PCIM News

[Kabar PCIM][list]

Kabar Persyarikatan

[Muhammadiyah][twocolumns]

Orientalis dan Anomali Studi Hadis

Orientalis dan Anomali Studi Hadis
Belakangan ini studi tentang sunnah semakin mendapatkan tempat di kalangan sarjana muslim. Mempelajari sunnah nabi bahkan menjadi sesuatu yang sangat urgen. Sunnah merupakan sumber kedua setelah al-Quran. Dalam sebuah hadis shahih dikatakan, “Aku meninggalkan dua perkara kepadamu, jika kalian berpegang pada dua perkara tersebut, maka kalian tidak akan tersesat untuk selamanya, yaitu kitab Allah dan sunnahku”.

Secara bahasa, sunnah merupakan jalan, baik itu jalan yang lurus maupun yang melenceng. Ini bisa dilihat dari redaksi hadis Nabi yang mengatakan, “Barangsiapa yang memberikan contoh jalan yang baik (sunnah hasanah), maka dia akan mendapat pahala kebaikan dan pahala kebaikan bagi orang yang mengikutinya sampai hari kiamat. Dan barangsiapa yang memberikan contoh jalan kejelekan (sunnah sayyi’ah), maka dia akan mendapat dosa dan dosa orang yang menirunya sampai hari kiamat”. (HR Muslim). Dalam kitab lisân al-Arab juga dikatakan, “Sunnah adalah jalan yang baik atau yang buruk”. Jika sunnah dikaitkan dengan syariah, maka sunnah adalah jalan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw.

Hanya saja, penggunaan sunnah sendiri bervariasi, sesuai dengan konteks dan subyek masing-masing. Para ulama ushul biasanya menggunakan istilah sunnah sebagai salah satu sumber hukum syariah. Ulama ulumul hadis baiasanya menisbatkan sunnah, atau mengkaji sunnah dari sisi kesinambungan sunnah kepada Nabi muhammad Saw. (sanad). Ulama fikih biasanya memandang sunnah sebagai perbuatan tambahan yang jika dilaksanakan akan mendapatkan pahala, semetnara jika ditinggalkan tidak mendapatkan cela. Bagi para dai, biasanya menggunakan istilah sunnah untuk perbuatan yang berkaitan dengan perintah atau larangan dari Nabi Muhammad Saw..

Hanya yang akan kami sampaikan di sini adalah sunnah sebagaimana yang biasa dipakai oleh ulama hadis. Sunnah di sini maknanya adalah perkataan, perbuatan, kesepakatan dan sifat-sifat Nabi, baik sifat yang berkaitan dengan fisik, moral maupun prilaku.  Di sini masuk sejarah Nabi Muhammad Saw., baik sebelum diutus menjadi Nabi, maupun setelah diangkat menjadi Nabi. Jika sebelum menjadi Nabi beliau dianggap sebagai orang yang amanah, cerdas dan jujur, maka itu juga masuk dalam kategori sunnah.

Persoalannya, apakah sunnah bagian dari wahyu?  Secara jelas, pertanyaan tersebut sudah dijawab oleh al-Quran yang menyatakan, “Dan tidaklah yang diucapkan itu menurut keinginannya. (*) Tidak lain adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya. (*) Yang diajarkan kepadanya oleh jibril yang sangat kuat. (An-Najm:3-5). Ini juga dikuatkan oleh hadis Nabi yang berbunyi, “Ketahuilah wahwa aku diberika al-Quran dan perkataan yang setara dengan al-Quran”. (HR. Tiridzi).  Jika memang demikian, lantas apa bedanya sunnah dengana al-Quran? Bagi jumhur ulama bahwa al-Quran merupakan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai mukjizat dengan lafal dan maknanya. Sementara hadis Nabi adalah wahyu Allah yang diberikan kepada Nabi Muhamamd Saw., bukan sebagai mukjizat dan turun dengan maknanya saja.

Jika posisi sunnah setara dengan al-Quran, secara otomasis seorang muslim juga wajib mengikuti sunnah seperti dia mengikuti al-Quran. Ayat al-Quran yang memerintahkan seorang muslim untuk mengikuti sunnah Nabi teramat banyak, salah satunya adalah firman Allah berikut, “Barangsiapa yang mentaati rasul (Muhammad) maka sesungguhnya dia telah mentaati Allah”. (QS. An-Nisa: 80)

Sunnnah juga mempunyai posisi sangat strategis terhadap al-Quran. Terkadang sunnah sebagai penguat apa yang datang dalam al-Quran. Kadang ia menerangkan sesuatu yang masih global dalam al-Quran, mengingat hukum yang masih mutlak, atau bahkan memberikan ketetapan hukum yang belum tertera dalam al-Quran.

Dari sini sangat jelas bahwa penggunaan sunnah untuk memahami al-Quran sangat dibutuhkan. Suatu kebohongan jika ada orang yang mencukupkan diri hanya ingin berpegang kepada al-Quran saja dan melupakan sunnah Nabi. Banyak amal perbuatan yang tidak diterangkan secara rinci oleh al-Quran, atau perbuatan yang hanya dapat diketahui dengan melihat kepada sunnah Nabi.

Belakangan banyak upaya dari sarjana Barat untuk kembali mengkaji secara kritis masalah autentisitas dan validitas hadis Nabi. Jika mereka hanya bergerak dalam tataran akademis dan kajian ilmiah murni tanpa didasari dengan tendensi apapun, maka kajian mereka patut mendapatkan penghormatan. Namun yang menjdi masalah adalah sikap tendensius dan upaya dekonstruksi sunnah, yang tujuan utamanya adalah menanamkan sikap keragu-raguan bagi ummat Islam dalam mengamalkan sunnah Nabi. Pada umumnya, kajian orientalis terhadap sunnah Nabi hanyalah upaya meletakkan racun dalam khasanah keilmuan Islam.

Meragukan sunnah berarti sama halnya dengan menghancurkan ajaran Islam. Tidak percaya dengan sunnah, akan berujung pada keraguan terhadap nilai sakralitas nash al-Quran sebagai wahyu Tuhan. Sebagai pribadi muslim, hendaklah selalu waspada dalam menelaah berbagai macam kitab hadis karya orientalis. Memang dari mereka ada yang melakukan kajian secara obyektif, namun itu bisa dihitung dengan jari.




Wahyudi Abdurrahim, Lc.
 

----------------------------------
Pcim Mesir menerima zakat, infaq, sadaqah. Uang ini akan dipergunakan untuk kepentingan dakwah Pcim Mesir dan dapat disalurkan ke:
No rek. 3660009009 a/n PCIM Mesir, Bank Syariah Mandiri, Jl. Gedong Kuning Selatan, No. 5, Yogyakarta.
Konfirmasi via facebook : https://www.facebook.com/pcim.mesir
Dan semoga amal ini bisa menjadikan kita menerima buku amalan perbuatan dengan tangan kanan diakhirat kelak. Alamat Pcim Mesir: Building 113/2, 10th district, Nasr city, Cairo, Egypt.
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

Tidak ada komentar :


Majelis dan Lembaga

[Seluruh Artikel][grids]

Kajian MCIS

[Kajian Utama][bsummary]

Majalah Sinar Mesir

[Seluruh Artikel][threecolumns]

Shaffatul 'Aisyiyah

[Shaffatul 'Aisyiyah][list]