PCIM News

[Kabar PCIM][list]

Kabar Persyarikatan

[Muhammadiyah][twocolumns]

Hak Wanita Dalam Islam



OLEH :
Oleh : M. Iman Sastra Mihajat

Muhammadiyah

Muhammadiyah
Islam sebagai agama yang dibawa Rasul saw. telah mempunyai andil dalam menjaga hak-hak kaum wanita, antara lain :

pertama, bahwasanya wanita itu seperti pria dalam segi kemanusiaannya. Walaupun pria diangkat dan dilebihkan satu derajat oleh Allah. Akan tetapi, sama di mata Allah swt. dari segi kemanusiaan mereka. Allah swt. berfirman, ”Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu.” Dan Rasul saw. bersabda, “Wanita adalah saudaranya laki-laki.” Dan dari ayat ini kita bisa mengambil kesimpulan bahwasanya laki-laki dan wanita diciptakan dari tubuh yang satu. Sangat tidak masuk akal sekali jka sebagian orang eropa mengatakan, “Bahwasanya kaum muslimin tidak mengakui bahwasanya wanita itu mempunyai ruh sebagaimana halnya pria. Hal ini langsung dibantah oleh penjelajah Perancis Gerardy Nerval yang hidup lama di Timur. Beliau menyatakan, bahwasanya itu tidak benar adanya. Islam sangat adil terhadap memberikan hak terhadap wanita. Islam juga menyamakan pria dan laki-laki dari segi pahala dan dosa.(QS. al-Nisa’ : 24, al-Taubah : 72, al-Nahl : 97, al-Ahzab : 35-36 dan 73, Muhammad : 19 dan al-Fath : 5-6).


Kedua, menangkal fitnah dan tidak menjadikan penyebab keluarnya Adam dari Surga hanya bersumber dari diri Hawa, akan tetapi, akibat dari keduanya. Allah swt. berfirman, ”Lalu keduanya digelincirkan syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula.” Begitu juga pada QS. al-A’raf : 20 dan 23, dan QS. Thaha : 121.

Ketiga, dia adalah ahli ibadah dan agama serta masuk surga jika berperilaku baik, jika tidak maka akan di adzab. Sama seperti halnya pria. Allah swt. berfirman, ”Barang siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, sesungguhnya akan  kami berikan kepada mereka kehidupan yang  baik. Dan sesungguhnya akan kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebh baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” Begitu juga yang termaktub dalam surat al-‘Imran : 195, dan surat al-Ahzab : 35.

Keempat, Islam menghapuskan rasa sial dan sedih ketika dia dilahirkan, sebagaimana keadaan orang Arab yang masih melekat pada diri ibu dan sebagian orang barat. Allah swt.  mencerca keadaan yang seperti ini dalam al-Qur’an, ”Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan(kelahiran) anak perempuan, hitamlah(merah padamlah) muka mereka, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah(hidup-hidup)? Ketahuilah alangkah buruknya apa yang mereka  tetapkan itu.”

Kelima, Islam mengharamkan menguburnya(hidup-hidup) dan menganggap hal tersebut perbuatan yang sangat keji dan harus ditinggalkan. Allah swt. berfirman, ”Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh?” Dan Allah juga berfirman dalam surat lain, ”Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka karena kebodohan lagi tidak mengetahui, dan mereka mengharamkan apa yang telah Allah telah rezkikan kepada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.”

