisa tidur, mataku sedikitpun tak terasa mengantuk. Ya Allah…haruskah aku ceritakan semua rahasia yang selama bertahun-tahun telah aku pendam. Haruskan ku katakan pada mereka tentang yang sesungguhnya? Bahwa mereka bukan anakku? Bahwa aku bukan ibu yang mengandung dan melahirkan mereka? Melainkan aku cuma seorang ibu asuh yang menerima amanat dari seorang perempuan untuk menjaganya? Dan bahwa…., bahwa aku sebenarnya belum pernah bersuami!
            “Rabb, beri hambamu ini kekuatan. Engkau tahu bahwa apa yang telah aku lakukan selama ini hanyalah semata-mata karena ingin menjaga, merawat,  membesakan, serta mendidik kedua anak yatim ini sebagaimana anakku sendiri.”
           
            Aku menangis, nggak tahu harus berbuat apa. Malam ini aku benar-benar pasrah, tawakal. Ku persiapkan diri untuk menerima reaksi kedua putraku. Besok, sesuai janjiku, selepas sarapan pagi, aku akan menceritakan semuanya.

Suasana berubah menjadi hening, tak ada canda di meja makan pagi ini sebagaimana dihari-hari sebelumnya. Tiaz bertunduk diam tak bicara, Rieq sesekali tangannya mengusap bening sejuk yang mulai basah di pipinya. Aku sendiri teap bersikap tenang tanpa emosi. Aku sudah siap mendengar jawaban atau ungkapan apapun dari  anak-anakku. Telah kuceritakan semuanya tanpa meninggalkan sepenggal kisahpun dari apa yang sesungguhnya terjadi.

            “Tiaz, Rieq…”
            “Bunda tah kalian kini berdua kecewa, tapi yakinlah bahwa tak ada niat sedikitpun di hati Bunda untuk membohongi kalian selama ini. Hati Bunda tulus, Bunda menyayangi kalian sebagaimana anak-anak Bunda sendiri…meskipun, meskipun…”
            “Jangan teruskan Bunda….”, kedua anakku tiba-tiba memelukku.
            “Meskipun Bunda belum pernah menjadi seorang istri, apalagi seorang Ibu yang sesungguhnya. Tapi Bunda tetaplah seorang perempuan yang memiliki jwa dan perasaan keibuan.”

            Terbata-bata aku meneruskan kalimatku sampai akhirnya akupun menangis. Kami semua terbalut dalam keharuan. Isakan tangis si sulung dan si bungsu benar-benar membuatku tersentuh. Benar-benar semakin membuat jiwaku merasa kuat bahwa akupun mampu menjadi seorang ibu. Bukan hanya bagi Tiaz, Rieq, dan anak-anak yatim di Panti Asuhan “Insan Kamil”, yang juga menjadi asuhanku selama ini. Melainkan bagi semua anak-anak di muka bumi yang mengharap belas kasih sayang seorang ibu yang perawan.

            Bergegas kami membereskan piring-piring kotor dan gelas bekas minuman di atas meja. Cangkang-cangkang kepiting seolah siap mencakar siapa saja yang tidak hati-hati. Kebiasaan makan sea-food sudah mulai ku tanam pada diri anak-anak semanjak dini. Selain lebih bergizi tinggi juga terbebas dari bahan-bahan kima tambahan. Tak heran bila anak-anak selalu menolak bila ada teman atau saudara yang mau mentraktir makan di KFC, Mc Donalds , atau Pizza Hut. Mereka lebih suka mampir di warteg-warteg yang menyediakan manu masakan kampung seperti; pecel lele, soto babat, dan sate madura.

fe

            Di ruang kerja, aku sedang mengoreksi hasil  ujian mahasiswa untuk semester gasal. Mata kuliah “Sejarah Politk Islam” yang  aku berikan mendapat perhatian yang serius. Tak heran bila rata-rata mahasiswa mendapatkan nilai B plus di setiap ujian.

