Diskusi Publik I PCIM Mesir ; Ormas Islam dan Perjuangannya di Ranah Hak Kemanusiaan
Jumat (15/04/16), dalam rangka penutupan kegiatan term dua al Azhar Kairo, Pcim Mesir menggelar acara diskusi publik yang berlangsung di Markaz Dakwah Pcim Mesir. Acara yang dimulai pukul 16.00 clt. ini dinarasumberi oleh Bapak Harun Syaifullah Syafa, bagian politik KBRI Kairo, Muh. Hidayatulloh Lc. Dipl., Tokoh Masisir (Mahasiswa Indonesia di Mesir), dan Muhammad Rifqi Arriza Lc. Dipl., Mantan Ketua PCIM 2013-2015. Dengan mengusung tema Peran Strategis Ormas Islam Dalam Memperjuangkan Hak-hak Kemanusiaan. Acara tersebut dihadiri oleh puluhan mahasiswa Indonesia di Mesir.
Menurut Fardan Satrio, ketua PCIM Mesir 2015-2017,
diskusi ini diharapkan dapat membuka mata masyarakat terutama kawan-kawan
Muhammadiyah dalam kasus terduga teroris Siyono, supaya klaim membela hak-hak
kemanusiaan tidak disematkan hanya kepada Muhammadiyah, karena ormas-ormas lain
tentunya memperjuangkan hal yang sama meski dalam bentuk yang berbeda. Oleh
karena itu, diperlukan adanya penyelarasan persepsi untuk menghilangkan
pandangan sempit yang mungkin terlahir dari keadaan tersebut. Demikian sambutan
Fardan, selaku ketua PCIM Mesir. Kelanjutan acara kemudian diambil oleh
moderator diskusi, Anzuru Wahyan.
Moderator menguraikan ringkasan sejarah
idealisme kemanusiaan indonesia, semenjak era islamisasi sampai ditetapkannya
sila kedua bangsa. Menurutnya, Islam telah menyelamatkan kemanusiaan dari
doktrin kasta yang diterapkan kerajaan Hindu-Budha. Paradigma ini mampu
menyetarakan hubungan antar-manusia Indonesia. Para pendiri bangsa menyadari
betapa pentingnya prinsip kemanusiaan ini, oleh karena itu, rancangan
undang-undang dasar menetapkannya sebagai dasar negara.
Oleh narasumber pertama, Bapak Harun Syaifullah,
diskusi beliau mulai dengan memperkenalkan
fungsi perpolitikan ormas. Walaupun tidak termasuk dalam Trias
Politika, ormas dapat menjadi corong aspirasi rakyat dan menekan pemerintah
dalam berbagai kebijakannya. Oleh karena itu, keberadaannya menjadi urgen dalam
pembuatan kebijakan publik.
Meski dengan adanya undang-undang negara
tentang keormasan, nyatanya hukum itu relatif lemah dalam menjaga aturan main ormas.
Inilah yang membuat ormas menjadi sasaran kritik pemerhati kebijakan publik,
apabila terjadi suatu kekerasan atas nama ormas. Sayangnya, ormas-ormas Islam Indonesia masih belum mampu
mendefinisikan nilai-nilai keislaman, sehingga ketika mereka ditanya tentang
tujuan, masing-masing ormas berada pada sudut yang berbeda.
Sebut saja Muhammadiyah dan HTI misalnya, salah
satunya berbicara tentang pendidikan, sementara yang lain sibuk mengurusi
restorasi khilafah. Maka dari itu, penting adanya diskusi antar-ormas tentang
esensi persoalan umat dan menentukan cara yang dipakai dalam menyelesaikan
masalah tersebut. Begitu pula dengan pendidikan keormasan, agar masyarakat
tidak mudah terbujuk dalam afiliasi ormas-ormas gadungan yang menyebarkan
idealisme tidak jelas. Rangkuman materi tersebut mengakhiri sesi yang
disampaikan Pak Harun.
