Refleksi Sejarah: Harmonisnya Islam dan Barat
Dalam sebuah simposium yang bertajuk Islam
In The West, an Introduction yang diadakan pada tahun 2001 di Universitas
Wales, Inggris. Dr Gary R. Bunt mengatakan bahwa transformasi ilmu pengetahuan
dan teknologi yang dilakukan terhadap nilai dan peradaban masyarakat muslim
dahulu telah memberikan pengaruh formatif terhadap tatanan nilai dan peradaban
Barat saat ini4, sehingga tidak bisa
dipungkiri bahwa Islam mempunyai andil yang sangat besar sekali dalam
pembentukan cikal bakal peradaban dan kebudayaan Barat saat ini.
Sejarah telah mencatat betapa Barat
dan Islam di masa lalu telah menjalin hubungan yang sangat erat dan harmonis
dalam pembentukan interaksi global untuk menuju kemajuan peradaban manusia
secara universal. Hal tersebut ditandai dengan berbagai kerjasama yang telah
mereka lakukan di berbagai bidang kehidupan, terutama kerjasama budaya dan
transformasi ilmu pengetahuan.
Sebenarnya apabila kita benar-benar
konsen dan intens mempelajari sejarah dan peradaban masa lalu, mungkin kita
akan shock, sebab ternyata jauh—ketika bangsa-bangsa Eropa masih dalam
kegelapan dan barbarianisme, justru bangsa-bangsa Timur (baca: Islam) telah
memulai mengadakan pelayaran ke berbagai belahan penjuru dunia dan telah
melakukan berbagai macam riset ilmiah terhadap berbagai macam jenis Ilmu dan
teknologi, di samping saat itu juga mereka sudah menjalin kerjasama yang
intensif dengan bangsa-bangsa lain di belahan dunia. Sesudah masa aufklarung merambah bangsa-bangsa Eropa
kajian keislaman pun mulai dikenal dan pelajari di sana, sehingga manakala
perang salib usai kesempatan untuk mengkaji secara intensif dan mendalam
terhadap Islam dan peradabannya terbuka lebar.5
Secara global hubungan antara
peradaban Barat dan Islam mungkin bisa diklasifikasikan ke dalam tiga fase, hal
tersebut didasarkan pada sejarah yang telah dilalui oleh kedua peradaban
tersebut :
Fase Pertama, fase ini ditandai
dengan pengaruh yang diberikan oleh peradaban Barat terhadap peradaban Islam
pada masa Khalifah Abbasiyah. Bisa dikatakan bahwa Khalifah Abbasiyah adalah
Khalifah yang paling terbuka terhadap peradaban lain, hal tersebut digambarkan
oleh Ibnu Rusyd dalam bukunya yang
berjudul ‘The Compilations Of Averoes’.
Menurut Ibnu Rusyd keterbukaan yang dialami dalam masa Khalifah Abbasiyah ini
dikarenakan oleh nasihat-nasihat para ilmuwan dan fatwa-fatwa para ulama yang
mengatakan bahwa dinamisme kehidupan akan timbul manakala kita sudah bisa
mengambil kebaikan sebagai prinsip dan pedoman hidup dan meninggalkan kesalahan
sebagai pelajaran dan cerminan dari hidup itu sendiri, dan kita juga harus
menyadari bahwa kebenaran mungkin tidak selalu dimiliki dan diciptakan oleh
orang Islam.
Pertemuan peradaban Islam dan Barat
secara langsung terjadi di Andalusia dan Shokaliyah (baca: Sapanyol), peradaban
Barat di sana benar-benar telah memberikan warna tersendiri dalam interaksinya
dengan peradaban Islam klasik baik itu dalam bidang keilmuan ataupun keagamaan,
interaksi kedua kebudayaan itupun makin erat dan kental manakala masa Khalifah
Abbasiyah. Pada masa kekhalifahan ini banyak sekali kontribusi yang telah
diberikan terhadap terjalinnya interaksi yang harmonis antar peradaban
Arab-Islam dan Barat, hal itu ditandai dengan berdirinya Universitas Navoli
yang kemudian menjadi tempat belajarnya Thomas Aquino. Di samping Khalifah
Abbasiyah yang membantu penyebaran budaya Arab-Islam di Barat perlu juga
disebut— disini andil— yang telah diberikan oleh raja Fraderik yang telah
mengkontribusikan manuskrip-manuskrip Arab-Islam kepada universitas Oxford dan
juga Universitas Paris, proses ini pun berlangsung turun temurun dan
berkesinambungan sampai pada raja-raja sesudah Frederik. 6
Perlu disebut disini bahwa masa
sesudah raja Fraderik dan anak-anaknya proses transformasi budaya dan ilmu
pengetahuan diwarnai dengan berdirinya departemen translarasi yang dibangun pada
masa raja Raymaond dan raja Dominique, lembaga ini telah banyak mentranselarasi
manuskrip-manuskrip Arab mengenai kajian-kajian filsafat dan ilmu-ilmu alam ke
dalam berbagai bahasa dan yang
terpenting dari semua itu adalah berhasilnya lembaga ini mentranslerasikan
Al-Qur'an ke dalam bahasa Latin pada tahun 1143. Sesudah itu dunia translerasi
makin familiar dan menyebar di dunia ilmuwan di Barat bahkan ada beberapa
lembaga pendidikan yang menjadikan translarasi sebagai dasar ilmu filosofis.
