Mengenal Waktu Shalat & Cara Menghitungnya
A. Pengantar
Firman Allah S.w.t:
Artinya: "Sesungguhnya
shalat itu adalah kewajiban yang
ditentukan waktunya atas orang-orang beriman". (QS. An Nisa': 103)
Firman Allah S.w.t.;
Artinya: "Dirikanlah
shalat dari sesudah Matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah
pula shalat) Shubuh. Sesungguhnya shalat Shubuh itu disaksikan (oleh
Malaikat)" (QS.Al Isra': 78)
Hadits Nabi Saw.:
وقت الظهر إذا زالت الشمس وكان ظل الرجل كطوله ما لم يحضر وقت
العصر , ووقت العصر ما لم تصفر الشمس , ووقت
صلاة المغرب ما لم يغب الشفق , ووقت صلاة العشاء إلى نصف الليل الأوسط ,
ووقت صلاة الصبح من طلوع الفجر ما لم تطلع الشمس.[1]
Tiga dalil di atas menyatakan bahwa waktu shalat punya
limit dan ketentuan (awal dan akhir) yang berarti shalat tidak bisa dilakukan dalam sembarang
waktu, tetapi harus mengikuti atau berdasarkan dalil-dalil baik dari Al Qur’an
maupun Al Hadis terkait. Persoalannya adalah,
baik Al Qur'an maupun Al Hadits tidak memberi limit pasti awal dan akhir
waktu-waktu shalat tersebut, yang ada hanyalah "kitâban mauqûtâ" (waktu yang sudah ditentukan) tanpa ada
penjelasan rinci matematis terhadap kalimat tersebut. Hal ini membawa
konsekuensi pada beragamnya penafsiran terhadap penetapan awal dan akhir
waktu-waktu tersebut.
Terlihat, dibuku-buku fikih klasik sampai kontemporer
senantiasa memuat bab khusus yang membicarakan waktu-waktu shalat, yang
biasanya dengan judul "bâb
mawâqît
as shalâh". Di
bab ini pedebatan ulama cukup ramai dalam menanggapi dalil-dalil waktu
shalat tersebut.
B. Data Astronomis Waktu-Waktu Shalat
Dari dalil-dalil diatas, memberi isyarat bahwa pada
dasarnya fenomena yang dikemukakan dalil-dalil tersebut dapat diterjemahkan
dengan ilmu pengetahuan. Hadits riwayat Abdullah bin Umar ra. diatas secara
jelas mengaitkan waktu shalat tersebut dengan pergerakan Matahari. Firman Allah
QS. Al Isra' : 78 diatas, kata "dulûk as syams" secara Astronomi berarti aberasi (inhirâf)[2]
kearah Barat dari garis meridian yang menandai sampainya pusat lengkung
Matahari ke garis meridian.[3]
Dalam penentuan jadwal waktu shalat, data astronomi
terpenting adalah posisi Matahari dalam koordinat horizon, terutama ketinggian,
jarak zenit, awal fajar, Matahari terbit, kulminasi, Matahari terbenam dan
akhir senja. Dalam hal ini Ilmu Falak
berperan menafsirkan fenomena yang disebutkan dalil al-Qur'an dan al-Hadits di
atas, dan teraplikasikan dalam bentuk rumus matematis. Dalam penetapan jadwal
waktu-waktu shalat, secara umum masyarakat telah sepakat menerima data
Astronomi (baca: perhitungan) sebagai acuan.[4]
Akibat pergerakan semu matahari 23,5° ke utara dan 23,5°
ke selatan selama periode satu tahun, waktu-waktu tersebut bergeser dari hari
kehari. Akibatnya waktu shalat setiap hari atau setidak-tidaknya dalam beberapa
hari juga mengalami perubahan.
C. Waktu Zuhur
Waktu Zuhur adalah sejak Matahari meninggalkan meridian
(gelincir Matahari)[5],
biasanya diambil sekitar 2 menit setelah tengah hari, dan berakhir hingga
panjang bayangan dari sebuah benda lebih panjang dari obyek sebenarnya. Untuk keperluan praktis, waktu tengah hari cukup
diambil waktu tengah antara Matahari terbit dan terbenam.
D. Waktu Asar
Dalam penentuan waktu Asar, terdapat sedikit perdebatan,
karena fenomena yang dijadikan dasar ada dua kemungkinan. Hadits Nabi Saw. di
atas menyebutkan bahwa shalat Asar ketika panjang bayang suatu benda sama
dengan tinggi benda sebenarnya (hîna kâna kulla syay'in mitslahu), namun dalam kesempatan lain
disebutkan, Nabi Saw. pernah diajak shalat dua kali oleh Jibril as., kali
pertama Nabi Saw. dan Jibril as. shalat Asar ketika panjang suatu benda sama
panjang, kali kedua ketika panjang suatu
benda dua kali tinggi benda sebenarnya (hîna kâna zhillu kulla syay'in mitslayhi).[6]
Dengan demikian setidaknya ada dua pendapat dalam penentuan waktu Asar
dikalangan ulama, jumhur (Syafi'iyah, Malikiyah, Hanabilah) berprinsip bahwa
waktu Ashar dimulai setelah panjang bayangan satu kali lebih panjang dari
panjang bendanya, sementara itu Hanafiyah memegang prinsip bahwa waktu Asar
dimulai setelah panjang bayangan dua kali panjang asli bendanya.[7] Pendapat ini (baca: Hanafiyah) beralasan dan
dimaksudkan untuk mengatasi masalah panjang bayangan pada musim dingin (seperti
dibeberapa negara Eropa dan Afrika), sebab pada musim dingin hal itu bisa
dicapai pada waktu Zuhur. Meskipun waktu Asar sangat pendek dan
mendekati waktu Magrib, namun tergolong ihtiyath, dan perbedaan dua
kondisi di atas membawa konsekuensi pada perbedaan perhitungan (rumus) yang
digunakan.