            “Ting..tung…”
            “Ting..tung….”
Bel rumah berdering, tak seorang pun baik Tiaz atau Rieq ada di rumah sore ini. Katanya ada acara ulang tahun temannya yang dirayakan di Pemancingan Gurameh di Kaliurang.
            “Siapa?”
            “Pak Mahesa, Assalamu’alaikum..”
            “Wa’alaikumsalam
            Perlahan aku buka pintu untuk tamu, pasti pak Mahesa yang diceritakan oleh Rieq beberapa hari yang lalu sebagai seorang dekan dan dosen favoritnya di kampus. Namun alangkah terkejutnya ketika aku tahu siapa yang sedang berdiri di hadapanku. Sosok yang tak pernah dapat aku lupakan, seraut wajah yang dulu pernah dan akan selalu ku kenal.
            Meski wajahnya kini telah agak keriput dengan kacamata yang semakin menebal, entah minus berapa sekarang. Aku makin yakin bahwa lelaki yang kini menjadi dosen Rieq adalah ……
            Air mukaku spontan berubah, darah seolah berdesir dengan cepat, jantungku mulai berdetak tak teratur. Bayangan-banyangan masa lalu berkelebatan di depan mata. Ingatan-ingatan itu membuat aku merasa panik, emosi dan semakin susah mengontrol diri. Namun aku teap berusaha bersikap tegar dan seolah tak terjadi apa-apa. Meski aku tahu, wajah itu juga nampak gugup dan salah tingkah.
            “Ada yang bisa saya  bantu Pak? Saya ibunya Rieq”  aku berusaha bersikap tenang.
            “Adya..aku tahu kau adalah Adya. Aku tahu kau Adya yang pernah ku tinggalkan di negeri Kinanah dua puluh delapan tahun yang lalu. Aku tah kau Adya yang  ku sakiti, yang pernah ku khianati. Aku yakin kau Adya yang pernah terhinakan oleh sikapku yang tak bertanggung jawab, tidakkah kau ingin persilahkan aku masuk terlebih dahulu…?
            “Aku juga tahu, andalah orang itu, seorang yang seumur hidup takkan pernah ingin saya sebut lagi namanya. Maafkan saya, saya tidak ingin timbul fitnah dan kerusakan baru. Anak-anak sedang tidak di rumah, jadi terpaksa saya tidak bisa persilahkan anda masuk.”
            Cepat-cepat ku tutup kembali pintu dan ku kunci rapat-rapat. Ku rebahkan tubuh di atas sofa. Aku menghela nafas panjang, ku teguk segelas air untuk menenangkan diri,
            “Astaghfirullahal’adhiim…”  Semoga Allah memaafkan atas kesilapanku karena tidak bisa memuliakan tamu hari ini. Bukan karena sengaja, melainkan aku tidak ingin melakukan kesalahan yang lebih besar.

fe
           
Senja temaram di kota Gudeg, aku baru pulang dari mengajar. Kijang tua yang baru beberapa hari lalu keluar dari bengkel ku parkir di depan rumah karena garasi sedang dibongkar. Beberapa sisi temboknya ada yang pecah dan atapnya mulai bocor. Seorang anak  tetangga berlari-lari kecil menyampaikan sepucuk surat tanpa nama pengirim. Sambil menikmati secangkir kopi, aku buka surat  itu perlahan-lahan.


Assalamu’alaikum wr.wb.

            Adya, beberapa hari yang lalu, nggak sengaja aku bertemu dengan Ifa (teman akrabmu waktu di Kairo). Aku menanyakan banyak hal tentangmu dan kini aku tahu semuanya. Maafkan bila aku sudah lancang.
           
            Tak mengira begitu keras kehidupan yang berani kau tempuh seorang diri. Kau mampu menjadi Ibu bagi anak-anak yatim, mendidik generasi muslim di sekolah-sekolah maupun universitas. Membina generasi tua di masjid-masjid dan menyebarkan sedekah bagi janda-janda miskin dan keluarga tak mampu.
           
            Aku sendiri sudah lama bercerai, istri serta anak-anakku tak tah pergi kemana. Keluargakau hancur, aku nggak bahagia meski kehidupan kami bergelimang dengan harta. Aku menyesal telah menyiakan wanita setia sepertimu, meski aku tahu bahwa tak patut bagiku untuk dimaafkan.

Adya….
Tanpa diduga Tuhan kembali mempertemukan  kita disam Kumcw\aat kematian hampir menyapa. Perpisahan selama 28 tahun memberiku banyak hikmah dan pelajaran. Kini aku hadir padamu untuk menjadi saudara. Bukan aku tak mau kembali, akan tetapi aku takut akan menyakitimu untuk kedua kali.
           
            Waktu yang tersisa mudah-mudah  dapat memberikan manfaat untuk kita, agar sama-sama bertaubat dan saling memaafkan. Tetaplah istiqamah dalam perjuangan. Jadilah seorang pahlawan pembela agama Allah…
Rabi’ahku….

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Mahesa.

Oleh : Senja Asmarany dalam Kumcer Ibuku Perawan
----------------------------------
Pcim Mesir menerima zakat, infaq, sadaqah. Uang ini akan dipergunakan untuk kepentingan dakwah Pcim Mesir dan dapat disalurkan ke:
No rek. 3660009009 a/n PCIM Mesir, Bank Syariah Mandiri, Jl. Gedong Kuning Selatan, No. 5, Yogyakarta.
Konfirmasi via facebook : https://www.facebook.com/pcim.mesir
Dan semoga amal ini bisa menjadikan kita menerima buku amalan perbuatan dengan tangan kanan diakhirat kelak. Alamat Pcim Mesir: Building 113/2, 10th district, Nasr city, Cairo, Egypt.
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

Tidak ada komentar :


Majelis dan Lembaga

[Seluruh Artikel][grids]

Kajian MCIS

[Kajian Utama][bsummary]

Majalah Sinar Mesir

[Seluruh Artikel][threecolumns]

Shaffatul 'Aisyiyah

[Shaffatul 'Aisyiyah][list]