Keenam, memerintahkan untuk menghormatinya dan mengasihinya, baik dia seorang anak, atau istri, atau  lebih-lebih dia seorang ibu. Rasul saw. bersabda, “lelaki manapun yang mempunyai anak perempuan, jika ia mendidiknya, maka, didiklah dengan sebaik-baiknya, jika ia mengajarkannya, maka, ajarilah dengan sebaik-baiknya.” Sedangkan menghormati istri nash al-Qur’an menyebutkan tata caranya. Allah swt. berfirman, “Dan di antara kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram  kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu kasih dan sayang.” Dan Rasul saw. bersabda, “Sebaik-baik perhiasan dunia adalah istri yang shalihah, jika engkau memandangnya maka kamu merasa senang, jika kamu pergi dia menjaga—harta--mu.” Sedangkan penghormatan terhadap ibu terdapat banyak sekali ayat dan hadits yang menjelaskan. Seperti Allah swt. berfirman, “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua ibu bapaknya, ibunya mengandung dengan susah payah.” Dan hadits yang saya sebutkan di awal pembahasan tentang seseorang yang datang kepada Rasul menanyakan tentang orang yang paling utama diperlakukan dengan baik adalah ibu. Dari hadits yang lain disebutkan, ketika salah seorang datang kepada Rasul saw. dan berkata : “Wahai Rasul, saya ingin berjihad dijalan Allah, maka Rasul saw. berkata kepadanya, “Apakah ibumu masih hidup?” ia menjawab : ya, kemudian Rasul bersabda, “Rawatlah dia maka kamu akan masuk surga.”

Ketujuh, mendidiknya secara baik seperti halnya laki-laki, seperti hadis Rasul tadi, “laki-laki manapun yang mendidik anaknya maka didiklah sebaik-baiknya.” Dan hadis lainnya juga menyebutkan, “Menuntut ilmu itu wajib hukumnya bagi seorang muslim.”

Hadits ini saya rasa hampir seluruh muslim tahu, ada hadits lain yang menambahkan lafazh ‘muslimah’ akan tetapi riwayatnya tidak benar, namun makna dari hadis itu benar, yaitu, ulama bersepakat bahwa setiap sesuatu yang diharuskan diketahui oleh laki-laki harus diketahui juga oleh wanita. Begitu juga kata al-Hafidz al-Sakhawi dalam al-Maqâsid al-Hasanah hal : 277.

Kedelapan, memberikan hak waris, baik itu ibu, istri, atau anak perempuan besar atau kecil atau masih dalam kandungan ibunya.

Kesembilan, diaturnya hak suami istri, dan memberikan hak sebagaimana haknya seorang laki-laki, dengan laki-laki sebagai kepala keluarga yang mana hak tersebut bukanlah sesuatu yang zhalim. Allah swt. berfirman, “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada istrinya.”

Kesepuluh, mengatur tata cara thalaq, dengan melarang penyimpangan dan pembangkangan laki-laki dalam hal thalaq dengan memberikan batas tiga kali yang tidak boleh dilanggar. Sebagaimana orang Arab dahulu tidak mempunyai batas dalam hal ini, dan memberikan batasan waktu untuk kembali.

Kesebelas, membatasi poligami--maksimal empat orang-- yang mana dahulu adat Arab tidak membatasi hal tersebut. Dan berpoligami pun mempunyai syarat sebagaimana Abdul Halim Abu Syuqqah menyebutkan dalam bukunya ‘Tahrîru al-Marati’ Sebagaimana para sahabat juga pernah melaksanakan hal ini. Dan saya kira tujuan dari poligami ini jangan kita memandang begitu sempit, karena menurut penulis di sana ada makna tersendiri kenapa hanya boleh laki-laki saja yang boleh memiliki istri lebih lebih dari satu, sedangkan wanita tidak. (baca : poligami dalam Islam).

Kedua belas, menetapkan urusan--sebelum masa balignya-- di bawah naungan walinya, naungan tersebut adalah naungan penjagaan, pendidikan, mengatur urusannya, dan mengembangkan hartanya, bukan naungan memiliki dan menyimpangkannya. Setelah masa baligh, ia mempunyai hak atas harta tersebut sebagaimana laki-laki.
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

Tidak ada komentar :


Majelis dan Lembaga

[Seluruh Artikel][grids]

Kajian MCIS

[Kajian Utama][bsummary]

Majalah Sinar Mesir

[Seluruh Artikel][threecolumns]

Shaffatul 'Aisyiyah

[Shaffatul 'Aisyiyah][list]