Kemudian mantan ketua Pcim, Rifqi Arriza, melanjutkan
diskusi dengan menegaskan kembali bahwa dialog ini tidak bertujuan
mengkotak-kotakkan kembali ormas-ormas yang ada melalui peristiwa kematian
Siyono, yang dituntut Muhammadiyah tetapi didiamkan oleh NU. Penentuan sikap terkait
hal ini wajib dibarengi dengan objektivisme yang menjaga dari bahaya media yang
sulit diprediksi kebenarannya, tegasnya. Merasa mewakili aspirasi Muhammadiyah,
Rifqi menjelaskan sepak terjang Muhammadiyah dalam membela hak-hak kemanusiaan hingga
saat ini. Meminjam istilah Prof. Muhajir Effendi, bahwa Muhammadiyah bergerak
dalam ranah civil society yang mampu menyuarakan ekspresi dan aspirasi
masyarakat terhadap kebijakan permerintah. Tidak berhenti di situ, Muhammadiyah
juga membantu keberlangsungan pendidikan, sandang, dan pangan masyarakat.
Bahkan ia telah membentuk Lembaga Keadilan dan Bantuan Hukum (LKBH) yang
bertugas mengadvokasi undang-undang, mengkaji dasar-dasarnya, membahas hak asasi, dan sosialisasi hukum
kepada masyarakat.
Adapun mengenai deradikalisasi yang digulirkan
oleh pemerintah sejak 20 tahun ke belakang, Muhammadiyah menolaknya, karena malah
memunculkan radikalisme lainnya. Muhammadiyah menolak beberapa cara pemerintah
dalam menanggulangi radikalisme, Muhammadiyah justru mengusulkan moderasi yang
menurutnya lebih efektif menanggulangi hal tersebut. Moderasi yang dimaksud
adalah memblokir area yang diduga menyimpan terror, dan memperbaiki persepsi
masyarakat tentang isu terorisme tersebut.
Jika Pak Harun mewakili pemerintah, dan Arriza
mewakili Muhammadiyah, tidak dengan Muhammad Hidayatulloh, seorang tokoh Masisir,
yang menjadi pembicara terakhir dalam dialog ini. Walaupun berlatar belakang NU,
senior Masisir ini lebih mengutamakan identitasnya sebagai santri al-Azhar yang
akan berbicara layaknya seorang santri. Menurutnya, Ormas menempati posisi
terdepan dalam konteks kemanusiaan dan kenegaraan. Tentunya ormas-ormas yang
benar-benar memberikan maslahat dalam kehidupan warga sipil, bukan kelompok
gadungan yang galibnya membuat resah.
Permasalahan keormasan ini menjadi semakin
signifikan, lantaran saratnya pejabat yang dilatar belakangi ormas, mereka
adalah kader-kader ormas yang seharusnya mengejawantahkan nilai-nilai ormas yang
menjadi afiliasinya. Jika hal ini terjadi, maka takkan ada dikotomi kebijakan
pemerintah dengan kebijakan ormas, karena nilai-nilai ormas akan sejalan dengan
denyut nadi negara tersebut. Terlebih dengan embel-embel Islam yang dibawa
ormas, ini seharusnya dapat menyelaraskan persepsi bahwa ormas-ormas tersebut bergerak
dalam memperjuangkan nilai-nilai Islam. Ketika terdapat suatu radikalisme, perlu
dikaji dulu permasalahan dan kiat penanggulangannya agar tidak terlahir radikalisme
baru dalam membasmi radikalisme yang ada.
Dengan berakhirnya materi yang disampaikan
masing-masing narasumber, pembukaan sesi diskusi dimulai dengan beberapa
pertanyaan dari sejumlah mahasiswa. Dialog yang dimulai dengan lantunan kalam
Ilahi ini diakhiri dengan doa. []
Ditulis oleh: Anzuru
Wahyan
----------------------------------
Pcim Mesir menerima zakat, infaq, sadaqah. Uang ini akan dipergunakan untuk kepentingan dakwah Pcim Mesir dan dapat disalurkan ke:
No rek. 3660009009 a/n PCIM Mesir, Bank Syariah Mandiri, Jl. Gedong Kuning Selatan, No. 5, Yogyakarta.
Konfirmasi via facebook : https://www.facebook.com/pcim.mesir
Dan semoga amal ini bisa menjadikan kita menerima buku amalan perbuatan dengan tangan kanan diakhirat kelak. Alamat Pcim Mesir: Building 113/2, 10th district, Nasr city, Cairo, Egypt.
Labels
Kabar PCIM
Post A Comment
Tidak ada komentar :