Menurut Carriford dalam riset ilmiahnya tentang Ibnu
Rusdy pada masa pertengahan Eropa dan ditambahkan oleh Raymond dalam bukunya
“Ibnu Rusyd And Rusdian controversy “, mereka mengatakan : “ Bahwa pemikiran
Ibnu Rusyd saat itu telah banyak memberikan warna dalam peradaban masyarakat
Eropa dan pembikinan prinsip kebebasan dan demokrasi di sana.
Fase Kedua, Fase ini dalam
perjalanan hubungan antara Islam dan Barat diawali oleh invasi militer yang
dilakukan oleh Perancis terhadap wilayah teritorial Mesir pada akhir abad ke
18, pada masa itu sebenarnya negara-negara Timur sudah mengenal dunia Barat,
tetapi sayang tidak banyak manfaat yang bisa diambil oleh dunia Timur saat itu
terhadap Barat, kecuali beberapa buku karangan Napolean Bonaparte dan beberapa
ilmuwan lainnya berkenaan dengan studi kemesiran dan pendirian tempat-tempat
riset ilmiah yang masih berdiri sampai sekarang.
Pada awal abad 19 ekplorasi budaya dan
peradaban Eropa makin rentan dilakukan pada masa Ali Pasya, masa ini ditandai
dengan pengirimian beberapa mahasiswa untuk mengkaji berbagai macam disiplin keilmuwan yang
dipimpin oleh Toha Husain dari pihak al-Azhar. Dan mereka inilah kemudian yang
menjadi pionir pembaharuan di dunia Timur pada umumnya dan Mesir pada khususnya,
bahkan karena kecerdasan dan keberilianan pikirannya Toha Husain pada masa itu
telah berhasil mempertemukan dua peradaban dalam satu titik sentral.
Fase ketiga adalah masa
modernisme, fase ini ditandai dengan gelombang modernisme dan revolusi
humanisme yang melanda Eropa dan beberapa negara Islam saat itu, dalam fase ini
masyarakat muslim terbagi menjadi dua golongan: yang pertama adalah mereka yang
mengadopsi aturan nilai dan etika dari masyarakat Barat tanpa melalui proses
pemikiran dan eksepsi (taken for granted) dan yang kedua adalah golongan masyarakat
yang mengadopsi aturan nilai dan etika berdasarkan pertimbangan benefisial dan
kecocokan terhadap komunitas mereka, golongan kedua ini bisa dikatakan lebih
berhati-hati dan selektif dalam melakukan akulturasi budaya dengan Barat,
bahkan mereka berusaha untuk mengkombinasikan dua alur kebudayaan yang saling
berbeda tersebut untuk dipertemukan ke dalam sebuah titik ideal dengan
melakukan kritik ilmiah dan kajian konstruktif 7.
4
Brunt Gary Dr. dalam Islam In the West,
an introduction Makalah ini dipresentasikan dalam seminar yang diadakan oleh
Departement of Theology, religious and Islamic Studies university of Wales
2001.
5 Mustofa halla Dr.
Dalam Al-Islam wa-al Ghorb Min
al-Ta’ayus ila al-Tasodum. Hal 27 cetakan pertama Maktabah Usrah, tahun 2002
6 Ibid hal.
29
7 op.cit hal.
30
----------------------------------
Pcim Mesir menerima zakat, infaq, sadaqah. Uang ini akan dipergunakan untuk kepentingan dakwah Pcim Mesir dan dapat disalurkan ke:
No rek. 3660009009 a/n PCIM Mesir, Bank Syariah Mandiri, Jl. Gedong Kuning Selatan, No. 5, Yogyakarta.
Konfirmasi via facebook : https://www.facebook.com/pcim.mesir
Dan semoga amal ini bisa menjadikan kita menerima buku amalan perbuatan dengan tangan kanan diakhirat kelak. Alamat Pcim Mesir: Building 113/2, 10th district, Nasr city, Cairo, Egypt.
Post A Comment
Tidak ada komentar :