Namun secara zhâhir-astronomis lebih
tepat setelah panjang bayangan satu kali panjang benda sebenarnya (jumhur),
karena kondisi ini hampir tepat dipertengahan antara tengah hari (Zuhur) dan
awal malam (Magrib). Hal ini diperkuat dengan ungkapan
“shalâtul wusthâ” (shalat pertengahan) dalam QS. Al
Baqarah : 238 yang ditafsirkan oleh banyak mufassir sebagai shalat
Ashar. Wallah al a'lam
E. Waktu Magrib
Waktu Magrib, berarti saat terbenamnya Matahari sampai
hilangnya cahaya merah di langit barat. Matahari terbit atau berbenam
didefinisikan secara astronomi bila jarak zenith z = 90° 50' (The Astronomical Almanac) atau z = 91o
bila memasukkan koreksi kerendahan ufuk akibat ketinggian pengamat 30 meter
dari permukaan tanah. Untuk penentuan waktu shalat Magrib, saat Matahari
terbenam biasanya ditambah 2 menit karena ada larangan melakukan shalat tepat
saat Matahari terbit, terbenam, atau kulminasi atas.[8]
F. Waktu Isya'
Waktu Isya' ditandai dengan mulai memudarnya cahaya merah
di ufuk barat, yaitu tanda masuknya gelap malam (QS. Al Isra' : 78). Dalam
astronomi hal itu dikenal sebagai akhir senja astronomi (astronomical
twilight) yaitu bila jarak zenit matahari z = 108o. Pada saat itu
matahari berkedudukan 18 derajat di bawah ufuk (horizon) sebelah barat.
G. Waktu Subuh
Hadits di atas menyebutkan bahwa waktu Subuh adalah sejak
terbit fajar shidiq (fajar sebenar) hingga terbitnya Matahari. Secara
astronomis, fajar shidiq dipahami sebagai awal fajar astronomi (astronomical
twilight), yaitu semenjak munculnya cahaya di ufuk timur menjelang terbit
Matahari kira-kira 18° di bawah horizon (jarak zenit z =110 o).
H. Perhitungan Waktu Shalat
Perhitungan waktu shalat dapat dihitung dengan rumus
berikut:
W = MP + KWK + TS
TS = ACS (( cos z – sin DS x sin PE ) / cos DS x cos PE) / 15
Zs = 110°
ZA = ATN ( tan / DS – PE / + 1)
ZM = 90 + RF + SD + DP
Keterangan:
W = Waktu shalat
yang dicari
PE = Lintang bumi
MP = Meredian
Pass
ZS = Zenit Subuh
(110° )
KWK = Koreksi Waktu
ZA = Zenit Asar
TS = True of
Sun (Azimut Matahari)
ZM = Zenit Magrib
(90°)
DS = Declination
of Sun (Deklinasi Matahari)
ZI = Zenit Isya'
(108° )
Misal:
Waktu shalat tanggal 25 Maret 2007 M di Medan -Sumatera
Utara.
Data Geografis: Lintang: 03° 38° LU, Bujur: 98° 38° BT, Bujur Waktu
(waktu tolok) = 105
Untuk menghitung waktu shalat, dapat dilakukan secara
manual dengan mengaplikasikan rumus di atas kedalam perhitungan. Adapaun hasil
proses data perhitungan untuk tanggal 25 Maret 2007 M dengan lokasi di Medan
(Sumatera Utara), adalah sebagai berikut:
· Data-data Dasar:
JHM = 732762 (XM =
84) E =23,4383391
L = 252,8497185 T = 1, 07226329 (j = 5)
F = 518131,0404 M = 71046,34139
Z = 0, 072263289
G =
38881,99995
N = 0,016706074 A = 511978,9231
H = 516316,3166 O = 0,997316057
B = 38958,93523 I = 24299,26336
P = 0,955586054 C = -1814,723797
J =
48508,63672 Q = 0,00307968872
D = 477794,3166 K = 35659,16064
R = 953071,
9817
· Rumus Olahan:
ES : 1,886007348 OE :
23,43964849
ET : - 0,104025744 NL : 4,247313091
ZE : 0,043035878 MP :
12,10402574
NL1 : 4,231547735 ST :
953071,9828
TS : 58,4396139
(t:16) NL2 : 0,015765356
LS : 38883,88196 AS :
90,42242208
NE : 4,713808534 DS :
1,543182648
KWK: 0,424444444 RV : 0,997069503
RS : 363,562481
W
= MP + KWK + TS
TS
= ACS ((cos z – sin DS x sin PE )/cos DS x cos PE)/15
ZS = 110°
ZA = ATN ( tan / DS – PE / + 1)
ZM = 90 + RF + SD + DP
ZI = 108°
TS Subuh: 7,337969059, waktu Subuh = 5,190501125 (5:11
WIB)
TS Asar :
2,944888298, waktu Asar = 15,47335848 (15:28 WIB)
TS Magrib: 6,073065904, waktu Magrib = 18,60153609 (18:36)
TS Isya' :
7,20479873, waktu Isya' = 19,73326891 = (19:43 WIB)
Untuk waktu Zuhur: MP + KWK = 12,52847018 (12:31 WIB)
Catatan:
Untuk
menghitung waktu shalat yang dimaksud, dapat diaplikasikan melalui rumus-rumus
mate-matis yang telah dirancang khusus dalam menentukan jadwal waktu shalat.
Antara lain Rumus Falak Sistem J. Meuss oleh TM. Ali Muda dengan bantuan
kalkulator semisal Casio FX 350 TL, Casio FX 82 TL, dll., atau dengan menggunakan
software-software waktu shalat.
[1]
HR. Muslim dari Abdullah bin Umar, lihat: Muhammad bin Isma'il as Shan'any, Subul as salâm syarh bulugh al marâm,
j.I, Dar al Hadits Kairo-Mesir, cet. I, 1421 H/2000 M, h.15.
[2]
Aberasi (inhirâf) adalah perpindahan semu arah berkas
cahaya bintang akibat gerak bumi. Peristiwa aberasi menyebabkan berkas cahaya
jatuh miring, bukan tegak lurus pada peninjauan yang bergerak tegak lurus arah
datangnya cahaya. Dalam bahasa Inggris biasa disebut Aberation atau dalam bahasa Arab disebut Al-Inhirâf. (Lihat: Susiknan
Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Penerbit: Pustaka Pelajar-Yogyakarta, 2005).
[3] Prof.Dr.Muhammad
Ahmad Sulaiman, Sibâhah Fadhâ'iyyah fî Âfâq 'Ilm[il] Falak, Maktabah al
'Ajiry-Kuwait, 1420 H/1999 M, h. 489
[4] Lihat:
Susiknan Azhari, Awal Waktu Shalat Perspektif
Syar'i dan Sains (Artikel dimuat dalam majalah Suara
Muhammadiyah, No. 2, Th. Ke-92, 16-31 Januari 2007).
[5]
Gelincir matahari ialah apabila matahari condong (miring) dari kedudukannya
ditengah-tengah langit (diatas zenit) atau dinamakan hâlah istiwâ'.
[6]
Kejadian di atas terekam dalam hadits yang cukup panjang yang diriwayatkan
antara lain oleh Abu Dawûd,
Tirmidzi, Ibn Khuzaymah, Daraquthnî,
Hakim, yang bersumber dari Ibn Abbas redaksi dari Tirmidzi. Keterangan (syarh) lebih rinci hadits di atas dapat
dilihat: Muhammad bin Isma'il as Shan'any, Al Yawâqit fi[l] Mawâqit, Dar al Haramain Kairo-Mesir, cet. I,
1419 H/1998 M, h.17
[7]
Muhammad bin Ali bin Muhammad as Syaukani, Nayl al Awthâr Syarh Muntaqâ al Akhbâr min Ahâdîts Sayyid al Akhyâr, j.I, Maktabah al Iman Manshura-Mesir,
cet.I, 1419 H/ 1999 M, h.424
[8]
Lebih lanjut lihat: Ibn Rusyd al Hafid, Bidâyat[ul] Mujtahid wa Nihâyat[ul]
Muqtashid, j.I, Dar[ul] 'Akidah-Kairo, cet. I, 1425 H/2004 M, h.
130
[9]
TM.Ali Muda, Rumus Falak Sistem J.
Meuss, Diktat mata kuliah Ilmu Falak Fakultas Syari'ah UISU, t.t.,
h. 5
----------------------------------
Pcim Mesir menerima zakat, infaq, sadaqah. Uang ini akan dipergunakan untuk kepentingan dakwah Pcim Mesir dan dapat disalurkan ke:
No rek. 3660009009 a/n PCIM Mesir, Bank Syariah Mandiri, Jl. Gedong Kuning Selatan, No. 5, Yogyakarta.
Konfirmasi via facebook : https://www.facebook.com/pcim.mesir
Dan semoga amal ini bisa menjadikan kita menerima buku amalan perbuatan dengan tangan kanan diakhirat kelak. Alamat Pcim Mesir: Building 113/2, 10th district, Nasr city, Cairo, Egypt.
Labels
AFDA Astronomi
Post A Comment
Tidak ada komentar :